Al yang memperhatikan segalanya meski diam mengambil ponsel dari tempat persemayaman. Lalu mengetikkan dua huruf pertama hasil permainan papan ouija di laman chat group chat whatsapp geng mereka yang bersambut suara dering notifikasi pesan masuk. Ar kembali membenarkan posisi duduknya, kemudian memeriksa si benda pipih yang tergeletak di sisi kanan tempat ia duduk.
Begitu juga dengan Ans, tapi tidak dengan Ale karena gadis satu itu tampak fokus ke arah lain. Tatapan mata lurus ke depan melewati belakang tempat duduk Ar yang memang ada di hadapannya. Kilauan cahaya emas tampak terbang di luar jendela karena tirai yang terbuka menunjukkan suasana luar ruangan.
"Kalian, lihat deh kesana!" Tangan gadis itu terangkat ke atas. Seketika mengalihkan perhatian semua saudaranya. "Aku mau hewan itu, please."
Tatapan mata memelas penuh harap, membuat Al menghela napas pelan. Jam dua belas malam tepat tapi Ale mengungkapkan permintaan yang cukup sulit untuk dikabulkan. Pasalnya ini sudah sangat malam dan jika orang tua mereka tahu. Bisa saja mendapatkan hukuman serentak.
Namun kilau cahaya kunang-kunang tak pernah meninggalkan rasa kecewa. "Ale, kita bisa tanya pak penjaga besok, tapi sekarang waktunya tidur. Jangan membantah! Ingat tubuh ini membutuhkan istirahat. Ans, Ar, permainan bisa kita lanjut besok. Ayo, tidur!"
Al yang selalu tenang. Ia tak pernah berusaha menjadi kakak paling dominan hanya saja, ketika melihat ada yang salah. Maka ia bertanggung jawab untuk mengingatkan serta membuat keputusan. Jika tentang umur tentu dia masih lebih muda setahun dari Ar, meski begitu ia putra pertama dari saudara pertama keluarga Wellington.
"See!" Ar membereskan papan permainan ouija, sedangkan Ans berinisiatif memotret kunang-kunang tanpa diminta.
Beberapa jepret kilatan flash dari kamera berhasil mengejutkan si cantik kunang-kunang hingga terbang menjauh dari depan jendela kamar. Wajah sendu Ale sedikit terobati berkat hasil pemotretan sang saudara. Keempat bersaudara itu memilih kembali ke tempat masing-masing.
Dimana Ale tidur di atas ranjang seorang diri. Sementara yang lain beristirahat di atas karpet bulu. Setidaknya cukup tebal apalagi menggunakan selimut lembut yang harum. Kesunyian malam kian menjelaga. Arak awan tak henti bergelung menghiasi cakrawala.
Hening yang menghantarkan ketenangan menyambut alam mimpi. Wajah lugu dengan mata terpejam anak-anak mengakhiri perdebatan mereka. Akan tetapi suasana di lantai bawah justru kian menegang. Dimana para orang tua tengah berkumpul mendiskusikan hal penting.
Raut wajah tegas, bibir diam terkunci, alis terangkat seraya mengepalkan kedua tangannya. Menghela napas panjang untuk kesekian kalinya. Sayang, seribu sayang tak mengubah penilaiannya terhadap pemikiran sang saudara ketiga. Apa keluarga tidak penting untuk diberi tahu sejak awal?
"Ka Delano, maaf tapi sungguh aku tidak bermaksud untuk mengejutkan kalian semua. Sebenarnya aku yakin pada diri sendiri bisa menyelesaikan masalah bisnis kali ini," Tuan Caldwell berjalan mendekati sang kakak. Ia tahu bahwa kakaknya tengah mencoba menahan amarah yang terpendam di hati.
Nyonya Geraldo menatap suaminya yang terlihat ikut kesal dan sedih. Bagaimana tidak? Keluarga Wellington mengedepankan kejujuran dan saling support tapi tiba-tiba saja Tuan Delano menerima ancaman dari nomor asing. Anehnya panggilan itu menyeret nama Tuan Caldwell, sang adik nomor tiga yang selalu menjadi wakil pimpinan di perusahaan.
Satu panggilan menjadi awal sidang dadakan hingga keluarga dikejutkan dengan pernyataan Tuan Caldwell. Dimana bisnis keluarga mereka tengah mengalami inflamasi sehingga membutuhkan dana tambahan untuk menstabilkan keadaan yang ada. Bukan hanya itu saja karena pria itu juga mengatakan alasan memilih pulau Jawa sebagai destinasi liburan kali ini.
Seorang Tuan Caldwell berharap bisa menemui beberapa klien yang memiliki cara ampuh untuk mengatasi semua masalah bisnisnya. Pria itu lupa tentang ketiga saudaranya. Meski di perusahaan sang CEO adalah Tuan Delano, tetap saja sang kakak memiliki pekerjaan lain sebagai dokter di sebuah rumah sakit ternama bahkan menjadi pemimpin dewan direksi.
Sama seperti profesi Tuan Barack yang juga sebagai seorang dokter, tapi posisinya masih di bawah sang kakak pertama. Sehingga setiap pria di keluarga Wellington saling berbagi tugas agar perusahaan keluarga yang menjadi warisan orang tua mereka tetap terurus dan bisa terus berkembang pesat.
Apa kesibukan menjadi alasan Tuan Caldwell menyembunyikan masalah perusahaan seorang diri? Bisa jadi, maka situasi kali ini bukan hanya kesalahan satu orang. Melainkan setiap orang memiliki andil yang sama. Lalu? Tentu harus diselesaikan secara bersama-sama tanpa saling menyalahkan satu sama lain.
Nyonya Delano mengulurkan segelas air seraya mengusap bahu suaminya, "Sayang, tenanglah. Jika kamu keras hati. Siapa yang akan mereka dengarkan? Para adik membutuhkan kakaknya. Ingatlah bahwa kalian ada untuk saling melindungi."
"Terimakasih, Istriku." Tuan Delano menerima minuman dari istrinya. Tanpa ingin mengurangi rasa kesal di hati, ia meneguk air yang meredakan rasa hausnya. Lalu kembali menghela napas pelan tetapi kali ini perasaannya mulai membaik.
Ditatapnya wajah menunduk sang adik yang berdiri di hadapannya. Rasa bersalah itu jelas sekali terlihat. Ia tak bermaksud untuk mengintimidasi hanya saja memang tindakan adiknya sudah melewati batas. Apalagi saat ini, mereka juga mengajak anak-anak. Jika liburan berubah menjadi urusan bisnis. Bagaimana perasaan anak mereka nanti?
"Aku mau semua rincian masalah perusahaan kita dan ya, pastikan tidak ada yang kamu tutupi lagi. Aldo, Bar, kalian berdua periksa siapa yang berani mengancam keluarga kita. Dan untuk para wanita pergilah istirahat!" putus Tuan Delano tak ingin diganggu gugat, membuat semua orang membubarkan diri tanpa kata permisi.
Sang kepala keluarga telah menetapkan keputusan pertama, membuat setiap anggota keluarga Wellington melakukan perintahnya tanpa keluhan. Ini bukan paksaan tetapi hanya tentang tanggung jawab bersama. Kepergian semua orang mengalihkan perhatian Tuan Delano.
Pria itu beranjak dari tempat duduk, lalu berjalan meninggalkan ruang tamu. Rasa sesak di hati membuatnya merasa tak tenang. Entah kenapa ada rasa takut berselimut kegelisahan yang begitu dalam. Tiba-tiba ia mengingat ucapan si pengancam. Aneh, tapi firasatnya benar-benar tidak enak.
Ditariknya tirai merah maroon ke samping kanan yang bersambut pemandangan gelap di luar sana. Halaman depan villa tampak hening, senyap tanpa ada tanda kehidupan bahkan rintik hujan semakin menambah kesan meneduhkan. Pemandangan langka yang seharusnya disyukuri, tapi hati tidak bisa berbohong.
"Aku kenapa sih? Anak-anak bahagia dengan liburan bersama. Delano, come on! Jangan berpikir aneh karena itu tidak baik. Singkirkan semua overthinking di kepala dan hatimu!" gumam Tuan Delano bermonolog pada dirinya sendiri.
Ketenangan seseorang tidak diukur dari seberapa besar masalah yang tengah dihadapi. Akan tetapi bagaimana tetap bertahan waras di tengah guncangan terpaan badai kehidupan. Yah, waras. Satu kata yang cukup jelas menyadarkan semua insan untuk tetap berdiri dikakinya sendiri.
Semilir angin dingin menerobos masuk menyapa para penghuni villa. Mereka yang terlelap maupun terjaga merasakan sentuhan lembut tak berwujud. Waktu kian berlalu berganti kicauan burung di luar sana. Secercah sinar mentari menyapa dunia yang penuh kehidupan nyata.
"Eeuughh," suara lenguhan manja terdengar pelan seraya merentangkan kedua tangan menyembul dari balik selimut. Hawa dingin benar-benar membuatnya tidur nyenyak.
Kelopak mata berbulu lentik perlahan terbuka. Warna putih selimut mulai diturunkan, "Pagi, semuanya. Jam berapa ya?" Tatapan matanya menelusuri dinding berharap menemukan jam yang bisa menjadi jawaban.
Dari dinding di depannya hanya ada pajangan lukisan, lalu beralih ke sisi kanan dimana sejajar dengan pintu kamar. Tidak ada jam dinding, justru pajangan anak panah beserta busur tampak memperindah dinding sisi kiri pintu masuk. Pikiran yang melayang mulai kembali berkumpul membuatnya mencari benda pipih di atas ranjang.
"Huft, akhirnya ketemu." Seulas senyum kemenangan tersungging menghiasi wajahnya.
Niat hati ingin melihat jam berapa, tapi tiba-tiba matanya mengerjap mencoba mencerna apa yang terjadi. Notifikasi pesan masuk di grup chat menarik perhatiannya. Hati terasa berdesir menghentikan rasa ingin tahunya. Sontak saja ia melompat dari atas ranjang. Lalu membangunkan semua saudara tanpa pikir panjang.
Kaget bukan main dengan pukulan pelan Ale yang mendarat di bahunya. Ar langsung memasang wajah kesal, sedangkan Ans masih saja menunggu jiwanya berkumpul kembali. Sementara Ans tak ambil pusing, ia memilih langsung membasuh wajahnya di wastafel agar bisa mendengarkan Si jutek adik terakhir.
Keempat bersaudara duduk bersama seperti semalam tapi kali ini bukan papan ouija yang menjadi pusat perhatian. Melainkan si benda pipih dengan merek sama tetapi beda warna saja. Apakah Ale membangunkan mereka hanya untuk mengamati ponsel masing-masing? Jika iya, tentu kurang kerjaan.
"...,"
Ale mengangkat tangan sehingga menghentikan Ar yang siap mengeluh atas tindakannya. "Akan kutunjukkan sesuatu pada kalian." Diambilnya benda pipih dengan casing blue sky yang tentu ponsel milik dia sendiri.
Satu tekan tombol, lalu menggeser icon layar hingga bisa mengakses aplikasi apapun. Akan tetapi Ale hanya menunjukkan melalui notifikasi yang tampak tiga pesan masuk ke grup chat mereka. "Apa ada pesan yang sama di ponsel kalian? Seperti yang aku terima."
Satu pertanyaan yang membuat ketiga anak laki-laki itu langsung menyambar ponsel masing-masing. Lalu ikut memeriksa, bahkan Al tak segan membuka laman chat grup mereka. Tiga pesan masuk yang cukup aneh. Dimana ia melihat pesan dari Ans, Ale dan Ar. Sementara ia tahu, semalam semua tidur dan tidak ada yang bangun hingga pagi hari.
Ans berusaha mengingat apa dirinya yang mengirim pesan tersebut. Sayangnya ia yakin tidak memegang ponsel setelah terbaring merilekskan pikiran agar bisa tidur dengan nyenyak. Begitu juga dengan Ar mencoba begitu keras untuk mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya.
Melihat ketiga saudaranya diam tanpa kata. Ia memilih membuka laman chat. Diamatinya lima huruf yang tertera dari mereka. "Danur." Ale merangkai kelima huruf menjadi satu kata yang asing di telinga dan pengetahuannya.
Apa itu danur?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ela Jutek
aroma yang emmm😝
2023-04-02
1
Seuntai Mimpi
😳 siapa tuh yg nge-chat 🤔
jangan jangan 😳
2023-04-02
1