"Abaaang! Diem!" Zifana membekap mulut Joshua agar lelaki itu tidak mengadu kepada orang tuanya. Kalau sampai orang tua mereka tahu kelakuan Jayden yang sebenarnya apalagi sampai menyakiti Zifana, maka bukan hanya dirinya saja yang mendapat omelan, tetapi Jayden juga akan mendapat amukan dari papanya Zifana.
"Zi, saran Abang, nih. Kalau kau diselingkuhi, jangan nangis. Malah justru harusnya kau ngerasa seneng karena itu artinya Tuhan mau nunjukin kepadamu kalau dia bukan lelaki yang pantes buat jadi suamimu kelak," nasehat Joshua.
"Aku emang tidak nangis, Bang. Tapi, kadang rasanya sesek aja kalau inget dulu pas lagi pacaran. Berasa sia-sia banget semua waktu yang aku korbanin," kata Zifana mengeluh. "Bayangin aja, Bang, tiga tahun bukan waktu yang bentar buat jalin hubungan. Kalau buat kredit motor mah udah lunas, Bang."
"Yaelah bocah. Ngapain kredit motor segala. Udah kayak orang susah aja. Papa bisa beliin kau motor seratus unit sekaligus," ucap Joshua angkuh.
"Sombongnya Abangku yang ganteng ini. Ingat, Bang. Harta itu titipan. Kita mungkin bisa, tetapi di luar sana banyak yang lebih susah dari kita, Bang. Jangankan kredit motor, buat makan aja susah." Zifana justru ikut memberi nasehat dan hanya dibalas 'iya' oleh Joshua.
"Sekarang, Abang bantu kau cari kerja, dan kau tunjukkin ke Jayden kalau kau bisa tanpa dia. Bahkan, kau bisa lebih baik dan buat lelaki itu nangis darah sekalian kalau perlu. Buat dia nyesel karena udah nyia-nyiain adek Abang yang lucu ini." Joshua mencubit pipi Zifana dengan gemas.
"Ish! Masalahnya ...."
"Jangan banyak pikir masalahnya. Besok kau ikut Abang ke kantor. Kebetulan sahabat Abang lagi butuh karyawan untuk jadi sekretaris cadangan karena sekretarisnya sedang cuti melahirkan. Kalau kau mau, Abang akan daftarkan kau padanya," usul Joshua. Namun, wajah Zifana justru terlihat lesu. "Heh! Kenapa wajah kau jadi jelek gitu?"
"Aku belum punya pengalaman apa pun, Bang. Selain pengalaman nyari penjual cilok dan seblak yang ganteng dan iuuuhhh. Bikin candu pas ngelihatnya." Zifana mengusap dada sampai perutnya. Dengan gerakan yang dibuat erotis.
"Otak kau ini! Masih kecil udah mesum!" Joshua saking gemasnya sampai menonyor kepala Zifana. "Atau jangan-jangan kau pernah nina-ninu sama Jayden? Jujur?"
"Abang!! Mikirnya jauh amat. Udah kayak Sabang ke Merauke aja. Ciuman aja belum pernah apalagi sampai telanjang bersama," cebik Zifana.
"Siapa yang telanjang bersama!" Suara Dyah dari arah belakang seketika mengejutkan kedua kakak-beradik itu. Mereka saling senggol ketika melihat Dyah yang berjalan mendekat. "Kenapa kalian diam? Siapa yang telanjang? Pasti kalian bahas hal mesum 'kan? Awas ya!"
"Ih, mama serius amat. Aku dan Abang Jos itu—"
"Joshua, oe!" Joshua menimpali Zifana dengan kesal.
"Ya, maksudnya itu. Kami itu lagi bahas kenangan dulu waktu kecil, Ma. Kalau mandi bareng 'kan suka telanjang bersama, tanpa rasa malu gitu. Tapi, sekarang udah enggak kaya dulu lagi. Kalau sekarang 'kan sama-sama udah punya kem***an, Ma."
"Zifaaannaa!"
Pekik Dyah dan Joshua bersamaan. Zifana menutup telinga rapat lalu menunjukan dua jari tanda damai.
Gadis itu tersenyum seolah tanpa dosa.
"Dasar bocah gendeng."
"Wiro Sableng!"
***
Sesuai dengan janji yang diberikan oleh Joshua, hari ini Zifana akan mulai bekerja di kantor sahabatnya. Bukan di kantornya sendiri. Sebenarnya, Joshua bersyukur karena bisa menempatkan adiknya di situ. Bukan hanya karena ia merasa Zifana aman bersama sahabatnya, tetapi ia juga tidak dikejar-kejar sahabatnya untuk membantunya mencarikan sekretaris pengganti.
Zifana berdecak kesal karena Joshua hanya mengantar sampai lobi saja. Sang kakak memintanya agar naik sendiri karena ia memiliki rapat penting yang tidak bisa ditinggal. Dengan bermalasan, Zifana masuk ke lift untuk mencapai lantai teratas di mana ruangan sang bos berada.
"Anda adik dari Tuan Joshua?" tanya seorang lelaki bertubuh tegap. Wajahnya terlihat tampan apalagi dalam balutan kemeja panjang yang pas di tubuh hingga menonjolkan otot-ototnya.
Ehem!
Lelaki itu berdeham untuk menyadarkan Zifana yang sejak tadi hanya diam saja bahkan terlihat seperti sedang melamun.
"I-iya." Zifana menjawab gugup sekaligus grogi.
"Kalau begitu silakan masuk. Tuan Jason sudah menunggu Anda." Lelaki itu membuka pintu lebih lebar. Sedikit bergeser dan memberikan jalan bagi Zifana untuk masuk.
Suara sepatu Zifana yang beradu dengan lantai marmer, seketika mengalihkan perhatian seorang lelaki yang sedang sibuk dengan layar komputer. Lelaki itu berusaha menelisik wajah Zifana karena wanita itu menunduk sejak tadi.
"Tuan, adik dari Tuan Joshua sudah datang," ujar lelaki tampan tadi.
"Selamat datang, Nona Zifana," sapanya disertai senyuman licik.
"Ka-kau!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
nurcahaya
wah jodohnya ze ini
2023-05-04
0
Surtinah Tina
sahabat kakaknya orang yg di danau waktu itu... 🤣🤣🤣
2023-04-30
0
Nurlaela
pasti pria di taman, sewaktu zifana nangis...waktu itu
2023-04-06
3