“Siapa kau sebenarnya?” Vlad mengulangi pertanyaannya dengan nada bicara yang terdengar jauh lebih dalam.
Namun, Altea tak juga menjawab. Dia hanya terpaku di ambang pintu. Tanpa Altea duga, Vlad meraih tongkat besi yang disandarkan dekat kursi roda. Vlad menggunakannya untuk berjalan mendekat kepada Altea, hingga mereka berdua saling berhadapan.
Baru kali ini, Altea memandang jelas wajah Vlad. Dia begitu terpana dengan pesona paras tampan pria berambut pirang tersebut. Mata biru Vlad tampak semakin berkilau, jika dilihat dari dekat. Hidungnya yang mancung, rahang tegas, serta dagu belah, menjadi satu perpaduan sempurna. “A-aku ….” Altea terbata.
“Sebutkan nama yayasan yang menjadi tempatmu bernaung!” sentak Vlad yang seketika membuyarkan lamunan Altea.
“Aku di … yayasan itu ada Hamburg,” jawab Altea gagap.
“Aku hanya ingin nama yayasannya,” desis Vlad penuh penekanan.
“I-itu ….” Altea memutar otak. Dia memikirkan nama apa saja yang sempat terlintas di benaknya. “Blumengarten (taman bunga). Yayasan Blumengarten." jawabnya. Nama itu merupakan tempat favorit mendiang sang ibu, ketika mengajak Altea kecil berjalan-jalan. Meskipun masih balita, tetapi dia sudah bisa mengingat dengan jelas saat ibunya memetikkan bunga Amaryllis, lalu menyelipkan kembang cantik itu di belakang telinga Altea. Satu kenangan indah terakhir yang dia lalui sebelum ibunya tiada.
“Aku belum pernah mendengar nama yayasan itu.” Vlad memicingkan mata. Ada keraguan besar dalam nada bicaranya. Sorot mata pria tampan tersebut, seperti mesin yang tengah memindai setiap inci wajah Altea. Vlad tengah berusaha mencari titik kebohongan, yang mungkin saja tersembunyi di balik paras cantik wanita di hadapannya.
“Itu yayasan yang baru saja dibentuk dan didirikan di pusat kota,” kilah Altea. Sebisa mungkin, dia menyembunyikan rasa gugup dan khawatir, agar Vlad tak merasa semakin curiga. Altea bahkan sempat menyunggingkan senyuman manis kepada pria tampan tersebut.
“Baiklah, Nona Miller,” ucap Vlad seraya mengangguk. “Kau boleh pergi,” ujarnya lagi dengan intonasi yang mulai melunak. Namun, tidak dengan sorot matanya yang masih setajam belati.
Altea mengembuskan napas lega. Tanpa banyak bicara, gadis itu segera berbalik. Tak lupa, dia menutup pintu kamar Vlad rapat-rapat. Altea menuruni undakan anak tangga dengan terburu-buru. Dalam hati, dia berdoa agar Vlad tak mencari tahu tentang nama yayasan yang dia sebutkan tadi, karena memang itu hanya sebuah nama fiktif.
Namun, apa yang menjadi harapan Altea nyatanya tidak terkabul. Di dalam kamar, Vlad sudah siap duduk di depan layar laptop. Alat elektronik itu baru dia ambil dari dalam lemari kecil yang terletak dekat jendela. Jemari Vlad bergerak lincah mengetikkan sesuatu pada keyboard. Tak berselang lama, pria rupawan itu tersenyum samar. “Sudah kuduga,” gumamnya seraya mematikan laptop.
Vlad kemudian memutar kursi roda yang selalu menjadi teman setia bagi dirinya. Pandangan pria tampan dengan t-shirt lengan panjang tersebut beralih pada nampan berisi makanan, yang menjadi menu santap siangnya hari itu. Dia sempat termenung sejenak, sebelum memutuskan untuk mendekat ke meja di mana nampan tadi berada.
Vlad mulai mencicipi makanan yang disediakan untuknya. Baru kali ini, dia benar-benar menikmati cita rasa masakan sang ibu. Aroma rempah serta tekstur makanan yang dia santap, begitu meresap ke lidah. Vlad menikmati setiap gigitan dalam mulutnya, sehingga dia mengunyah dengan tidak terburu-buru. Vlad ingin meresapi setiap suapan yang merupakan bukti kasih Elke.
Tiba-tiba, terbersit rasa sesal dan bersalah dalam hatinya. Selama ini, Vlad seringkali tak menyentuh hasil jerih payah Elke dan membiarkannya terbuang begitu saja.
Selesai makan siang, Vlad menghubungi Mykola. Tak membutuhkan waktu lama sampai asisten kepecayaannya itu menerima panggilan tersebut. “Tuan?” sapa Mykola dari seberang sana.
“Apa kau masih di Hamburg?” tanya Vlad datar.
“Ya, Tuan. Ada sedikit masalah di kantor perwakilan Anda di sini. Aku ….”
“Kupercayakan semua padamu,” potong Vlad sebelum Mykola menyelesaikan kalimatnya.
“Aku hanya ingin tahu, dari yayasan mana kau mengambil perempuan tak tahu diri itu.”
“Siapa? Nona Altea Miller?” Mykola balik bertanya.
“Siapa lagi?” sahut Vlad ketus.
“Oh.” Mykola tertawa pelan. “Aku menemukannya di Hamburg. Ada sebuah yayasan penyalur tenaga kerja yang kebetulan aku kunjungi,” jawabnya hati-hati.
“Kenap kau mencarikanku seorang pelayan?” tanya Vlad.
“Itu karena … karena aku hanya ingin agar anda memiliki seorang teman. Dengan begitu, Anda tak akan kesepian lagi,” dalih Mykola.
“Kau tahu bahwa aku sudah terbiasa sendiri,” bantah Vlad seraya berdecak pelan. “Aku hanya curiga kau hendak merencanakan sesuatu,” imbuhnya.
“Aku sama sekali tidak mengerti. Rencana seperti apa yang anda maksud?” Nada bicara Mykola dibuat setenang mungkin, walaupun sebenarnya, pria berambut gelap tersebut merasa begitu tegang. Dia sangat mengenal karakter Vlad dengan segala masa lalu pria itu.
“Aku hanya berpesan satu hal, jangan pernah mengkhianati kepercayaan yang telah kuberikan padamu,” desis Vlad semakin membuat sang asisten bertanya-tanya.
“Anda sangat memahami dan tahu segalanya tentang diriku. Aku tidak akan mungkin mengkhianati anda, tuan,” tegas Mykola.
“Kalau begitu, coba katakan. Di mana kau menemukan gadis itu?” desak Vlad. “Jangan berbohong, Mykola. Aku bisa membedakan orang yang sedang berkata jujur atau sebaliknya. Sama seperti aku yang mengenalmu dengan baik. Kau pun demikian padaku.”
“Tuan ….” Mykola menarik napas panjang, lalu mengempaskannya perlahan. Dia sadar, bahwa tak ada gunanya menyembunyikan jati diri Altea yang sebenarnya. Mykola pun tak ingin menempatkan diri dalam masalah, meskipun dia telah melakukannya dari semenjak pertama kali membawa wanita muda itu ke hadapan Vlad.
“Baiklah. Aku akan mengatakan yang sejujurnya.” Detail dan runut, Mykola mengungkapkan semuanya kepada Vlad, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Mykola membuka identitas Altea yang disembunyikan dalam beberapa hari ke belakang.
“Kau!” sentak Vlad menahan amarah yang hampir meledak. “Berani sekali kau bersikap kurang ajar! Kenapa kau menjadi gegabah begini, Mykola!” Vlad tak dapat berbicara dengan tenang.“Bisa-bisanya kau memasukkan pencuri ke rumahku! Apa karena keadaanku yang cacat, sehingga kau bisa berbuat seenaknya?” bentak pria itu lagi.
“Tolong dengarkan aku dulu, Tuan,” pinta Mykola berusaha menenangkan majikannya. “Aku melakukan itu demi satu alasan.”
“Aku tidak akan pernah mendengar alasan apapun yang kau utarakan. Itu sudah pasti sesuatu yang bodoh dan ceroboh! Aku tidak bisa menerimanya!” tolak Vlad tegas dan penuh penekanan. Pria itu benar-benar marah.
“Aku melihat sosok Nona Miller sebagai seseorang yang spontan dan tak takut apapun. Ada satu sisi dari dirinya yang entah kenapa membuatku yakin, bahwa dia bisa menemani anda melewati semua ini,” jelas Mykola. “Jujur saja, Tuan. Sebagai orang yang paling dekat denganmu, aku merasa sangat sedih. Anda sudah kehilangan semangat hidup. Anda bagaikan zombie. Tanpa emosi, tanpa keinginan. Sungguh, aku sangat menyesalkan hal itu. Terlalu banyak potensi dan kehebatan dalam diri anda yang terabaikan selama satu tahun terakhir ini.”
“Kau tak perlu mengasihaniku, Mykola. Hidupku memang sudah menyedihkan. Aku tak peduli lagi dengan apapun yang berhubungan ….”
“Tapi anda masih memiliki Nyonya Elke. Selama ini, dia berjuang merawat serta menyemangati diri anda agar kembali pada kehidupan yang sebenarnya. Tidakkah anda merasa kasihan padanya?” protes Mykola.
Vlad tak menjawab. Dia hanya mendengkus kesal. Ucapan Mykola memang benar adanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments