Safia menatap ayahnya tajam.
"Apa! Mbak Shakira sudah mengusir Mas Rama dari rumah ini?" tanya Safia
Pak Junedi mengangguk.
"Iya. Tadi pagi lelaki itu sudah mengemasi barang-barangnya dan pergi dari rumah ini."
Safia menghela nafas dalam. Sampai saat ini dia masih menyalahkan dirinya sendiri. Dia yang sudah mengakibatkan hubungan rumah tangga kakaknya berantakan.
"Gara-gara aku, hubungan Mas Rama dan Mbak Shakira jadi berantakan," ucap Safia yang tampak sedih saat mengingat kejadian di malam itu.
Sampai saat ini, Safia belum bisa melupakan kejadian itu. Mungkin kejadian di malam itu, tidak akan pernah terlupakan seumur hidup Safia. Karena semua itu menyangkut kehormatannya sebagai seorang wanita.
"Safia sudahlah, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Jangan difikirin terus Nak. Masa lalu, biarlah berlalu. Jalan kamu itu masih panjang Nak. Kamu masih muda. Kamu masih punya masa depan yang cerah. Kamu harus belajar melupakan semuanya Nak."
Safia menatap ayahnya lekat.
Bicara itu memang mudah. Tapi bagaimana dengan aku yang menjalaninya. Aku sudah tidak perawan. Lelaki siapa yang mau menerima wanita yang sudah ternoda sepertiku, batin Safia.
Safia meraih tangan ayahnya dan menggenggamnya erat. Bagi Safia, Pak Junedi adalah ayah yang terbaik untuknya. Dia satu-satunya orang yang mengerti Safia. Dia tidak pernah menyalahkan Safia sedikit pun atas kejadian ini.
Justru Bu Astri dan Shakira yang selalu saja menyalahkan Safia. Padahal mereka tidak tahu kejadian yang sebenarnya.
"Pak, maafin aku Pak. Karena aku sudah mengecewakan bapak. Aku sudah membuat aib di keluarga kita. Aku sudah membuat malu keluarga," ucap Safia.
Safia menundukkan kepalanya di depan ayahnya. Dia merasa sangat bersalah.
Setetes air mata Safia mulai membasahi pipi mulus Safia. Dia menangis sesenggukan di depan sang ayah. Dia tampak menyesal dengan apa yang sudah terjadi padanya.
"Seandainya malam itu, aku mengunci pintu kamar aku dan tidak membiarkan Mas Rama masuk ke kamar aku, kejadian ini tidak akan terjadi. Benar apa kata ibu dan Mbak Shakira. Kalau ini semua adalah kesalahan aku," ucap Safia.
Pak Junedi tidak tega melihat Safia menangis. Dia kemudian mengangkat sedikit dagu Safia dan menghadapkan wajah Safia ke arahnya.
"Jangan kamu salahkan diri kamu terus Nak. Kamu nggak salah. Seharusnya Rama yang pantas untuk disalahkan. Dia itu sudah mabuk dan membuat kamu seperti ini. Tidak pantas lelaki seperti itu menjadi menantuku. Dia tukang mabuk. Dan mulai sekarang, aku tidak akan pernah membiarkan dia dekat lagi dengan Shakira. Biarkan saja mereka bercerai," ucap Pak Junedi.
Sudah habis kesabaran Pak Junedi pada Rama. Rama yang sudah membuat semua masalah ini terjadi. Dia yang sudah membuat hancur kehidupan ke dua putrinya. Dan Pak Junedi tidak akan pernah memaafkan perbuatan Rama itu.
"Terus, bagaimana hubungan Mas Rama dan Mbak Shakira?" tanya Safia. Dia sejak tadi masih mengusap-usap air matanya dengan kedua telapak tangannya.
"Bapak sudah tidak membolehkan kakak kamu untuk berhubungan lagi dengan lelaki itu. Biarkan saja mereka bercerai. Perbuatan Rama padamu sudah tidak bisa dimaafkan. Dan bapak sudah tidak akan merestui hubungan Shakira dan Rama lagi," ucap Pak Junedi.
Safia menghela nafas dalam. Berusaha untuk tegar dan tidak menangis lagi di depan ayahnya. Dia kemudian menenggelamkan kepalanya di bahu Pak Junedi.
"Makasih ya Pak. Bapak memang bapak yang terbaik untuk Safia," ucap Safia sembari menggenggam tangan ayahnya.
"Iya Nak. Sudahlah, bagi bapak, yang penting kamu mau makan dan kamu mau melewati hari-hari kamu seperti biasanya lagi. Tidak usah memikirkan lelaki sialan itu lagi."
"Iya Pak. Aku juga udah nggak mau memikirkan Mas Rama lagi. Tapi yang lagi aku fikirkan itu Mbak Shakira."
"Kenapa dengan dia?"
"Dia seperti membenci aku Pak."
"Nggak. Dia itu nggak benci sama kamu. Cuma dia masih syok saja melihat kejadian itu. Jadi dia sedikit berubah. Nanti kalau dia sudah bisa melupakan suaminya, dia akan baik lagi sama kamu."
***
Malam telah larut, Shakira masih duduk di teras depan rumahnya. Sejak tadi dia masih menangis. Jika dia teringat dengan peristiwa di hari itu, saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau adik dan suaminya berada di dalam satu ranjang yang sama, hatinya begitu sangat sakit.
Sampai saat ini, Shakira belum bisa melupakan kejadian itu. Dan mungkin, kejadian itu akan menjadi kenangan buruk untuk Shakira seumur hidupnya.
Shakira bangkit dari duduknya dan menatap ke depan.
"Kenapa Mas Rama dan Safia tega sekali sama aku. Kenapa mereka bisa melakukan hal sehina itu. Hiks...hiks... "
"Aku nggak sanggup jika terus melihat Safia ada di sini. Aku nggak sanggup jika aku harus mengingat hal itu terus."
Shakira sejak tadi masih bergumam sendiri. Dia tidak menyadari kalau ibunya sejak tadi sudah berdiri di belakangnya.
"Shakira, sudah malam. Kenapa kamu masih di sini," ucap Bu Astri sembari menepuk pundak Shakira.
Shakira menoleh ke arah ibunya.
"Ibu..."
"Ngapain kamu nangis di sini Nak. Ayo kita masuk ke dalam!" Bu Astri merangkul bahu anaknya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Bu Astri kemudian membawa Shakira duduk di sofa ruang tamu.
"Shakira. Kamu kenapa nangis?" tanya Bu Astri. "Apakah kamu masih menangisi lelaki itu? untuk apa lelaki bejat seperti itu kamu tangisi terus Shakira. Nggak pantas dia untuk ditangisi. Berhentilah untuk menangisi lelaki seperti itu."
"Aku nggak bisa Bu, melupakan semuanya. Hati aku hancur dan terlalu sakit. Apalagi saat aku melihat Safia. Aku nggak sanggup melihat wajah Safia. Aku ingin pergi Bu. Aku ingin pergi jauh dari rumah ini. Agar aku bisa jauh dari Safia dan Mas Rama."
"Tapi kamu mau pergi ke mana Shakira?" tanya Bu Astri.
"Aku nggak tahu Bu. Hiks...hiks...hiks.."
Shakira menangis dan langsung memeluk ibunya. Shakira benar-benar bingung bagaimana caranya untuk bisa melupakan kejadian itu.
Shakira menegakan tubuhnya kembali dan menatap ibunya.
"Aku ingin cerai dari Mas Rama. Aku ingin pergi dari kehidupan Mas Rama dan Safia. Aku ingin pergi sejauh-jauhnya dan tidak mau lagi melihat wajah mereka."
"Sabar Nak, sabar. Jangan seperti ini. Ini cobaan untuk kita semua. Kamu harus sabar menghadapinya."
Dari kejauhan, Safia masih menatap ibu dan kakaknya. Dia merasa sedih saat melihat kakaknya.
Sudah dua minggu, sejak kejadian itu, Shakira dan Safia sama-sama tidak bisa melupakan hal itu. Apalagi dengan Safia. Dia yang sudah menjadi korban kebejatan Rama.
"Mbak nggak usah khawatir. Karena aku yang akan pergi dari rumah ini Mbak," gumam Safia.
Setelah itu Safia melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Safia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dan dia mulai berfikir.
"Kasihan Mbak Shakira. Dia juga sama-sama terpukulnya seperti aku. Dia sepertinya sangat membenci aku dan Mas Rama. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Hubungan aku dengan Mbak Shakira sudah tidak mungkin bisa baik lagi seperti dulu. Apa aku harus pergi dari rumah ini. Tapi aku mau pergi ke mana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments