13. Awal Jumpa Harris

Pernah, dulu sekali, Harris bertanya kepadaku apa alasan aku bersamanya.

....

“Kay, kenapa kamu sayang sama aku?”

Aku masih ingat. Waktu itu aku dan Harris sedang menikmati angin sore hari di pinggir pantai, setelah aku menemaninya memperbaiki motor di satu bengkel langganan. Harris memang penggila motor karena dia dulu adalah salah satu pembalap road race yang diperhitungkan di kotanya. Sayang, saat mempersiapkan diri untuk mengikuti kejuaraan tingkat nasional, dia mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa. Pergelangan kaki kanannya patah yang juga membuat beberapa ligamen di sekitar daerah trauma menjadi rusak, kepalanya robek, luka lainnya di mana-mana. Butuh satu setengah tahun bagi Harris untuk memulihkan kondisi fisiknya. Namun, mimpi yang dia punya sedaei kecil untuk menjadi salah satu pembalap profesional pupus. Saat itu dia mengatakan bahwa dia kehilangan semangat hidupnya.

Aku memandangi lelakiku itu dengan tatapan heran. Baru kali ini dia bertanya hal seperti itu. Padahal kami sudah hampir satu tahun bersama. Di samping itu, belum pernah terpikirkan olehku kenapa, pada akhirnya, takdir mengizinkan kami untuk bisa bersama seperti saat ini. “Kenapa kamu nanya yang begituan, sih? Emangnya kalau sayang sama orang itu harus ada alasannya, ya?”

Harris tergelak. Lesung pipi yang hanya dimilikinya di pipi sebelah kiri pun menampakkan diri. Diacak-acaknya rambutku yang ada di puncak kepala. “Kamu itu kalau ditanya gak pernah langsung ngasih jawaban, ya. Selaluuu pakai acara nanya balik dulu.” Cowok itu di kalakian menyeruput es jeruk yang terletak di atas meja. “Enggak ada apa-apa, Sayang, aku cuma pengen tahu aja. Kalau dipikir-pikir, mungkin aku bukan cowok idaman kamu. Ya, kan?” Dia menggodaku dengan mencampurkan goyangan alis dan senyum lebar—yang lagi-lagi hadir dan belum pernah bisa kutolak pesonanya itu.

Kalau aku pikir-pikir, benar juga yang dipikirkan oleh Harris. Dunia kami berdua bisa dikatakan hampir seluruhnya berbeda, tak bersinggungan. Aku adalah seorang mahasiswa biasa yang kebetulan suka berorganisasi, tidak terlalu banyak bergaul. Tipikal yang tertutup. Terbukti dengan jumlah teman-teman yang kumiliki. Selain orang-orang yang mengenalku melalui organisasi, aku hanya punya lima orang teman dekat selama kuliah. Itupun awalnya karena kami memang satu kelas, yang berlanjut menjadi teman satu kosan.

Sementara Harris, setelah menyelesaikan pengobatan dan terapinya, dia mulai mencoba membangun mimpi lain untuk menghiasi kehidupannya lagi. Kali ini dia memilih untuk menjadi seorang akuntan. Oleh karena itu dia masuk jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi di universitas yang sama denganku. Dengan perawakan yang tampan—tinggi seratus delapan puluh sentimeter, kulit putih bersih dan rapi, hobi bermotor yang dia punya, serta keluwesannya dalam berteman, seorang gadis sepertiku mungkin akan berada dalam ujung antrian untuk mendapatkan hati seorang pemuda seperti dia. Itupun kalau aku ingin bersusah-susah mengantre, ya.

Setelah dipikir-pikir lagi aku rasa aku tidak akan mengikuti antrean itu dengan sukarela.

Suatu hari, saat kelas kami mengadakan sebuah acara, salah seorang temanku, Mina, menumpang dengan mobilku untuk kembali ke kampus. Dia memberi tahu bahwa kakak sepupunya akan menjemput di sana dan mengantarkannya membali ke kosan. Walaupun sudah dipaksa dan diyakinkan bahwa mengantar dia langsung ke kosan pun bukan hal yang merepotkan, akan tetapi Mina tetap saja menolak. Yaa, begitulah. Jadi aku menunggu bersama Mina sampai kakak sepupu yang dimaksudkannya datang untuk menjemput.

Setelah hampir empat puluh menit, di sanalah Harris dengan segala ke-glory-annya. City car yang dicat dengan warna hitam monokrom, ponsel menutup sebelah telinga. Setelah melihat kami—atau Mina, dia memasukkan ponsel ke dalam saku dan menghampiri. Mina kemudian memperkenalkan kami. Semenjak saat itu, Mina sering main bersama kami berlima dan selalu pulang dijemput oleh Harris.

Awalnya benar-benar tidak ada apa-apa antara aku dan Harris sampai Mina mengatakan bahwa Harris ingin bertemu denganku. Tak kuindahkan perkataannya itu dengan mengibaskan tangan sembari bergumam tidak jelas. Aku benar-benar tidak ingat apa yang telah kukatakan padanya saat itu. Namun, yang aku ingat sekali adalah apa yang aku rasakan waktu itu. Tidak ada. Aku tidak merasakan perasaan yang khusus sama sekali.

Beberapa waktu kemudian kami tengah mengikuti acara fakultas. Aku sebagai ketua kelas mau tidak mau bertindak sebagai relawan untuk menggenapkan anggota tim basket dari jurusan kami. Aku bukanlah seorang sosok yang atletis, bentuk olahraga yang kulakukan hanyalah berjalan kaki ke sana dan kemari. Namun, karena anggota tim kurang satu orang, jadilah aku seorang atlet basket untuk hari ini.

Keringat ke luar dengan deras dari tubuh tim, akan tetapi semua terbayarkan karena kami berhasil melaju ke babak final. Walaupun masih mahasiswa tingkat pertama, kami berhasil mengalahkan juara bertahan Fakultas selama tiga periode. Itu berarti kami mengalahkan anggota tim tingkat akhir. Wow!

Mimi, Lulu, Anggre, Wide, dan juga Mina menghampiriku di pinggir lapangan setelah pertandingan selesai.

“Aduh, Ketua Kelas, jago banget main basketnya," ujar Wide dengan semringah. Sahabatku yang lain juga mulai berebut memberikan selamat.

Aku hanya mengedikkan bahu. Dalam hati padahal aku merasakan senang yanh luar biasa. Sungguh aku masih tidak menyangka bahwa aku akan bermain dengan lumayan bagus tadi, mengingat aku tidak pernah mengikuti pertandingan olahraga apa pun sebelumnya.

"Semangatnya pasti langsung nambah pas tahu lagi dilihatin, yaa?”

Kalimat dan tawa Mina menangkap perhatianku. Dilihatin? "Maksudnya?" Aku bertanya setelah selesai menenggak air mineral yang ada di tangan.

“Noh.” Bibir Mina sengaja dimonyongkan ke satu titik di tribun penonton yang tak jauh dari kami. Aku serta-merta menengok ke arah yang sama. Dan ... di sanalah dia. Harris tengah duduk dengan mencolok di tengah-tengah cewek dan cowok yang hiruk karena pertandingan.

Mataku terpaku sebentar, titik mata bertemu dengan pandangan Harris. Dia kemudian tersenyum sambil melambai satu kali.

Dan. Aku. Pun. Bingung. “Kok Harris bisa ada di sini, sih, Na?” Aku mengembalikan fokusku kepada Mina. Gadis kecil—dan ini bukan soal umur, itu memandangku dengan tatapan yang dibuat lugu.

I know she is anything but in this case.

“Kan waktu itu kamu sendiri yang bilang kalau Harris boleh ke sini buat ketemu kamu. Sekarang katanya dia mau ngantar kamu pulang habis tanding.”

Engg, say what? “Kapan emangnya aku bilang gitu ke kamu?” Aku bertanya dengan setengah berbisik.

Entah sengaja atau tidak, dia tidak menjawab pertanyaanku itu dan malah tersenyum ke balik punggungku. Merasakan hawa yang sedikit asing, aku segera berbalik dan hampir jatuh karena terkejut. Harris ternyata sudah ada di sana. Sejak kapan? Apa dia mendengar apa yang aku bilang barusan?

To be continued ....

Episodes
1 1. Perkenalkan Namaku Kayra
2 2. Perangkap Senioritas
3 3. Budi is Che
4 4. Way to Get Over Someone is to Get On with Another
5 5. Ah, Sudahlah
6 6. Aku Turuti Keinginan Kamu
7 7. Hilang Rasa Tinggallah Hampa
8 8. The Nerve of This Man
9 9. Gossip, Gossip Around the Street
10 10. Meledak Sudah
11 11. Tidak Sepenuhnya
12 12. Sama Dengan
13 13. Awal Jumpa Harris
14 14. Cincin Perak Bermata Merah Muda
15 15. Bekas Tindakan Sederhana yang Membawa Petaka
16 16. Tak Ada Tempat Lagi
17 17. Never Again
18 18. Episode Baru
19 19. I'm Loving It
20 20. Project Pertama di Rumah Kita
21 21. Winding Down in Solitude
22 22. Pentingnya Menjalin Persahabatan Sejak Awal
23 23. Pelupuk Mata yang Berat
24 24. Ringan
25 25. Meet Up, Meet Up, Meet Up
26 26. A Walk Down Memory Lane
27 27. Hanya Sebatas Teman
28 28. Tak Disangka Tak Dinyana
29 29. Tidak Menentu
30 30. The Death of Me
31 31. Unexpected and Unbelievable Encounter
32 32. They Didn't
33 33. LOL
34 34. Alex ... Alex
35 35. Rumah Pak Ramli
36 36. Ada Apa Dengan Mereka
37 37. Saved by the Airport Announcement
38 38. Take-Off Scare and Trauma Masa Lalu
39 39. Aku .... Aku ....
40 40. Yes or No
41 41. Dress
42 42. Emas dan Makanan di Restoran Mewah
43 43. Deal
44 44. A Jealous Not Ex-Boyfriend
45 45. I Don't Know
46 46. Oh, No. Oh, Yes.
47 47. Jatuh
48 48. Jangan Diganggu
49 49. Alex dan Segala Misterinya
50 50. Arti Tatapannya
51 51. I Think I Love You
52 52. Untuk Pria yang Telah Mematahkan Hatiku
Episodes

Updated 52 Episodes

1
1. Perkenalkan Namaku Kayra
2
2. Perangkap Senioritas
3
3. Budi is Che
4
4. Way to Get Over Someone is to Get On with Another
5
5. Ah, Sudahlah
6
6. Aku Turuti Keinginan Kamu
7
7. Hilang Rasa Tinggallah Hampa
8
8. The Nerve of This Man
9
9. Gossip, Gossip Around the Street
10
10. Meledak Sudah
11
11. Tidak Sepenuhnya
12
12. Sama Dengan
13
13. Awal Jumpa Harris
14
14. Cincin Perak Bermata Merah Muda
15
15. Bekas Tindakan Sederhana yang Membawa Petaka
16
16. Tak Ada Tempat Lagi
17
17. Never Again
18
18. Episode Baru
19
19. I'm Loving It
20
20. Project Pertama di Rumah Kita
21
21. Winding Down in Solitude
22
22. Pentingnya Menjalin Persahabatan Sejak Awal
23
23. Pelupuk Mata yang Berat
24
24. Ringan
25
25. Meet Up, Meet Up, Meet Up
26
26. A Walk Down Memory Lane
27
27. Hanya Sebatas Teman
28
28. Tak Disangka Tak Dinyana
29
29. Tidak Menentu
30
30. The Death of Me
31
31. Unexpected and Unbelievable Encounter
32
32. They Didn't
33
33. LOL
34
34. Alex ... Alex
35
35. Rumah Pak Ramli
36
36. Ada Apa Dengan Mereka
37
37. Saved by the Airport Announcement
38
38. Take-Off Scare and Trauma Masa Lalu
39
39. Aku .... Aku ....
40
40. Yes or No
41
41. Dress
42
42. Emas dan Makanan di Restoran Mewah
43
43. Deal
44
44. A Jealous Not Ex-Boyfriend
45
45. I Don't Know
46
46. Oh, No. Oh, Yes.
47
47. Jatuh
48
48. Jangan Diganggu
49
49. Alex dan Segala Misterinya
50
50. Arti Tatapannya
51
51. I Think I Love You
52
52. Untuk Pria yang Telah Mematahkan Hatiku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!