Sampai malam hari tiba, Regina tidak ada lelahnya menari dan bergoyang di atas tubuh kekar Anggara. Entah apa yang ingin ditunjukan Regina pada suaminya itu?.
Hampir pukul sepuluh malam, baru lah Regina untuk kesekian kalinya mencapai nirwana. Tubuh mulus Regina bermandikan penuh kenikmatan, lalu dia menyambar handuk untuk mengelap seluruh tubuhnya.
"Kenapa sayang?. Apa permainan ku sudah tidak selincah dulu?." Tanya Regina menangkap ada ketidakpuasan dalam raut wajah Anggara.
"Kau tetap selincah dan semenarik dulu Baby. Hanya saja mungkin karena aku lelah." Jawab Anggara menjadikan kedua tangannya sebagai bantalan untuk kepalanya.
"Bukan karena kau sudah meniduri istri muda yang masih bau kencur itu kan?." Tanya Regina penuh selidik, sampai wajah mereka begitu dekat.
"Bukan Baby, ini karena aku sangat kelelahan. Perjalanan Jakarta, Batam kemabli lagi Jakarta." Anggara mengelus punggung Regina yang masih sedikit basah karena keringat.
"Kau tidak sedang membohongi ku, kan?." Regina menaruh wajahnya di dada bidang Anggara. Keduanya saling menatap.
"Tidak ada yang bisa aku sembunyikan dari kau, Baby?." Anggara menarik tengkuk Regina sehingga mereka berciuman.
Meski jauh dari hati kecil Anggara, Diandra perlahan memiliki tempat tersendiri di sana.
"Kapan kau akan memperkenalkan wanita itu pada ku?. Kenapa dia mau memberikan anaknya untuk kita nanti?. Memangnya berapa nominal yang kau berikan untuk wanita itu?." Cecar Regina yang tiba-tiba ingin tahu siapa madunya.
"Kau tahu bukan?, kalau aku paling tidak suka membicarakan orang lain saat kita berdua. Nanti juga kau akan tahu dan bisa menemuinya kalau dia sudah mendekati persalinan. Karena bayinya akan langsung berpindah tangan pada kau, Baby." Anggara belum ingin membuka tentang Diandra pada Regina. Terlebih Morgan begitu menyukai Diandra. Anggara ingin memastikan posisi yang aman untuk Diandra.
Regina mengangguk menyetujuinya. Asalkan dia sudah memiliki anak bersama Anggara, semua masalahnya bisa teratasi. Meski anak itu bukan dari rahimnya sendiri.
Sementara itu di lain tempat, Diandra sedang berada di kamar sang Mama. Karena ada yang ingin dibicarakan oleh Mananya.
"Mama sudah mendaftarkan kau untuk kuliah di Amerika?. Karena Mama harus menyelesaikan beberapa proyek besar di sana."
"Amerika?." Diandra mengulangi perkataan Mamanya.
"Iya, Mama sudah mengurus semuanya. Nanti kau akan berangkat diantar Paman Usman."
"Paman Usman?." Lagi-lagi Diandra mengulangi perkataan sang Mama.
"Kalau di sini memangnya kenapa, Ma?. Di sini ada Paman Usman yang selalu menemani ku?." Tanya Diandra, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Mamanya jika dia sampai tahu pernikahan rahasia ini?.
Diandra mengacak rambutnya, dikala Mamanya tidak menjawab apa yang ditanyakan olehnya.
"Ma?."
"Apa, Di?."
"Kalau di sini memangnya kenapa?."
"Karena Mama ingin kau melanjutkan usaha dan bisnis yang sudah Mama bangun. Jadi kau harus benar-benar siap dan mandiri!. Kau akan cepat belajar jika kuliah di sana dan dekat dengan pekerjaan Mama."
"Iya kan kuliah di sini juga bisa, Ma?."
"Tidak, Di!. Untuk kuliah kau harus ikut apa kata Mama. Dan keputusan Mama sudah bulat. Jadi Mama tidak mau mendengar penolakan dari mulut kau lagi!."
Diandra segera keluar dari dalam kamar sang Mama tanpa mengatakan apa pun. Karena otaknya sudah tidak bisa diajak untuk berpikir lagi.
Bugh
Diandra membanting tubuhnya ke atas kasur, Rini yang sudah tertidur pun harus terbangun dengan guncangan kuat akibat tubuh Diandra.
"Ada apa, Di?. Rini mengucek kedua matanya sambil beringsut duduk.
"Mama, Rin!. Mama sudah menyiapkan semua kepindahan ku ke Amerika setelah sekolah berakhir." Diandra tengkurap sambil memangku dagunya.
"Ko bisa?." Rini mendekatkan tubuhnya dan menatap Diandra.
"Ternyata Mama begitu mengharapkan ku untuk menjadi penerusnya?. Ini sungguh di luar ekspektasi ku, Rin." Diandra membalik posisi tubuhnya hingga menjadi telentang dan menatap langit-langit kamarnya.
"Kau minta pisah saja pada Anggara?, secara kan baru beberapa hari ini. Lagian kau belum menyerahkan semuanya pada dia, kan?. Anggara belum meminta haknya, kan?." Diandra menggeleng lalu menutup wajahnya.
"Bagus kalau belum." Lanjut Rini melihat pergerakan Diandra.
"Semuanya sudah terlambat, Rin. Kalau aku harus minta pisah dari Anggara, karena kami sudah melakukanya." Diandra membuka wajahnya lalu menatap Rini yang begitu terlihat shock.
Rini terdiam, mencerna pengakuan Diandra yang memang tidak ada salahnya. Sebab pernikahan itu sendiri terjadi karena Anggara yang ingin segera memiliki anak. Makanya dia segara meniduri Diandra supaya Diandra cepat hamil.
Tapi sekarang jalannya tidak lagi mudah, ketika Tante Mona yang dianggap mereka tidak perhatian dan kurang punya waktu untuk Diandra, putri semata wayangnya. Justru sudah mempersiapkannya dengan sangat matang. Bahkan sampai tempat kuliah pun Tante Mona sendiri yang sudah memilihnya.
"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan?." Tanya Rini setalah terdiam beberapa menit karena melamun.
"Aku akan bicara pada Anggara, setelah itu baru aku tahu langkah apa yang akan aku ambil." Jawab Diandra.
"Besok lagi berpikirnya, Rin. Sekarang kita tidur, aku ngantuk banget."
"Kau masih bisa tidur, Di?. Disaat ada masalah besar seperti ini?." Tanya Rini yang melihat Diandra sudah memejamkan matanya.
"Di, Di, Diandra..." Rini menggoyang pelan tubuh Diandra. Tapi rupanya Diandra memang sudah tidur. Kemudian dia pun ikut merebahkan tubuhnya di samping Diandra dan langsung memejamkan matanya. Melanjutkan kembali tidur yang sempat terganggu oleh Diandra.
Mama Diandra sudah pergi lagi dengan membawa koper kecilnya di saat masih pagi buka. Tapi dia sudah menyiapkan sarapan untuk kedua gadis yang belum bangun itu beserta memo yang ditinggalkannya.
Rini dan Diandra yang sama-sama terbangun, karena suara ketukan yang begitu nyaring pada daun pintu kamar Diandra.
"Tumben Mama pakai acara ketuk pintu?. Biasanya juga langsung masuk aja." Diandra menaikan lagi selimutnya sampai menutupi wajahnya.
Tapi suara ketukan itu semakin kencang ketika dari mereka belum ada yang bangun dan keluar dari kamar.
Rini dengan sangat terpaksa bangun dan beranjak dari tempat tidur untuk membuka pintunya.
"Anggara?." Mulut Rini menganga ketika pria yang menjadi suami sahabatnya itu sudah berdiri di depan pintu kamar Diandra. Karena Rini mengerti, akhirnya Rini keluar dari kamar Diandra dan segera menuju ruang tengah.
Anggara mengunci pintu kamar Diandra, karena tidak ingin kegiatan pagi ini terganggu oleh siapa pun.
Anggara melepaskan semua pakaian tanpa sisa. Merangkak naik ke atas tempat tidur di mana sang istri masih betah dengan selimut tebalnya.
"Selamat pagi..." Bisik Anggara sambil menyibak selimut tebal itu lalu mendaratkan kecupan kecupan kecil pada bibir Diandra.
"Emmm...emmm..." Diandra memicingkan matanya karena aroma wangi tubuh dari suaminya begitu menusuk indra penciumannya.
"Anda?." Diandra begitu terkejut kala mendapati tubuh sang suami sudah tanpa busana.
"Tutup tubuh anda!. Ada Rini di kamar ini!." Serunya sambil membungkus tubuh atletis Anggara.
"Rini sudah keluar dari tadi, makanya aku berani pada istri ku." Anggara menurunkan selamat tebal itu lalu menurunkan tali tank top Diandra sehingga buah dadanya terlihat begitu menantang.
"Eugh..." Belum apa-apa suara desah Diandra sudah terdengar kala bibir Anggara menyentuh ujung buah dada Diandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
kaname senpai
ko bisa ya laki laki,malam dengan istri tua pagi nya dengan istri muda.pastilah dalam hati nya milih yg lbih muda.
2023-12-24
1
susi 2020
😘🔥🔥😍🥰🤩
2023-09-24
0
susi 2020
😘😘🔥🔥🔥
2023-09-24
0