20. Project Pertama di Rumah Kita

Oh. My. God.

Aku sempat ternganga selama beberapa detik setelah membaca surat itu. Apa yang sudah terjadi? Lenapa Kak Raya bersikap seperti ini?

Dan ... semuanya menjadi jelas. Kenapa sikap Kak Raya agak berubah padaku setelah pertemuan kami yang terakhir kali sebelum acara kelulusan. Dia menjadi terasa jauh dan sedikit enggan saat aku ajak untuk bertemu, tidak seperti biasanya. Aku memang mengaitkan perubahan itu dengan "keinginannya" untuk mempertahankan hubungan dengan Bang Riko dan menjaga keselarasan dengan teman-teman satu geng mereka. Hal itu membuat friendship break up kami terasa lebih mudah untuk diterima. Namun, sekarang ... setelah segala sesuatunya jelas. Setelah aku mengetahui alasan sebenarnya di balik perubahan Kak Raya, aku ... tidak tahu harus merasa bagaimana.

Di satu sisi, aku sangat berterima kasih atas apa yang telah dilakukan—meskipun aku akan tetap baik-baik saja jika dia tidak melakukan itu karena aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada kelompok mereka dan di sisi yang lain, jujur saja ada sedikit rasa ... kecewa di dalam hati ini. Karena begitu mudahnya bagi Kak Raya menanam jarak di antara kami tanpa penjelasan apa pun. Iya, iya, iya. Aku paham. Aku tahu dia akan lebih memilih kekasihnya daripada seorang junior yang tidak penting seperti aku. Namun, tetap saja kan.

Ah, sudahlah. Aku tidak mau berlarut-larut dalam masalah yang berhubungan dengan mereka lagi. Oleh sebab itu aku sekonyong-konyongnya langsung menghubungi nomor ponselnya.

Siapa yang menyangka kalau dia akan menjawab bahkan sebelum deringan pertama selesai, kan? “Kay!” Kak Raya terdengar sangat bersemangat di seberang sana.

“Kakak!” Aku menjawab dengan tak kalah semangat. Aku sengaja membuat diriku terdengar sama antusiasnya dengan Kak Raya. “Apa kabar?” Aku melanjutkan dengan melontarkan pertanyaan basa-basi biasa. Setelah mendengar nadanya saat menjawab telepon barusan, aku yakin dia dalam keadaan yang cukup prima.

“Enggak usah basa-basi, deh. Kamu udah baca e-mail aku? Pasti udah, kalau belum mana mungkin kamu nelepon aku.”

Kadang-kadang Raya Ramadhani ini memang terlalu berlebihan seperti makeup yang dipoleskan ke wajahnya. Mana mungkin neleponn aku? Dia yang sudah memutuskan tali silaturahmi kami. Dia sendiri yagng berhenti mengirim pesan dan meneleponku. Sebagai seorang yang lebih kecil, aku hanya bisa menuruti kemauan dia yang lebih besar. Padahal sebelum kerenggangan ini ada, aku akan langsung meneleponnya setelah membaca pesan "telepon aku sekarang!" dari cewek itu. “Udah, Kak, udah. Aku barusan baca e-mail dari Kakak. Kenapa aku harus telepon Kakak setelah baca semua itu?” Basa-basi lagi. Ya, pengen tahu lah, Kayra. Apa lagi?

“Aku pengen tahu tanggapan kamu lah, Kay. Jadi?”

Kaaaaan, aku bilang juga apa. Kak Raya tentu saja ingin menginterogasiku.

“Jadi apa, Kak? Itu bagus, kan? Sekarang mereka udah tahu kebenarannya. I have to thank you for it.”

“Terus, terus?” desak Kak Raya bahkan sebelum aku sempat mengucapkan terima kasih kepadanya.

“Yaaa, enggak ada terus-terusnya, Kak. Udah, itu aja. Lagi pula aku sekarang udah benar-benar move on dari mereka. Semuanya udah aku tinggalin di kota itu. Aku udah ikhlasin, Kak.” Apa yang aku katakan adalah hal sebenarnya. Enam bulan lebih aku di sini, dengan semua keluarga baru, pekerjaan dan kuliahku, aku sudah belajar cukup banyak untuk merelakan. Mengikhlaskan.

“Beneran?”

Kata-kata seperti ini, yang diikuti dengan tanda tanya setelahnya, mengisyaratkan si penanya masih “ragu” dengan jawaban yang diberikan oleh orang yang ditanyai. Sebenarnya aku ingin menjawab “come here and check it yourself” karena agak sedikit tersinggung dengan nada bicara Kak Raya, akan tetapi kuurungkan niatku itu. Entah apa maksud dari ucapannya, yang jelas aku memilih untuk ber-positive thinking saja. Mungkin dia hanya berusaha menunjukkan kepeduliannya kepadaku. Akhirnya aku meyakinkannya dengan menjawab, “Iya, Kakak, serius. I’m alright. Never feel better.”

Percakapan selesai pukul 10.46 PM. Untung saja besok hari Minggu jadi tidak ada jadwal kuliah pagi. Hanya kegiatan dengan anak-anak jalanan yang biasanya dimulai pada pukul sepuluh pagi. Aku segera bersiap untuk tidur.

Kak Raya sempat membagikan rencananya untuk mendirikan sebuah sanggar tari. Ide yang benar-benar bagus karena dia bisa ikut berkontribusi dalam melestarikan budaya lokal. Hal tersebut tak pelak memunculkan sebuah pertanyaan di dalam benakku; apa yang bisa kulakukan, ya?

Ting! Aha! Sebuah ide terbentuk. Di dalam film animasi, saat seperti itu akan terlihat layaknya sebuah bola lampu pijar yang tiba-tiba saja menyala. Setelah dipikir-pikir, ide yang baru saja tebersit itu lumayan bagus menurutku. Aku akan mengusulkannya kepada Tante Meli. Enggak sabar menunggu sampai hari Senin tiba.

****

Aku mengetuk pintu ruangan kerja Tante Meli. Sudah hari Senin, aku tidak sabar ingin mengetahui pendapat beliau tentang ide yang sudah kususun. “Masuk.” Aku mendengar Tante Meli menjawab dari dalam ruangan.

Aku masuk dan melangkah dengan semangat mendekati meja kerja besar yang terbuat dari kayu jati itu. Aku sekonyong-konyongnya langsung duduk tanpa menunggu dipersilakan.

“Ada apa, Kay? Kelihatannya kamu senang sekali.” Tante tersenyum melihat ekspresiku. Mungkin terlihat lucu karena aku mesem-mesem sendiri.

“Ng ... Tante, aku mau ngomong soal yayasan.” Percayalah, aku benar-benar sudah menata apa yang akan kukatakan kepada Tante Meli dengan sebaik mungkin. Namun, apalah daya semuanya buyar begitu aku sampai di depan yang bersangkutan. Aku tidak tahu harus mulai dari mana.

“Oh, ya? Ada apa? Bilang aja, Sayang.” Tante Meli kini memberikan perhatian penuh padaku. Beliau meletakkan pena dan membuka kacamata yang sebelumnya tertonggok di pangkal hidung mancungnya.

Langsung aja, Kayra. Enggak usah buang-buang waktu lagi. Aku menyokong diriku sendiri di dalam hati. Baiklah. “Gini, Tante. Semalam, setelah mengobrol dengan seorang teman, aku dapat ide soal yayasan. Maaf sebelumnya kalau aku terdengar lancang dan sok tahu, ya, Tan. Tapi ... gimana kalau kita bikin cabang yayasan di Sumatra Barat, kampung halaman kita?”

Tante Meli terdiam setelah mendengar ucapanku itu.

Aku menunggu sambil menggigit bibir.

Okaay. Aku semakin gugup ketika melihat wajah Tante Meli yang semakin serius. Kini dia memandangku dengan memicingkan matanya. “Kamu bisa baca pikiran Tante, ya?”

Aku benar-benar terkejut. Apa maksud Tante Meli?

“Tante sama Om sebenarnya udah punya rencana itu dari dulu, Ra, tapi belum terwujud karena belum ketemu orang yang rasanya pas buat ngerjain project ini dan bisa bertanggung jawab penuh di sana. Baru beberapa hari yang lalu kami mulai bahas ini lagi. Soalnya sekarang kan udah ada kamu, jadi Tante pikir prosesnya bakal lebih mudah. Kamu pasti punya banyak link dan tahu orang-orang yang bisa bantu di sana, kan?”

Aku tak menyangka usulanku akan seperti gayung bersambut begini. I am so excited! Aku mengangguk dengan penuh semangat. “Aku bisa hubungin beberapa teman, Tante. Mereka teman-teman di organisasi, jadi sudah agak terbiasa dengan kegiatan-kegiatan seperti ini. Mereka juga nanti akan bantu memperluas jaringan untuk keperluan yayasan. Aku coba bikin list persiapannya dulu, setelah itu baru aku kasih lihat ke Tante. Ya? Setelah itu bahannya bisa kita bahas bersama dulu sebelum dipresentasikan di hadapan para donatur.”

Muka Tante Meli terbelah dua oleh senyum yang merekah di bibirnya. “Kayaknya Om dan Tante enggak salah menilai kamu. Kamu benar-benar mirip papa kamu. Sekarang kamu udah tahu apa yang perlu kamu lakuin, silakan mulai diskusi sama tim, ya. Tante tunggu perkembangannya.”

Setelah keluar dari ruangan Tante Meli, aku langsung mengajak Mas Bambang, Mas Rinto, dan Mbak Eka untuk mendiskusikan apa saja yang dibutuhkan untuk persiapan project ini. Mereka juga senang mengetahuinya.

Tuhan, berilah kelancaran.

To be continued ....

Episodes
1 1. Perkenalkan Namaku Kayra
2 2. Perangkap Senioritas
3 3. Budi is Che
4 4. Way to Get Over Someone is to Get On with Another
5 5. Ah, Sudahlah
6 6. Aku Turuti Keinginan Kamu
7 7. Hilang Rasa Tinggallah Hampa
8 8. The Nerve of This Man
9 9. Gossip, Gossip Around the Street
10 10. Meledak Sudah
11 11. Tidak Sepenuhnya
12 12. Sama Dengan
13 13. Awal Jumpa Harris
14 14. Cincin Perak Bermata Merah Muda
15 15. Bekas Tindakan Sederhana yang Membawa Petaka
16 16. Tak Ada Tempat Lagi
17 17. Never Again
18 18. Episode Baru
19 19. I'm Loving It
20 20. Project Pertama di Rumah Kita
21 21. Winding Down in Solitude
22 22. Pentingnya Menjalin Persahabatan Sejak Awal
23 23. Pelupuk Mata yang Berat
24 24. Ringan
25 25. Meet Up, Meet Up, Meet Up
26 26. A Walk Down Memory Lane
27 27. Hanya Sebatas Teman
28 28. Tak Disangka Tak Dinyana
29 29. Tidak Menentu
30 30. The Death of Me
31 31. Unexpected and Unbelievable Encounter
32 32. They Didn't
33 33. LOL
34 34. Alex ... Alex
35 35. Rumah Pak Ramli
36 36. Ada Apa Dengan Mereka
37 37. Saved by the Airport Announcement
38 38. Take-Off Scare and Trauma Masa Lalu
39 39. Aku .... Aku ....
40 40. Yes or No
41 41. Dress
42 42. Emas dan Makanan di Restoran Mewah
43 43. Deal
44 44. A Jealous Not Ex-Boyfriend
45 45. I Don't Know
46 46. Oh, No. Oh, Yes.
47 47. Jatuh
48 48. Jangan Diganggu
49 49. Alex dan Segala Misterinya
50 50. Arti Tatapannya
51 51. I Think I Love You
52 52. Untuk Pria yang Telah Mematahkan Hatiku
Episodes

Updated 52 Episodes

1
1. Perkenalkan Namaku Kayra
2
2. Perangkap Senioritas
3
3. Budi is Che
4
4. Way to Get Over Someone is to Get On with Another
5
5. Ah, Sudahlah
6
6. Aku Turuti Keinginan Kamu
7
7. Hilang Rasa Tinggallah Hampa
8
8. The Nerve of This Man
9
9. Gossip, Gossip Around the Street
10
10. Meledak Sudah
11
11. Tidak Sepenuhnya
12
12. Sama Dengan
13
13. Awal Jumpa Harris
14
14. Cincin Perak Bermata Merah Muda
15
15. Bekas Tindakan Sederhana yang Membawa Petaka
16
16. Tak Ada Tempat Lagi
17
17. Never Again
18
18. Episode Baru
19
19. I'm Loving It
20
20. Project Pertama di Rumah Kita
21
21. Winding Down in Solitude
22
22. Pentingnya Menjalin Persahabatan Sejak Awal
23
23. Pelupuk Mata yang Berat
24
24. Ringan
25
25. Meet Up, Meet Up, Meet Up
26
26. A Walk Down Memory Lane
27
27. Hanya Sebatas Teman
28
28. Tak Disangka Tak Dinyana
29
29. Tidak Menentu
30
30. The Death of Me
31
31. Unexpected and Unbelievable Encounter
32
32. They Didn't
33
33. LOL
34
34. Alex ... Alex
35
35. Rumah Pak Ramli
36
36. Ada Apa Dengan Mereka
37
37. Saved by the Airport Announcement
38
38. Take-Off Scare and Trauma Masa Lalu
39
39. Aku .... Aku ....
40
40. Yes or No
41
41. Dress
42
42. Emas dan Makanan di Restoran Mewah
43
43. Deal
44
44. A Jealous Not Ex-Boyfriend
45
45. I Don't Know
46
46. Oh, No. Oh, Yes.
47
47. Jatuh
48
48. Jangan Diganggu
49
49. Alex dan Segala Misterinya
50
50. Arti Tatapannya
51
51. I Think I Love You
52
52. Untuk Pria yang Telah Mematahkan Hatiku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!