Amanda merasa gusar karena orang tuanya selalu menanyakan apakah ia dan Justin sudah intens berkomunikasi.
Apakah mereka sudah pernah bertemu lagi setelah makan malam itu?
Amanda terpaksa berbohong. Ia mengatakan kalau mereka belum sempat bertemu lagi karena kesibukan keduanya.
Amanda juga mengatakan pada orang tuanya kalau Justin adalah pria yang giat bekerja sehingga libur sehari saja enggan dilakukan Justin.
Amanda melakukan panggilan video dengan seorang pria yang berada di desa di sebuah kota yang lumayan jauh dari Jakarta.
"Manyun aja bibirnya, Neng?" Sapa pria itu saat melihat wajah murung Amanda untuk yang pertama kalinya.
"Aku lagi galau, Mas." Adunya manja. Bibirnya cemberut dan wajahnya tampak lesu.
"Kenapa? Merindukan pacar, ya?"
Amanda mengangguk. "Pacarku jauh banget. Mau ketemu saja harus menghabiskan banyak uang."
"Dia juga sibuk mengurus sayuran yang dia rawat seperti anak sendiri."
"Hahahah..." Pria bernama Azam itu terbahak.
Ia memang menggeluti bisnis dibidang pertanian. Ia mengelaloh puluhan hektar lahan keluarga dan juga membantu masyarakat sekitar dengan melakukan penyuluhan dan membantu memasarkan hasil kebun. Tujuannya adalah agar masyarakat menjadi petani yang cerdas dan mendapat harga jual terbaik dari hasil pertaniannya.
"Maaf ya, Neng cantik. Mas belum bisa menemui kamu. Sibuk sekali disini."
"Aku mau cerita, Mas." Azam berubah serius saat tahu Amanda ingin bicara hal penting.
"Cerita saja. Bukankah kita ditakdirkan bersama untuk berbagi keluh kesah, kebahagiaan, kesedihan, suka dan duka?"
"Ayah menjodohkanku!"
Azam terkejut. "Dengan siapa, Manda?"
"Dengan anak teman ayah, Mas."
"Jadi, kamu mau?"
Manda menggeleng. "Ya enggak, Mas. Aku kan cintanya sama kamu."
Azam tersenyum lebar. Ia menghembuskan nafas lega karena Amanda benar-benar mencintainya.
"Lalu, kamu menolaknya?"
Amanda menggeleng lagi sehingga membuat Azam bingung.
"Kamu gak mau, tapi kamu juga gak menolak, Sayang?"
"Bukan gak menolak, Mas. Tapi, lebih tepatnya aku gak bisa menolak."
Amanda menceritakan semuanya pada Azam. Baik itu mengenai malam pertemuan mereka dan saat ia bertemu dengan Justin kemarin siang.
"Aku akan menemui ayah kamu, segera."
"Kamu mau apa, Mas?" Tanya Amanda khawatir karena kemarin jelas-jelas ayahnya mengatakan tidak akan memberi restu jika ada pria lain yang melamarnya.
"Tentu untuk melamar kamu!"
"Sudah ku bilang, ayah gak akan menerima kamu ataupun orang lain."
"Aku belum mencobanya, Manda! Jadi, jangan putus asa duluan!"
"Siapa tahu ayah akan berubah fikiran setelah melihatku yang lebih tampan dari si Justin itu."
Amanda tertawa. Ini yang ia sukai dari Azam. Pria itu selalu memberikan energi positif padanya. Selalu berprasangka baik dan mengajarkan padanya untuk tetap berusaha meski kemungkinan untuk berhasil sangat kecil.
Azam juga tipe pria yang mudah sekali membuatnya tertawa. Pria itu lucu, dan terkadang sangat bijak.
Azam seperti abang, teman dan kadang seperti teman berantem. Azam memberinya warna baru dalam hidup.
Azam tidak pernah marah padanya meski hingga kini ia belum siap mempertemukan pria itu dengan keluarga besarnya. Azam dengan sabar menunggu hingga saatnya tiba.
Namun, saat itu belum tiba, ia malah mengadu pada Azam kalau ia sudah dijodohkan. Ia bisa membayangkan sesakit apa perasan Azam. Tapi, yang ia lihat hanya wajah ceria dan tawa riang. Ia tahu dibalik itu semua, Azam sedang bersedih.
"Manda...." Suara ibunya terdengar dari luar kamar. Wanita itu memanggilnya sambil mengetuk pintu.
Ia memang memakai headset selama melakukan panggilan video dengan Azam sehingga suara pria itu tidak terdengar oleh orang lain.
Amanda membuka pintu. Panggilan video itu terpaksa ia akhiri.
"Ada apa, Bu?"
"Justin ada di depan."
Amanda melongo. "Ju-justin?"
"Iya..." Dahlia tertawa. "Kenapa terkejut begitu?"
"Ibu lihat dia bawa bungkusan. Seperti paperbag dari toko kuenya bu Kamila."
Amanda mengerti sekarang. Pasti Justin disuruh oleh Mamanya untuk mengatar kue itu karena siang tadi, calon mertua yang tidak ia harapkan itu menanyakan kue kesukaannya.
Ia menjawab apa saja, karena dia bukan tipe orang yang memilih-milih makanan.
"Ada apa?" Tanyanya sambil melirik ke arah dalam, takut ayah dan ibunya mendengar sapaannya yang cenderung ketus.
"Pesanan kamu!" Justin melirik kearah paperbag diatas meja.
Amanda duduk dan jarak mereka hanya selebar meja itu.
"Bukan aku yang pesan. Tapi, tante Kamila yang memberikannya."
"Jangan sok akrab dengan mamaku. Kamu tahu, kita hanya sedang php-in mereka."
"Ssst!"
"Ngomongnya jangan terlalu keras! Ibu sama ayah bisa denger, Justin!" gumam Amanda dengan merapatkan giginya.
"Bodo amat!" balas Justin acuh.
"Ih!" Amanda kesal.
"Pulang sana!" Usirnya.
"Ini juga mau pulang."
Justin mengarahkan ponselnya dan memotret Amanda. "Sebagai bukti kalau kue sudah sampai ke tangan kamu."
Amanda mengerutkan kening. "Kurir paket saja gak segitunya."
"Jangan kepede-an. Ini perintah mama. Aku sih ogah menyimpan foto jelek kamu!"
Justin masuk ke dalam mobil dan segera pulang. Pria itu tetap berpamitan pada orang tua Amanda seperti calon mantu pada umumnya.
"Kenapa Justin buru-buru sekali, Nak?"
"Dia ada pekerjaan penting ayah!"
"Malam-malam begini?" Tanya Faiz.
"Ya, seperti itulah jadi pebisnis, ayah! Siang malam bekerja demi bisa menggaji karyawan."
"Ya kan, Bu?" Amanda bertanya pada wanita yang sedang membongkar isi paperbag itu.
Dahlia mengangguk. "Kita yang cuma pegawai saja sering bekerja sampai malam, Yah! Apalagi saat mendekati akhir semester."
"Iya, tapi ayah salut melihatnya. Masih muda, pekerja keras pula. Sangat cocok menjadi suami kamu, Manda."
Amanda angguk-angguk saja. Sandiwara ini harus terlihat sempurna meski ia ingin sekali mun-tah saat mendengar ayahnya memuji Justin.
Seandainya ayahnya tahu kalau Azam juga pekerja keras, rajin beribadah, dan juga punya rasa kepedulian yang besar terhadap sesama, pasti posisi Justin di hati ayahnya langsung tergeser.
Sayangnya, ia terlalu takut mengenalkan Azam pada ayahnya. Hanya karena ia backstreet selama ini, ia jadi kehilangan kesempatan untuk mendekatkan Azam pada keluarganya.
Mas Azam, semoga ayah bisa menerima kamu saat kamu datang nanti. Jika ayah menolak kamu, aku gak tahu lagi bagaimana nasibku selanjutnya. Apakah aku akhirnya akan menikah dengan Justin atau aku lebih baik pergi dari rumah? Ah, aku gak sedurhaka itu. Ayah dan Ibu merawatku dari kecil. Masa iya, aku lebih memilih kamu yang baru ku kenal beberapa tahun terakhir. Batin Amanda.
Amanda melihat wajah orang tuanya bergantian. Senyum mereka sesekali muncul saat keduanya menilai rasa kue yang dikirim oleh calon besan mereka.
"Setelah menikah nanti, kamu wajib belajar buat kue seenak ini, Manda!"
Amanda yang sedang melamun seketika kembali terseret ke dunia nyata. Ia mencebikkan bibir.
"Doakan saja, Bu. Jadi, Manda bisa meniru resepnya dan membuka toko kue Manda sendiri."
"Anak ayah sudah belajar jadi mantu kurang ajar, Ayah!" Dahlia tertawa. Ia tahu, putrinya sedang bercanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Andi Sayyid
lanjut
2023-04-08
1
Andi Sayyid
jodoh tak ada yang tahu
2023-04-08
2
Andi Syafaat
tetaplah berusaha meskipun hasilnya tidak sesuai yang kita inginkan
2023-04-08
3