Bab 05

Yana tampak terkejut melihat pria itu.

“Terima kasih Tuan, telah membantu saya. Saya akan mengganti uangnya,” ujarnya hendak mengambil dompetnya, walaupun dirinya tak mempunyai uang sebanyak itu.

“Tidak, tidak perlu, Yana. Anggap saja, itu tanda terima kasihku waktu itu telah memberiku makan siang.”

“Tapi, Tuan ....”

“Yana, sudah lupakan! Sekarang kamu mau kemana? Kenapa bisa kamu menabrak mobil yang sedang terparkir?” tanya pria itu.

Yana terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya pelan.

“Aku mau pulang, Tuan. Terima kasih sekali lagi,” ucap Yana.

Ia menaiki motornya, namun sialnya motor tersebut tidak mau menyala sejak tadi.

“Kenapa dengan motormu?” tanyanya melihat Yana berusaha menghidupkan motornya

“Entahlah, motor sialan!” kesalnya tanpa sadar mengeluarkan kata kasar tersebut.

Pria itu membulatkan matanya, mendengar umpatan Yana.

“Eh, maaf Tuan.” Yana baru menyadari dengan ucapannya tersebut.

Pria itu tersenyum melihat kepolosan Yana.

“Sepertinya motormu rusak. Mari, aku akan mengantarmu pulang.”

“Tidak Tuan. Aku tidak mau merepotkanmu,” tolaknya masih berusaha menghidupkan motornya.

Ia hanya menatap Yana yang bersikeras pada pendiriannya untuk menghidupkan motor tersebut.

“Motor, nyala dong. Kenapa mati sih?!” gumamnya.

Akibat panasnya matahari, membuat Yana bermandikan keringat.

“Huftt ... kenapa tidak mau menyala sih?” ia duduk di tepi jalan, menatap motornya.

Pria itu terkekeh menatap Yana yang keras kepala.

Pria itu duduk di samping Yana.

“Motormu harus di bawa ke bengkel untuk di service. Ikut denganku masuk mobil,” ucap pria itu menarik paksa tangan Yana.

“Motorku, Tuan!” ucapnya setengah memberontak, karena tangannya di tarik paksa oleh pria itu, yang bahkan ia belum mengetahui namanya walau beberapa kali bertemu.

“Motormu akan di bawa ke bengkel terlebih dahulu, kamu tinggal menunggu saja di rumah. Sudah, jangan pikirkan itu.”

Pria itu begitu kasihan dengannya, namun Yana malah memikirkan motornya.

“Kamu mau kemana?” tanyanya saat sudah masuk ke dalam mobil.

“Aku ... itu ....” Yana tidak mungkin memberitahukan tentang masalah rumah tangganya pada orang yang baru ia kenal.

Apalagi, seingatnya ia bertemu dengan pria ini di kantor yang sama dengan suaminya. Sudah pasti pria ini kerja di kantor tersebut, tanpa Yana ketahui jika pria di samping ini adalah pemilik perusahaan itu.

“Iya, aku mengerti. Oh ya, jangan memanggilku Tuan, panggil saja aku Damar.” Pria itu menyebutkan namanya.

“Oh, ya. Putra kita juga kan bersahabat, tidak salahnya jika kita berteman juga,” ucapnya.

Yana baru ingat, jika pria ini juga yang menolongnya saat kedua putranya kehujanan saat berangkat kesekolah.

“Iya, Tuan. Eh maksudnya Damar, saya sangat berterima kasih, Anda selalu menolong saya.”

Damar tersenyum, lalu mengangguk.

“Itu rumah saya. Maksudnya rumah kedua orang tua saya,” ucap Yana menunjuk rumah kedua orang tuanya.

Damar mengangguk, lalu menghentikan mobilnya.

Yana mengajak Damar untuk masuk ke dalam rumahnya, sebagai tanda terima kasihnya.

Namun, Yana di sambut oleh dua pria yang tengah duduk di teras rumahnya. Yana tidak mengenali dia pria itu, mereka sepertinya adalah Debt collector. Karena bulan lalu Yana tidak membayar uang angsuran mobilnya, sebab sang suami memberikan uang bulannya hanya sebagian dan sekarang entah kemana bahkan sama sekali tidak mengirimkannya uang.

“Siapa mereka?” tanya Damar.

“Aku tidak tahu,” sahut Yana, karena dirinya memang tidak mengenali pria itu.

Mereka melangkah bersama.

“Dengan Nona Yana Ayunda,” ujar pria itu langsung berdiri mendekati Yana.

“Maaf, Nona. Kami ke rumah anda, namun kosong. Lalu kami datang kemari, kamu harap anda harus segera membayar angsuran yang sudah telat selama dua bulan sama bulan ini. Kalau tidak, terpaksa mobilnya kami tarik,” ujar pria itu masih dengan nada sopan.

“Tuan, beri saya waktu lagi. Suami saya sedang ke luar kota, suamiku juga belum mendapatkan gajih karena baru bekerja,” ujar Yana berbohong.

Damar mengernyit heran, setahunya suami Yana tidak pindah kerja, bahkan jabatannya saat ini sudah naik. Otomatis upah yang ia terima tiap bulannya justru bertambah, bahkan Damar juga mengajukan cuti.

“Maaf, Nona. Kami juga bekerja, jika Nona tidak segera membayar angsurannya, kami juga tidak mendapatkan upah. Lalu, bagaimana kami menafkahi Istri dan anak kami.”

Yana semakin tidak tega mendengarnya, bahkan mobil itu tidak ada bersamanya.

“Tuan, beri aku waktu dua hari. Aku akan segera membayarnya,” usul Yana.

Yang ia pikirkan saat ini adalah, menjual barang yang ada di rumahnya saat ini.

“Maaf, aku menyela pembicaraan kalian. Berapa jumlah nya, aku akan membayarnya.”

Damar langsung membuka layar ponsel miliknya.

“Damar, jangan! Aku sudah berhutang banyak padamu,” tolak Yana.

“Jangan pikirkan itu, kamu bisa mencicilnya padaku.”

“Berapa?” tanyanya Damar melangkah maju.

“Semuanya 8 juta 7 ratus ribu Tuan.” Pria itu memperlihatkan totalnya selama dua bulan.

“Maksudnya, aku akan melunasinya. Semuanya, berapa?” tanya Damar dengan santai.

Yana membulatkan matanya, ia menarik pelan tangan Damar.

“Damar, jangan seperti ini. Aku tidak mau Istrimu salah paham, sejak kemarin kamu sudah membantuku.” Dengan wajah memelas Yana menatapnya.

Damar tersenyum menatap wajah Yana terlihat panik.

“Jangan cemas. Istriku sudah meninggal saat melahirkan putraku,” sahut Damar sembari tersenyum.

Damar melihat tangan Yana yang memegang lengannya, Yana mengerti tatapan itu. Ia tersadar lalu segera melepaskan tangannya.

Yana langsung terdiam.

“Buatkan aku kopi, kamu cukup menggantikan uangku dengan secangkir kopi hitam.”

Yana mengangguk pelan.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!