Kelakuan Ar seperti anak kehilangan mainannya dengan kedua tangan sibuk memilah barang milik Ale. Tiba-tiba sebuah box berukuran sedang diangkat tinggi seraya berseru kegirangan membuat tiga saudaranya saling pandang keheranan.
"Ans, kamu tidur saja! Jangan pedulikan Ar, kita tahu anak itu pasti gadang main game lagi." pinta Al dengan bijak karena ia ingat keadaan Ans memang tengah kurang fit, sedangkan Ale bergegas menghampiri Ar.
Gadis satu itu langsung merebut kotak dari tangan saudaranya. "Gara-gara ini, kamu berantakin tasku. Beresin! Enak saja mau main kabur."
Ale memang anak perempuan satu-satunya tapi jangan salah. Diantara keempat bersaudara itu, justru yang jago beladiri ya dia. Si jutek yang bisa dibilang tidak suka dirusuhi. Apalagi digangguin, bisa kena bogem mentah tinju dada. Sakitnya pasti bukan main, meski tangan yang digunakan selalu dirawat bahkan terasa lembut.
Suka, tak suka. Ar hanya bisa ngedumel sembari memasukkan barang milik Ale ke tas ransel kembali. Sesekali mendapat teguran saudara perempuannya itu karena salah posisi meletakkan barang. Pemandangan yang terjadi di kamar utama membuat Al dan Ans hanya bisa menahan diri untuk tidak ikut campur.
Kedua anak itu paham benar bahwa tindakan Ar memang lah tidak baik. Menghargai satu sama lain merupakan sebuah kewajiban tanpa paksaan. Mereka dididik untuk bisa menghormati sesama manusia, bahkan orang tua tak segan memberikan sanksi yang pantas agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Namun setiap manusia yang terlahir ke dunia memiliki sifat, sikap serta karakter masing-masing. Sehingga ada kata belajar memahami satu sama lain. Apalagi sebagai saudara. Begitu juga dengan geng trouble maker A. Apapun yang terjadi tak mengubah kenyataan, dimana mereka saling menyayangi.
Sepuluh menit kemudian, kotak dikembalikan pada sang pemilik dengan pertukaran tas ransel kulit berwarna hitam kesayangan Ale. "Ar, Ar. Ngapain naruh kotak di tas ku? Apa jangan-jangan kotak punya Mama atau Papa? Kalau iya, awas saja sampai bawa namaku."
"Cantik, tapi jutek. Ale, kamu tuh, bisa gak kalem sedikit jadi perempuan? Lagian ini kotak sengaja aku taruh di tasmu. Kita duduk disana saja, ayo!" Ar langsung menarik tangan saudarinya hingga membuat gadis itu tersentak, "Al, Ans, kalian juga ikut!"
Keras kepala adalah sifat Ar yang paling mendominasi dan ketiga saudaranya tidak pernah beranggapan hal itu sebagai pemaksaan. Satu sama lain selalu berusaha untuk memahami kekurangan dan juga kelebihan masing-masing. Maka mereka memiliki team kompak yang solid.
Ans, Ar, Al dan Ale duduk melingkar di atas karpet bulu berwarna coklat dark. Kotak yang menjadi pusat perhatian akhirnya dibuka oleh Ar. Si jabrik memperkenalkan sebuah permainan yang tampak asing tetapi familiar dengan namanya.
"Pas Papa bilang kita bakalan liburan di Indonesia. Teman sekelas ku bilang banyak tantangan yang bisa kita coba dan ini salah satunya. Papan Ouija. Pasti kalian tahu apa kegunaannya. Iya 'kan?" Ar memastikan papan permainan yang berada di tengah sudah benar posisinya.
Al menggelengkan kepala, ia berniat beranjak dari tempat duduknya. Hanya saja masih ditahan Ans yang memegang lengannya, "Guys, come on! Papan Ouija sangat tidak baik untuk dimainkan. Ingat ya, disini kita tamu sementara waktu. Please ...,"
"Ck, Al bilang aja kalau kamu takut. Kita bisa main sendiri. Jangan ngomporin yang lain, ya!" Sela Ar tak ingin kehilangan kesempatan.
Selama di rumah hanya ada sesi kegiatan belajar atau melakukan kegiatan lain seperti les seni dan juga ikut ekstrakurikuler. Rutinitas harian yang sangat membosankan. Apa salah jika ingin menikmati waktu dengan bermain hal di luar kebiasaan? Tentu tidak. Yah itulah yang ada dipikiran Ar.
Situasi mulai menegang, membuat Ans berdehem. "Jangan mulai gaduh! Nanti ortu kita datang lagi. Gini aja, kita main cuma sekali tapi habis itu tidur. Deal?"
Uluran tangan Ans langsung disambut Ale, lalu Ar. Sementara Al tampak begitu malas ikut meletakkan tangan di atas telapak tangan Ar, kemudian mereka duduk dengan posisi yang benar setelah sepakat memainkan papan ouija sebagai bentuk dukungan sesama saudara.
Papan Ouija adalah papan permainan anak-anak yang mulai dan dikenal pada Abad ke-19. Saat itu, Ouija dikenal sebagai papan yang bisa berbicara. Di negeri Paman Sam, permainan ini menjadi populer. Apalagi di Amerika Serikat kala itu tingkat kepercayaan terhadap hal mistis masih tinggi.
Ouija diklaim sebuah papan yang bisa berkomunikasi dengan orang-orang terdekat yang sudah meninggal. Tak ayal, papan ini juga dikenal sebagai papan roh. Di permainan ini, para pemain diminta meletakkan jari-jari di sepotong kayu berbentuk kecil yang biasa disebut planchette.
Antara percaya dan tidak, permainan papan ouija akhirnya dimainkan keempat bersaudara. Jemari yang saling bersinggungan satu sama lain diletakkan ke atas papan planchette. Suasana kamar yang hangat mulai terasa senyap dan engap. Hembusan semilir angin teramat pelan hingga berdesir menyusuri helaian rambut.
Bulu kuduk meremang tapi tidak terjadi apapun. Semua baik-baik saja selama dua menit pertama permainan dimulai dan itu membuat Al menghela napas lega. "Sudah, ya. Lihat! Pukul dua belas malam kurang sepuluh menit. Kita harus istirahat ...,"
"Eh, lihat! Jariku gerak sendiri." ucap Ans sedikit ketakutan dan terkejut dengan apa yang ia alami.
Sontak saja semua mata fokus menatap papan ouija. Benar saja, jemari Al memang bergerak hingga membentuk sebuah huruf. Ar yang antusias dengan semangat mengucapkan huruf pertama bahkan anak satu itu masih mengerjap. Apa ia masih tidak percaya?
"D." kata Ar menyebutkan huruf pertama, tiba-tiba jemarinya ikut bergerak. Hanya saja sensasi dingin di sekitar tubuhnya seketika membangkitkan bulu kuduk.
Entah kenapa seakan ada yang memeluknya dari belakang. Lirikan mata mencoba memindai area sekitarnya, tapi nihil. Lalu aliran hangat yang terasa menyentuh punggungnya datang dari mana? Sentuhan tangan Ale langsung mengejutkannya hingga terhuyung ke samping membuat Ans sigap memegangi bahu sang saudara.
"Ada apa, Ar? Are you okay?" tanya Ans agak cemas melihat rekasi Ar yang tampak kebingungan. Ia tahu apa yang dirasakan Ar karena sudah mengalaminya terlebih dulu. "Kita sudahi permainan ini ...,"
"Jangan! Aku gak papa. Apa kalian lihat huruf yang dibentuk jariku?" Ar mencegah permainan dihentikan. Hati ingin menurut apa kata Ans, tapi pikirannya masih penasaran dengan apa yang barusan di alami secara sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Seuntai Mimpi
Ar, nekad bener kamu itu.
2023-04-02
1
Ela Jutek
Ar mah aneh" wae
2023-04-02
1