"Danur." ucap serempak Ans, Al, dan Ar.
Ketiga anak laki-laki itu juga tidak paham apa maksud dari kata tersebut. Apalagi mereka juga belum menemukan dalang dibalik si pengirim pesan. Satu persatu menceritakan bahwa setelah tidur ke tempat masing-masing. Tak seorangpun bangun meski sekedar untuk mengambil air.
Lalu, siapa yang mengirim pesan itu? Apalagi ponsel dari ketiga bersaudara laki-laki tergeletak di atas meja dekat Al istirahat yang berarti sudah dalam mode diam. Pertanyaan yang kian menumpuk rasa penasaran seketika buyar ketika dari arah luar kamar terdengar suara panggilan yang meminta mereka untuk keluar.
Rupanya Mama Delano hanya memanggil seraya mengetuk pintu, kemudian pergi menjauh dari depan kamar anak-anak. Suara langkah kaki yang menjauh membuat Al ikut beranjak dari tempat duduknya. Anak satu itu memberi kode tangan agar para saudaranya bergegas membersihkan diri.
Satu persatu meninggalkan kamar Ale tetapi mereka sepakat untuk menanyakan tentang DANUR pada si penjaga villa. Waktu yang singkat hingga akhirnya semua orang berkumpul di meja makan. Menu sarapan pagi yang cukup berat. Dimana ada nasi, sayur mayur serta lauk yang banyak terhidang di atas meja.
"Anak-anak, kalian harus makan banyak dan tepat waktu selama liburan. Jangan pikirkan pelajaran untuk kali ini, tapi jika memiliki tugas rumah tetap kerjakan! Paham?" Tatapan mata mengedarkan pandangan menatap Asn, Al, Ale, lalu Ar. Anak yang selalu menjadi kebanggaan keluarga.
Tuan Delano tampak serius seperti biasanya, membuat anak-anak serentak mengacungkan jempol memahami apa yang dia katakan. Rasanya lega bisa melihat kekompakan keempat bersaudara. Tiba-tiba sekilas masa lalu datang menyapa. Dimana ia bersama Bara, Aldo, dan Well juga saling menjaga satu sama lain.
Sentuhan tangan mengembalikan kesadarannya, "Aku baik, Istriku. Semoga Tuhan melindungi kebahagiaan keluarga kita. Aku tidak sabar melihat anak-anak tumbuh dewasa. Jujur saja kini perasaan orang tua jauh lebih besar hingga masalah yang ada tampak begitu kecil."
"Semua akan baik seperti harapan kita, Suamiku. Bukankah kalian sudah menemukan solusinya? Kami percaya bahwa kerjasama kalian sanggup mengakhiri permasalahan yang kini menjadi rasa takut di hati. Makanlah, Sayang." balas Nyonya Delano. Wanita itu berusaha membesarkan hati suaminya yang ia tahu tengah ditempa kegelisahan mendalam.
Diam bukan berarti tidak peduli. Kebiasaan Tuan Delano memang merenung sesaat untuk memastikan langkah yang diambil sudah tepat. Hal itu dilakukan karena sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab yang besar dan tidak bisa mentoleransi satu keraguan di hati.
Meski begitu, ia tetap mengedepankan musyawarah agar seluruh anggota keluarga bisa memberikan masukan. Hati dan pikiran setiap kepala, siapa yang bisa menebak? Tentu tidak ada, maka jalan satu-satunya adalah mendiskusikan tanpa mengedepankan ego. Apa yang diterapkan dalam sistem kekeluargaan adalah ajaran orang tua.
Sesi sarapan pagi berlangsung khidmat. Peraturan rumah masih sangat diterapkan seperti semua orang wajib hadir untuk makan bersama kecuali tinggal di beda rumah. Baik anggota dewasa atau anak-anak, mereka juga dibiasakan untuk makan secukupnya. Mereka juga membiasakan diri berkumpul bersama di ruang keluarga ketika akhir pekan.
Akan tetapi di villa memiliki taman belakang yang bisa digunakan untuk bercengkrama, membuat Tuan Delano mengumpulkan seluruh anggota keluarga seraya menikmati secangkir kopi atau coklat hangat. Anak-anak duduk di gazebo sedangkan orang tua memilih bangku taman yang terbuat dari kayu. Suara obrolan ringan mulai terdengar mewarnai pagi hari.
"Permisi, Tuuan, Nyonya. Saya mau pamit ke kota, apa ada yang ingin dipesan? Misal makanan atau minuman untuk menemani kehangatan keluarga." Si penjaga tampak sopan menawarkan diri sekaligus berpamitan pada tamu villa.
Tuan Barack melambaikan tangan pada putrinya, membuat Ale beranjak meninggalkan yang lain. Lalu bergelayut manja duduk dipangkuan sang papa, "Nak, mau mainan atau coklat? Pak Joko ingin keluar menuju ke kota."
"Wah, benarkah?" tanya Ale mengerjapkan mata. Lalu menoleh ke arah Pak Joko yang berdiri di belakang Papa Delano. "Pak, bolehkah kami ikut ke kota? Maksudnya aku dan saudara ku."
"Ale, Mama tidak mau kamu pergi tanpa pengawasan." Tatapan mata penolakan sang Mama langsung menciutkan harapan Ale, tapi usapan tangan kekar yang mengayomi mampu menenangkan hati.
Melihat sikap suaminya luluh. Nyonya Barack menghela napas kasar, "Ok, tapi jangan lebih dari dua jam meninggalkan villa. Pak Joko, tolong pastikan anak-anak aman dan jangan biarkan berkeliaran sendiri."
Senyum bahagia bersambut kecupan manis di pipi mewarnai pagi hari. Para orang tua memberikan izin anak-anak untuk ikut pergi bersama Pak Joko. Tanpa mereka sadari seulas senyum samar terbit di bibir hitam sang penjaga villa. Suara langkah kaki yang menjauh menghadirkan rasa kosong di hati yang entah kenapa terasa begitu.
Mama Geraldo memegangi dadanya yang mendadak terasa sesak tak enak hati, "Ka, semua akan baik-baik saja 'kan? Firasat ku ... maaf, tapi aku harus mencegah anak-anak pergi."
Langkah kaki Nyonya Geraldo secepat kilat beranjak meninggalkan taman, membuat yang lain ikut berlari menyusul. Sayangnya begitu sampai di depan villa. Mobil Jazz berwarna hitam sudah meluncur ke luar di jalanan bahkan hanya tampak body belakang saja. Mendadak emosi di dalam hati terhempas menyisakan kegelisahan mendalam hingga tangan kekar merengkuh tubuhnya.
"Tenanglah! Anak-anak aman dan aku akan menyusul mereka. Masuklah!" Kecupan hangat menyentuh kening Nyonya Geraldo, "Bara, bisa ikut denganku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ela Jutek
emm mencurigakan tu orang🤔
2023-04-05
1