Malaikat tak Bersayap

Ingga terbangun mendengar adzan subuh berkumandang. Ia bangun dari tidurnya dan mulai mengumpulkan kesadarannya. Setelah itu ia beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ingga mulai melaksanakan shalat subuh. Setelah selesai ia kembali merebahkan dirinya karena memang hari ini hari sabtu jadi sekolah libur.

Ingga kembali melanjutkan tidurnya. Ia berniat untuk bangun saat matahari terik. Biasanya di hari libur ia akan pergi ke Panti asuhan untuk menemui Ibu Laras dan menjenguk keadaan anak-anak Panti.

Mata Ingga mengerjap, ia terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi.

Ingga merenggangkan otot-ototnya yang kaku, setelah itu ia bergegas mandi. Tak membutuhkan waktu yang lama Ingga akhirnya keluar dari kamar mandi dengan handuk yang membelit di bagian pinggangnya. Tubuh Ingga sangat bagus karena selain sering mengangkat karung-karung beras Ingga juga sering berolahraga. Dengan rambutnya yang basah menambah tingkat ketampanan yang Ingga milik.

Ia segera memakai pakaian santainya. Setelah merasa rapih, Ingga bersiap untuk pergi ke Panti asuhan.

......................

Cukup jauh Ingga berjalan sampai akhirnya ia sampai di Panti Asuhan Sayap Ibu. Ia melangkah masuk tujuannya untuk menemui Ibu Laras.

"Permisi Bu, apa Bu Laras hari ini ada di Panti?" Tanya Ingga pada salah satu pengurus di Panti itu.

"Iya ada nak. Beliau sedang ada di ruang dapur. Kalau ingin bertemu silahkan." Jawab Ibu itu ramah.

Ingga mengangguk lalu mengucapkan terima kasih. Ia beranjak ke dapur untuk menemui wanita hebat yang telah membesarkannya selama ini.

Dilihatnya di arah pintu yang terbuka sosok Ibu Laras yang tengah sibuk memasak. Ingga berniat untuk mengejutkan Ibu Laras. Ia berjalan mengendap mendekat ke arah Ibu Laras yang tengah membelakanginya.

"Assalamu'alaikum Bu." Ingga berucap pelan di belakang punggung Ibu Laras.

Mendengar suara yang begitu familiar di telinganya, Ibu Laras segera membalikkan badannya melihat ke arah pemuda tampan yang sudah lama ia nantikan kehadirannya.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Ibu Laras langsung meraih tubuh tegap Ingga. Ia dekap tubuh itu dengan hangatnya sembari mengusap lembut punggung seorang anak yang telah ia rawat selama ini. Cukup lama mereka berpelukan saling melepas rindu. Ibu Laras perlahan melepas dekapannya. Ia memegang kedua bahu Ingga dengan senyumnya yang tak pernah berubah di mata Ingga.

"Nak, kamu akhirnya kemari, Ibu sudah sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu selama ini?" Ucap Ibu Laras dengan harunya.

"Aku sehat Bu. Maaf aku baru bisa menemui Ibu. Aku sibuk sekolah dan bekerja jadi tidak memiliki banyak waktu."

"Bagaimana keadaan Ibu? Ibu baik-baik saja kan." Tanya Ingga sambil menatap wajah teduh milik Ibu Laras.

"Ibu baik nak. Apalagi dengan kedatanganmu hari ini, Ibu jadi merasa lebih baik." Kata Ibu Laras dengan penuh semangat.

Ingga ikut bahagia melihat senyum yang meneduhkan itu. Senyum yang selalu membuat Ingga merasakan hangatnya kasih sayang seorang Ibu.

"Nak, kamu duduk dulu saja. Ibu sedang memasak nanti kita makan bersama-sama. Kamu belum makan kan." Ucap Ibu Laras begitu perhatian.

"Biar aku bantu Bu. Aku bukan anak kecil lagi. Lihatlah, aku sekarang sudah lebih tinggi dari Ibu." Ucap Ingga dengan bangganya.

Ibu Laras terkekeh mendengar penuturan Ingga.

Ya, kau sudah tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan cerdas. Semoga kau selalu diberikan kebahagiaan nak. Batin Ibu Laras berharap.

"Ya sudah kalau kamu mau membantu. Kamu bantu siapkan piring dan sendok saja ya. Bawakan ke depan." Kata Bu Laras lalu Ingga pun mengangguk patuh.

Bu Laras kembali melanjutkan memasaknya dengan Ingga yang mulai sibuk menata piring. Setelah semuanya selesai para anak Panti dipanggil untuk makan bersama. Ada sekitar 35 anak yang tinggal di sini. Sebagian dari mereka ada yang di adopsi oleh keluarga yang ingin memiliki seorang anak.

Ingga menyapa para anak Panti. Melihat kedatangan Ingga ke Panti membuat mereka menjadi sangat antusias. Walaupun sangat jarang Ingga berkunjung ke Panti, tapi mereka sudah sangat akrab dengan Ingga. Itu karena tiap Ingga mengunjungi mereka ia pasti akan mengajak mereka bermain bersama.

Suasana makan siang yang begitu ramai itupun selesai. Cukup lama ia mendengarkan anak-anak Panti bercerita tentang keseharian mereka. Sesekali Ingga menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan padanya.

"Kak Ingga sudah punya pacar belum? Kalau kakak punya nanti ajak pacar kakak ke sini ya. Nanti kita bermain bersama." Pertanyaan dari salah satu anak itu sedikit mengusik pikiran Ingga.

Bagaimana ia mempunyai kekasih. Sedangkan ia sendiri menjauh dari yang namanya wanita. Status Ingga yang selalu menahan dirinya ketika ingin mendekati seorang wanita.

Sudah cukup lama ia bermain dengan para anak Panti. Akhirnya ia meminta izin untuk pergi menemui Ibu Laras. Ada sesuatu hal yang harus Ingga bicarakan.

Ingga berjalan ke arah ruangan milik Ibu Laras. Setelah sampai di depan ruangan Ibu Laras, ia melihat pintunya yang sedikit terbuka. Ingga mengetik pelan pintu tersebut.

Tok... tok... tok...

"Bu, apa aku boleh masuk?" Ucap Ingga di ambang pintu.

"Masuk saja nak. Ibu sedang merapihkan baju." Kata Ibu Laras memberi izin.

Ingga perlahan membuka pintu sedikit lebih lebar. Ia melangkah masuk mendekat ke arah Ibu Laras yang tengah duduk di atas tempat tidurnya sembari melipat baju.

"Duduklah nak." Ucap Ibu Laras ketika melihat Ingga yang sudah berdiri tegap di hadapannya.

Ingga menurut, ia duduk di hadapan Ibu Laras. Ia mendongak menatap wajah teduh itu.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan Ibu. Mengenai tentang orang tuaku." Ucap Ingga lirih.

Ibu Laras seketika menghentikan kegiatannya. Ia menatap Ingga yang berada di bawah. Ia tersenyum menatap kedua mata indah Ingga. Ibu Laras mengangguk sembari membelai pelan rambut Ingga.

"Aku akan mulai mencari tahu tentang mereka Bu. Aku sadar jika aku selama ini hanya berdiam diri tanpa mau mencoba terlebih dahulu." Kata Ingga dengan senyum manisnya.

"Ibu bangga padamu nak. Kamu sudah tumbuh menjadi pria yang bijaksana. Ibu yakin suatu saat kamu pasti menemukan kebahagiaanmu. Ibu akan selalu mendukung semua keputusanmu jika itu membuatmu bahagia." Ucap Ibu Laras dengan haru.

"Ibu akan selamanya menjadi malaikatku. Kalaupun aku tidak berhasil menemukan mereka atau mereka benar-benar tidak menginginkan diriku, aku akan terus berusaha untuk membahagiakan Ibu." Ucap Ingga seraya menatap lembut wajah Ibu Laras dengan matanya yang berkaca-kaca.

Ingga menggenggam kedua tangan Ibu Laras, ia beranjak dari duduknya lalu memeluk lembut Ibu Laras. Ia malaikat di hidup Ingga, tidak akan ada dirinya yang sekarang jika ia tak bertemu dengan sosok Ibu Laras.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!