Bibir Arash tersenyum merasa lucu. Ternyata itu penyebab sejak tadi orang-orang mengira dia adalah karyawan cleaning servis.
“Kenapa tersenyum?” tanya gadis itu heran.
“Tidak. Tidak apa-apa. Maaf.” Arash membiarkan kesalahpahaman ini berlangsung.
"Kamu cukup berani menghadapi wanita itu. Berarti kamu tidak tahu siapa dia," kata gadis itu takjub.
Entah kenapa, Arash tidak bisa membantah. Dia memilih mendengarkan setiap kata dari gadis ini.
"Oh, ya. Jika belum tahu ... Alat kebersihan ada di balik pintu itu. Itu bukan toilet. Itu pintu khusus cleaning servis. Di dalamnya ada barang-barang milik tempat kita bekerja." Gadis itu menunjuk pintu berwarna cokelat kayu.
Kepala Arash melongok ke arah pintu yang di tunjuk. Memang dari bentuknya terlihat berbeda dari pintu toilet lainnya.
Ada ruangan semacam itu di sini rupanya. Bagus.
"Terima kasih ya. Lain kali aku traktir kamu gorengan karena sudah menolongku." Gadis itu menjentikkan jari sambil tersenyum senang. "Jangan terlalu di pedulikan ocehan wanita itu. Dia hanya garang di depan saja," nasehat gadis ini seraya menepuk lengan Arash, lalu beranjak pergi.
"Ya," sahut Arash sedikit geli. Dia menghela napas karena mendapat kejutan di hari pertama menginjakkan kakinya di mal ini.
Meski dia adalah cucu pertama keluarga Hendarto, Arash tidak pernah sengaja mengunjungi mal milik keluarga ini. Dia yang menyelesaikan kuliah S2 di luar negeri, memilih berkunjung ke mal milik orang lain.
Ada rasa tidak nyaman saat berpapasan dengan petinggi mal yang mengenalnya. Seperti kebebasannya direnggut tanpa permisi.
"Kejadian yang cukup unik di hari pertama aku ke mal ini. Ternyata datang tanpa pemberitahuan seperti ini sangat seru." Arash bergumam.
...*****...
Ini sudah 2 jam setelah Arash berkeliling area mal sendirian. Saat ini dia sedang duduk di salah satu outlet makanan. Ia menyeruput es cappucino sembari melihat ke dinding kaca yang memperlihatkan keramaian mal ini.
Mendadak ponsel Arash berdering. Itu Alan. Pria yang menjadi manajer bagian penyewaan outlet.
"Ya," sahut Arash setelah mendekatkan ponsel di dekat telinganya.
"Arash, Pak Arga bilang kamu akan datang ke mal. Apakah kamu masih di luar?" tanya Alan.
"Tidak. Aku sudah ada di dalam mal."
"Benarkah? Ada dimana sekarang?" Sepertinya Alan terkejut dengan penjelasan Arash.
"Mm ... Jco." Arash membaca papan nama outlet tempat ia berada.
"Benarkah? Oke. Aku akan kesana sekarang. Jangan pindah tempat mu dari sana, Arash." Klik. Setelah mengatakan itu, Alan menutup telepon. Arash meletakkan ponselnya di atas meja. Lalu menyeruput lagi es cappucino di depannya lagi.
Dia melihat gadis tadi melintas di luar dinding kaca di depannya. Arash otomatis melihat ke arah lain karena tidak ingin ketahuan sedang berada di tempat ini.
Namun rasa ingin tahunya lebih besar dari rasa takut ketahuan.
Perlahan Arash menoleh ke gadis itu. Bukannya pergi, gadis itu ternyata diam di tempatnya. Sangat dekat dengan Arash yang duduk menghadap ke dinding kaca. Hanya saja gadis itu berdiri sambil membelakanginya.
Perlahan gadis itu menghadap miring ke arahnya. Kepala gadis itu menunduk menatap layar ponselnya. Raut wajahnya berubah sesaat. Ada hal tidak baik sepetinya. Karena Arash bisa melihat dengan jelas bahwa wajah itu tengah kecewa.
Hhh ... Sora menghela napas. Meski tidak bisa mendengar, Arash yakin gadis itu menghela napas berat. Lalu tersenyum, seakan sedang menghibur hatinya sendiri.
Tiba-tiba gadis itu menoleh ke arahnya. Arash dengan cepat menggerakkan kepala melihat ke arah lain. Menyembunyikan wajahnya agar tidak di kenali.
Sora diam masih dengan tatapan lurus ke depan. Dia merasa kenal dengan pria yang ada di depannya itu. Iseng, Sora mengetuk dinding kaca. Ini membuat Arash makin ketat menyembunyikan wajahnya.
Semoga dia tidak mengenaliku, harap Arash. Karena jika begitu, dia tidak akan bebas saat berkeliaran.
"Aku seperti kenal karena seragam yang mencolok itu." Rupanya Sora merasa mengenali Arash dari kaos kerah yang mirip dengan seragam cleaning servis yang ia pakai.
Sora terus mengamati.
“Ah, sudahlah. Kenapa aku repot mengurusi orang? Percuma aku di sini. Toh, dia tidak akan datang karena ada janji temu dengan tamunya,” kata Sora memutus rasa ingin tahunya.
Sora menghela napas lagi. Sepertinya gadis ini ada janji dengan seseorang. Namun gagal karena orang tersebut ada janji mendadak. Gadis ini berjalan menjauh dari dinding kaca.
Merasa tidak ada orang yang menempel di dinding kaca, Arash menoleh. Ya. Gadis itu sudah tidak ada. Kini berganti dengan kemunculan Alan yang ia tunggu.
"Hei, Alan!" Arash mengangkat tangan menandakan keberadaannya. Pria itu tampak senang menemukan wajahnya. Dengan berjalan agak cepat, Alan menghampirinya.
Mereka berdua berjabat tangan.
"Wah makin tampan aja, nih," puji Alan. Arash tersenyum tipis.
"Tapi tidak setampan dirimu yang terlihat di kelilingi banyak perempuan," kata Arash balik memuji.
"Hahaha ... Bisa saja. Tahu darimana aku di kelilingi banyak perempuan?" tanya Alan kemudian.
"Notifikasi instagram-mu selalu muncul di layar handphone ku. Itu membuat aku terpaksa melihatnya karena kasihan," cerita Arash sembari berkelakar.
"Hahaha ... Aku lupa kau adalah pengikut setiaku." Alan tertawa lagi. "Ya, ayo duduk." Pria ini mempersilakan Arash duduk lagi. “Kamu sudah memesan?”
“Ya.”
Setelah itu memanggil karyawan outlet untuk memesan minuman. Salah satu dari mereka langsung mendekat setelah melihat Alan yang di kenalnya sebagai orang penting di mal ini.
Setelah Alan menyebut satu minuman untuk di pesan, karyawan itu menjauh untuk mengambilkan pesanan.
"Semua baik-baik saja sepertinya," kata Arash melihat ke luar dinding kaca. Dimana bisa melihat keadaan mal siang ini.
"Ya. Pertumbuhan mal ini bagus Arash. Ayah dan kakek mu orang hebat," puji Alan.
"Tentu saja. Mereka berdua bekerja keras untuk itu." Arash yakin. Perbincangan mulai berjalan dengan aktif. Hingga minuman mereka habis.
"Kamu belum bertemu dengan Ronin?" tanya Alan menyebut salah satu pria yang satu circle dengan mereka.
"Belum. Dia tidak tahu aku ke datang sini," kata Arash.
"Sepertinya aku hubungi saja dia." Alan mencari nama Ronin dalam kontak. Lalu menekan tombol warna hijau setelah berhasil menemukannya. Tidak perlu menunggu lama, Ronin akhirnya menerima panggilan itu.
"Ada apa, Alan?" tanya Ronin.
"Datanglah ke JCO. Saat ini ada tamu istimewa datang ke mal kita."
"Siapa?" tanya Ronin.
"Cepat datanglah. Aku tunggu sekarang." Klik! Alan tersenyum dan meletakkan ponsel di atas meja.
"Apa dia tidak sibuk sekarang?" tanya Arash.
"Tidak. Aku melihatnya tadi di ruangannya."
Benar juga kata Alan. Ronin tetiba sudah muncul di depan outlet tempat mereka sekarang duduk.
"Hei, Arash!" Ronin tampak antusias. Mereka pun akhirnya larut dalam berbagai pembicaraan.
..._______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Hana Moe
mereka seperti 3 serangkai ya🥰
2023-05-08
1
✨rossy
jengkiiii kau gali kuburan mu sendiri 😅😅😅😅
2023-04-03
0
✨rossy
calon di pecat ini🤣🤣🤣🤣
2023-04-03
0