Bab.4 Beranikah Ayuna Mengubah Takdirnya?

Nasi goreng spesial dengan bumbu uleg bertoping telur dadar iris dan gorengan ikan kering sangat menggugah selera tersaji di meja makan ketika Dallas, Eko dan Cipung berniat pamit.

Kepala desa sengaja menyuruh sang istri untuk menjamu tamu mereka, beliau ingin menahan anak-anak muda itu lebih lama pagi ini. Obrolan santai tadi malam membuka wawasannya tentang Proposal CSR, memunculkan minat untuk mengupayakan desa ini mendapat kesempatan yang sama seperti desa sebelah.

“Jadi bagaimana caranya supaya desa kami bisa mengajukan usulan CSR?” Kepala desa bertanya di tengah nikmatnya mereka menyantap sarapan.

“Buat proposal kegiatan dan pembiayaannya Pak, setelah itu ajukan lewat dinas terkait atau antar langsung ke perusahaan.” sahut Dallas.

“Wah, Kami belum pernah membuat proposal CSR. Biasanya kan kegiatan usulan Musdes dan rapat Musrenbang Kecamatan saja yang kami geluti.” bapak kepala desa agak malu tapi berusaha jujur dengan kemampuan desa yang dibinanya.

“Ada contoh file dokumennya Pak, nanti bisa sekalian minta dibimbing oleh Saka. Dia masih ingin tinggal di sini tuh, Pak!” Cipung memberi saran.

“Benarkah? Nak Saka masih mau tinggal di desa Kami?” Kepala Desa agak surprais.

“Eh, i-iya Pak kades, rencananya memang begitu. Saya kepikiran nasibnya si Ayuna…” Saka kaget tak mengira didahului teman-temannya mengungkapkan tekadnya. Kepala desa jadi mengerutkan kening dan memandangi Saka beberapa saat.

“Saya mau bicara dulu dengan Uwa Mirja, Ayuna bisa ikut saya ke Banua dan sementara bisa bekerja di rumah keluarga saya. Atau bagaimana nanti baiknya, karena yang penting dia tidak dikorbankan untuk masalah hutang itu.”

“Begitu ya? Menurut Saya itu tergantung bagaimana caranya meyakinkan Uwa Mirja, keponakannya itu menjadi tanggungjawabnya semenjak ayah Yuna menginggal dunia dua tahun lalu. Setahu saya, Tuan Takur cukup punya power di beberapa desa, bisa jadi dia tidak tinggal diam bila Yuna menghilang,”

Kepala desa akhirnya bersuara setelah diam menyimak dan berpikir harus menanggapi seperti apa. Dapat ditebaknya bagaimana situasi bisa jadi genting kalau Tuan Takur mengetahui calon istrinya dibawa pergi, tapi Uwa Mirja lah yang berkepentingan dalam hal ini.

Keempat anak muda di hadapannya juga sependapat. Sekarang tergantung keberanian Saka, pemuda berusia duapuluh enam tahun itu selain berpendidikan juga memiliki kepercayaan diri yang besar. Dengan fostur tubuh tinggi dan garis wajah yang tegas, memiliki kharisma yang sulit diabaikan. Sejauh Saka yakin dengan langkahnya ini, keluarga Ayuna mungkin saja menangkap maksud baiknya.

“Bagaimana Saka, Kamu yakin mau lanjut?” Eko menyenggol lengan temannya. Saka mengangguk mantap. Cipung kembali memberi kode dengan mengacungkan dua jempol.

“Jangan lupa bantu Pembakal bikin proposal ya, Bro! Semoga sukses deh,” timpal Dallas mengingatkan. Pembakal alias Kepala desa jadi tersenyum senang karena ada hikmahnya bila Saka tidak segera pergi meniggalkan desa ini.

Maka pamitlah ketiga teman Saka dengan berterimakasih atas tumpangan nginap serta jamuan yang disediakan kepala desa. Dalam hati mereka berjanji akan membalas kebaikan itu dengan cara mengawal proposal CSR desa di Divisi Humas dan Keuangan Perusahaan.

Saka pun segera pergi menemui Uwa Mirja tapi di tengah jalan menuju permukiman warga desa dirinya malah bertemu Herdi.

Uwa Mirja pagi ini terlihat pergi membawa perahunya melaut, begitu info dari pemuda kader desa itu. Biasanya sore baru pulang membawa hasil tangkapan ikan.

“Bang Saka tunggu saja di kantor desa, baru saja pa kades menelpon saya untuk bantu menyusun proposal CSR. Desa kami ini juga perlu dukungan Bang, sekarang pun saya siap menyusun proposalnya. Abang punya contoh dokumen sebagai panduannya? ” Herdi mengusulkan begitu melihat Saka termangu bingung.

Saka setuju melihat antusiasme Herdi yang diberi tugas oleh kepala. Menurutnya pemuda ini sangat cocok sebagai kader desa karena memiliki respon yang cepat dan tanggap situasi.

“Saya mau pinjam Laptop Pak Sekdes dulu ya Bang, Kita sambil minum kopi atau teh?” Herdi menawarkan begitu mereka tiba di salah satu ruangan di kantor desa. Saka memilih kopi, sepertinya ia harus menyesap minuman berkafein supaya bisa fokus membantu Herdi.

Sepanjang lima jam kemudian dikantor desa sambil menunggu Uwa Mirja, Saka mendampingi Herdi menyusun Proposal CSR. Sebelumnya mereka berdiskusi singkat dengan Kepala Desa dan Sekretaris Desa untuk menentukan bentuk kegiatan yang diusulkan. Daftar kebutuhan warga desa memang banyak tapi harus memperhatikan potensi yang mendukung, selain itu juga harus sesuai dengan issu yang mengemuka dan visi misi perusahaan.

“Profil desanya nanti dicocokkan lagi apakah sudah update sesuai dengan data kabupaten. Karena bisa jadi akan dicek data base di Dinas Teknisnya," ujar Saka sambil memberi catatan pada selembar kertas tersendiri setelah draf proposal dicetak di printer inventaris desa.

"Semacam diverifikasi gitu ya, Bang?"

"Betul sekali, selain itu kamu juga harus meminta dukungan masyarakat dengan bukti rembug desa, absensi dan dokumentasi. Itu sangat mempengaruhi kualitas proposal ini,” Saka mengingatkan dan tak lupa memberi tips agar usulan itu layak dievaluasi.

“Siip…Terima kasih banyak sudah dibantu Bang. Ngomong-ngomong kita jalan keluar yok, lihat-lihat pantai sambil menunggu Uwa Mirja?” Herdi menyimpan file proposal lalu men-shutt down laptop.

Dua pemuda itu kemudian ngobrol ringan sembari duduk di batu karang yang terdapat di belakang kantor desa. Dari situ akan terlihat perahu-perahu kecil yang pulang melaut membawa ikan tangkapan.

"Masa kecilmu sejak lahir di sini ya?" Saka melontarkan basa-basi pada Herdi. Pemuda itu mengangguk.

"Saya sempat dibawa ayah dan dibesarkan di desa lain, lalu pas lulus Sekolah Dasar mengiring Ibu ke sini." ungkap Herdi, ternyata cerita hidupnya kurang lebih sama dengan Ayuna.

Saka berharap Ayuna akan muncul lagi seperti kemarin sore mengemasi jemuran ikan kering di tatakan kayu beralaskan bilah-bilah tipis bambu, tapi hingga satu jam berlalu gadis itu tak terlihat.

Sempat terlintas niat hendak menemui Ayuna di rumahnya seperti kemarin sore, tapi situasi hunian di sekitar situ dinilainya kurang nyaman buat berbincang membuka memori masa tujuh tahun yang silam.

Ayuna yang cantik identik dengan namanya, terlihat lebih dewasa dari usianya yang baru mencapai sembilan belas tahun. Memiliki kulit putih dan hidung mancung, meski tubuh rampingnya tidak terlalu tinggi. Selain itu yang ada yang terasa berbeda, sepasang mata yang dulu cerah menyiratkan keceriaan sekarang menatap dengan datar saja.

Saka membuang pandangannya ke arah dermaga. Laut lepas di hadapannya nampak begitu luas dan berbanding terbalik dengan pikirannya yang terasa sempit.

Benaknya penuh dengan simpang siur pertanyaan. Apakah Uwa Mirja akan mengizinkan keponakannya dibawa pergi jauh? Apakah dirinya bisa secepatnya menemukan di mana keberadaan Bu Midah, ibunya Ayuna ? Beranikah gadis itu mengubah takdirnya sendiri?

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!