...🥀🥀🥀...
Dagingnya tinggal di panaskan Pak, ada tomyam juga saya taruh di lemari pendingin, jangan lupa panasi juga ya, saya mau ke tempatnya meishin. 😇
TTD
Nino
Sadawira mengembuskan napasnya usai membaca secarik kertas warna biru yang sengaja di letakkan di atas meja makan. Sebuah kertas yang menjadi sumber informasi bila asisten rumah tangganya itu sedang berkunjung ke rumah temannya.
Nino adalah laki-laki bujang lapuk yang menjadi pembantu dirumahnya sejak ia menginjakkan kaki di kota Atana. Pria kemayu tapi masih berpakaian sesuai gendernya itu lah yang ia bayar untuk memikirkan urusan perutnya hingga detik ini.
Sadawira lantas membuka lemari khusus yang di gunakan untuk menyimpan makanan itu dengan wajah lesu, ia sangat lelah hari ini tapi perut yang keroncongan memaksanya untuk berbelok ke dapur.
Sadawira lebih memilih memanaskan tomyam, sebab ia ingin makan makanan berkuah. Tak berminat untuk memanaskan daging dengan bumbu berminyak sebab protein hewani dalam sajian bercitarasa asam segar itu sudah sangat banyak. Kebanyak bisa kena kolesterol.
Ia makan dengan wajah terkantuk-kantuk sebab baru pulang dari meninjau bibit yang akan segera ia tanam di lahannya besok.
TRING
📱"Da, kita lagi di tempat biasa nih. Kesini dong, ada new prey ( mangsa baru)"
Tapi Sadawira menutup pesan dari Andrew yang selalu menyetani dirinya untuk melakukannya hal bejat itu dengan dalih yang beragam.
" Senang kan saja hidup man!"
" Emang betah nahan itu terus?"
Ia mendecak sebab yang di bahas Andrew selalu tak jauh dari urusan selang kangan. Really Damned! (Benar-benar sialan )
Sada memungkasi kegiatan santap malamnya yang sunyi itu dengan segelas air putih. Sejurus kemudian ia menuju kamarnya lalu membersihkan diri, menggosok gigi lalu melempar tubuhnya ke atas matras pegas yang terasa begitu nyaman.
Siklus seperti ini sudah enam tahun ia jalani, menyibukkan diri dan memilih waktu malam untuk tidur dan merecharge energinya, sebab esok pagi ia musti berjibaku aku kembali dengan pekerjaannya.
Meski sebenarnya, jauh di relung hatinya yang paling dalam, terselip satu nama yang tak bakal lekang oleh waktu.
-
-
Keesokan paginya, keributan para anak buah yang biasa terjadi, lagi-lagi terulang dengan tersangka tunggal yang sama, Dollar.
" Lah mukamu kenapa begitu Do? Keruh amat?"
Sada yang masih sibuk membalas pesan dari stakeholder terkait sampai ikutan menoleh demi mendengar ucapan Henry yang terdengar mengomentari tampilan wajah Dollar yang amat kusut.
" Kena asam lambung kali, mleyot begitu wajahnya!" sahut Janu yang kini terkekeh.
Ya, trio kocak itu memang selalu membuat suasana di ruang kerjanya menjadi sedikit berwarna. Bahkan tak jarang Sada tertawa hingga menangis saking lucunya.
" Asam lambung kau bilang, heartbreak nih, patah hati!" jawab Dollar dengan bibir yang monyong dan wajah bersungut-sungut.
Membuat Henry dan Janu serta dirinya tergelak.
" Udahlah Do, burung bukan seekor, dan jagung bukan sebatang!" cetus Janu enteng seolah memberikan gambaran jika di muka bumi ini, yang namanya wanita bukan cuma satu orang.
Tapi yang diberikan semangat malah semakin loyo dan lesu, cenderung putus asa. Membuat Sadawira seketika berdehem.
" Tolong kalian siapkan kendaraan, kita tinjau lokasi sekarang!" kata Sada yang kini menjadi serius.
" Siap pak, mohon izin, apakah kita sekalian mampir ke sekolahan yang mau kita bantu Pak?" tanya Janu yang turut berubah menjadi serius.
Sada mengangguk, ia akan memberikan donasi material juga suntikan dana bagi sekolah yang beberapa waktu lalu terkena bencana gempa bumi. Meskipun pabriknya sendiri sempat mengalami kerugian, tapi semua itu tak menyurutkan keinginan Sadawira untuk menolong. Seperti yang telah terpatri dalam hatinya saat ini, jika ia akan menggunakan hidupnya untuk lebih banyak menolong.
...----------------...
" Ibu yakin Bu mau memindahkan den Neo ke sekolah lain?"
Juwi yang baru tahu bila Neo mendapatkan pembulian di sekolahnya benar-benar terkejut. Lebih terkejut lagi, Juwi tak mengira jika Claire malah berniat pindah dari tempat tinggalnya.
" Aku gak ada kompromi soal Neo Wi. Kamu nanti cari orang buat bantu packing ya. Aku udah dapat rumah yang baru!"
Meski hal itu akhirnya membuat Edwin tercengang.
" Kenapa kamu pindah ke sana Clay, disana itu..."
" Bisnisku disana lebih rame, dan yang paling penting aku gak lagi hidup di lingkungan toxic dan anakku bebas dari bullying!" katanya dengan tatapan getir.
Edwin menatap muram Claire yang memutuskan untuk pindah wilayah ke sisi Utara, lebih tepatnya ke Atana. Apalagi, ia ingat jika Mamanya Brandon merupakan orang julid yang dulu pernah menjadi tetangganya di rumahnya yang lama saat ia dan kakek Edi baru tiba di negara itu.
" Kita masih bisa ketemu kan?" tanya Edwin ragu. Membuat Claire seketika tertawa.
" Oh ayolah Win, we still friend right?" ucapnya tersenyum, membuat si pria turut tersenyum.
Edwin mengangguk, meski itu artinya ia akan sedikit jauh dengan Claire sebab untuk sampai ke Atana, ia harus mengendarainya mobil selama empat jam.
" Aku harus kembali kerumah sakit!" kata Edwin usia melirik jam di pergelangan tangannya.
" Ada yang mau melahirkan?" tebak Claire sebab tumben Edwin buru-buru.
Edwin mengangguk, " Usianya udah tua, diatas 40, berisiko, anaknya juga sudah banyak!" terang Edwin seperti biasanya.
Claire mengangguk paham, Edwin adalah dokter profesional yang sudah sering menyelamatkan banyak sekali ibu hamil beresiko. Dan itu membuatnya sibuk.
" Tunggu aku, aku bakal antar kamu sama Neo!"
" Tidak perlu aku ak..."
" Kau harus tunggu!"
Maka Claire akhirnya mengangguk saat sorot mata Edwin penuh permintaan. Pria baik yang ia anggap tak lebih dari teman itu akhirnya tersenyum, pun dengan dirinya.
Ia pulang dari kantornya saat matahari sudah hampir tenggelam. Membawa segenap rasa lelah sebab pikirnya kini turut terforsir.
" Neo!" ucapnya saat memasuki rumah sambil membawa beberapa cemilan kesukaan anaknya itu.
" Ibu!" anak gembul itu berlari lalu menghambur ke pelukan ibunya dengan senang.
Juwita yang melihat hal itu terlihat sangat senang. Interaksi hangat yang membuat Juwi semakin kerasan bekerja pada Claire.
" Ini, apa kita akan jadi pindah?" tanya Neo menata lekat-lekat ibunya.
Claire mengangguk, ia juga heran kenapa anaknya senang mendengar jika ia akan pindah? Apa Neo memiliki sifat yang mirip dengannya, lebih memilih pergi dari pada bersinggungan dengan orang-orang yang telah melukainya dari pada harus membalas?
Oh God!
" Jadi, nanti kita pindah ke rumah yang baru, sekolah yang baru!" kata Claire penuh semangat, meski keputusannya ini belum ia rundingkan dengan mamanya.
" Kita berangkat kapan?"
" Kita tunggu Om ya?"
" Kenapa harus Om? Kan sudah ada mbak Juwi!" sungut Neo yang terlihat tak mau menunggu.
" Tempatnya jauh nak, musti bawa mobil besar!"
" Kata Ibu Om bukan ayahku, tapi kenapa selalu ikut?"
Claire menelan ludahnya gugup, keadaannya yang runyam dengan Sadawira membuatnya kesulitan untuk menjelaskan kepada Neo tentang keadaannya yang cukup sulit itu.
" Om Edwin adalah teman Ibu, dan teman bisa selalu bersama, nanti Neo pasti juga punya teman yang bakal selalu bersama!" hiburnya dengan tujuan mengalihkan topik.
Membuat kedua mata cerah Neo membulat senang, " Really?"
Claire mengangguk, " Really!"
" Ye...aku mau pindah, aku mau punya teman yang tidak seperti Brandon!"
" Yee...sekolah baru!"
Neo berlari kesana-kemari seolah mendapatkan hal paling menggembirakan dalam hidupnya.
Tapi sejatinya, hati Claire sangat sedih. Apakah mereka akan terus seperti ini? Menghindar dari hal-hal yang di anggap buruk padahal sebenarnya ia bisa melawan.
Hanya rumput yang bergoyang yang tahu jawabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Erni Fitriana
🤣🤣🤣🤣dollar mleyotttttt
2023-06-01
1
M akhwan Firjatullah
emang y kena asam lambung muka bisa mleyot
2023-05-01
1
Rina Wati
menunggu waktu sada bertemu claire
2023-04-04
0