Cinta Yang Tak Terkatakan
Lembayung jingga semakin jatuh ke arah kaki langit. Senja sudah tua sebentar lagi hari menjadi gelap. Tak akan ada aktivitas lagi di sekitar pantai, tapi sekarang Ayuna malah ditahan oleh seorang pemuda jangkung dengan rambut ikal dikuncir yang membuat garis tegas wajahnya semakin nyata.
“Ayun, kamu mau kan kita pergi, kabur bersamaku daripada dikawini si Tuan Takur?” lontar pemuda itu membuat Ayuna terlonjak.
“Ka, ka,,,,,kabur? Kenapa harus kabur ?” sentaknya terbelalak. Si pemuda itu, Saka meghempaskan napas dengan kasar.
“Bukannya sudah kejelaskan tadi? Almarhum ayahmu punya hutang puluhan juta, dan dia akan menjadikan Kamu istri ke lima sebagai ganti hutang yang belum dibayar-bayar!” Saka sedikit kesal karena gadis di hadapannya lelet seperti ini.
Ayuna terhenyak, kali ini tubuhnya tersandar pada batang pohon kelapa. Pandangannya beralih pada sosok Herdi yang juga berada di situ sedari tadi hanya diam saja.
“Itu betul Yun, tadi malam kami sudah konfirmasi ke Uwa Mirja. Tuan Takur akan segera melamarmu, Dia hanya menunggu hasil penjualan sawit kiriman terakhir untuk mengadakan pesta.” Herdi akhirnya bersuara.
Ayuna mengerutkan kening mendengar istilah yang di pakai Herdi, apa itu artinya konfirmasi? Mentang-mentang jadi kader desa yang sering ikut acara di kecamatan, teman se SMP nya itu sok pakai kata-kata asing di telinga Ayuna
“Sepertinya Kamu tidak percaya padaku? Bagaimana ya, caranya meyakinkan Kamu bahwa maksudku baik. Tidak pantas Tuan Takur itu menjadikanmu penebus hutang. Jadi ikut lah denganku ke Banua supaya masa depanmu lebih layak,” cetus Saka sesaat menatap gadis dihadapannya lalu berpaling memandang ke arah laut. Ujung sepatu botnya dikais-kaiskan ke pasir pantai.
Ayuna menciut. Tentu saja ia ragu. Bagaimana bisa mempercayai laki-laki yang baru dikenalnya kemarin?
Teringat kejadian kemarin sore ketika Ayuna dan Dijah yang sedang mengemas jemuran ikan kering di tatakan, mereka disapa oleh sekelompok pemuda yang sepertinya datang dari luar desa. Salah satu pemuda itu menanyakan arah rumah Kepala Desa. Setelah memberitahu Rayuna dan Dijah pun segera berlalu pulang ke rumah.
Baru saja masuk ke dalam rumah, dari teras terdengar suara heboh para tetangga yang lagi nongkrong, maklum rumah Ayuna berada di dalam gang kecil yang rapat oleh hunian sederhana.
“Ngapain Kaka mencari Yuna?” Hasni nyeletuk nyaring,
“Nnggg…Itu Dik, saya mau beli ikan kering yang dijemurnya tadi!” si pemuda menyahut sekenanya lalu disambut tawa cekikikan oleh Hasni dan kawan-kawannya. Masa cogan sukanya makan ikan kering?
“Yunaaa! Ada cogan mau borong ikan kering nih, hihihi …….”
Ayuna bergegas keluar disusul istri Uwa Mirja. Di ambang pintu berdirilah pemuda yang tadi bersama teman-temannya mencari rumah Kepala Desa.
“Kamu Ayun kan? Ayuna Raflianti? Saya masih mengenali wajahmu,” pertanyaan itu membuat Istri Uwa Mirja dan Ayuna saling berpandangan. Bagaimana orang asing ini bisa mengetahui nama lengkapnya.
“Anak ini rupanya mengenal keponakan saya?” Uwa Ratna istrinya Uwa Mirja memastikan lagi.
“Benar Bu, Nama saya Saka. Saya teman kecil Ayun waktu di Banua. Rumah kami tetanggaan, Saya kenal baik dengan Ibunya Ayun.” Pemuda itu memperkenalkan dirinya dan sepenggal kalimatnya membawa terbang ingatan Ayuna pada masa kecilnya lebih lima tahun yang lalu.
Percakapan mereka tidak sempat diperpanjang karena Saka sudah ditelpon oleh teman-temannya di rumah Kepala Desa. Pemuda itu berjanji akan datang lagi nanti malam. Dan ternyata justru Uwa Mirja yang menyusul ke rumah kepala desa. Setelah Uwa Mirja mendengar bahwa tetangga masa kecil Ayuna berada di desa mereka, Uwa Mirja jadi ingin mengetahui kabar kakak iparnya, yaitu ibunya Ayuna.
“Kamu masih mengingat ini?” suara Saka membuyarkan lamunan Ayuna. Mereka bertiga saling diam dalam pikiran masing-masing. Herdi yang duduk berjongkok mendekat ikut melihat apa yang ditunjukkan Saka.
Pada layar ponsel nampak sebuah foto Saka berdiri dengan melipat tangan di dada. Latar belakangnya adalah sebuah rumah berpagar tinggi bak istana. Rumah dengan pilar-pilar beton yang menjulang, terlihat sangat mewah dengan halaman luas melebihi lapangan sepak bola.
“Kamu ingatkan, dulu di samping sini adalah rumahmu. Kamu dan Ibumu juga sering ke rumah besar ini, apalagi kalau lagi ada acara bahkan kamu sering menginapkan ay,” penuturan Saka bagai membongkar paksa memori sedih yang tak ingin diingat-ingatnya lagi.
Berpisah dengan wanita yang melahirkan dan merawatnya hingga berusia sebelas tahun, setelahnya tak sekali pun mengetahui lagi keadaan ibunya hingga sekarang usianya menginjak delapan belas tahun.
“Tapi tidak ada yang tahu, Ibu sekarang di mana?” Ayuna mengerjapkan matanya yang basah. Gadis itu masih memiliki sebagian memori masa kecilnya di rumahnya dan istana yang merupakan kediaman majikan ibunya.
“Kita akan mencari Ibumu Ay, kita bisa bertanya pada tetangga sekitar atau kalau perlu kita bisa mencari lewat medsos, zaman sekarang masalah kehilangan sanak family atau putus kontak mudah diusahakan pencariannya. Betulkan Di?” Saka menoleh ke Herdi minta dukungan pemuda desa itu untuk meyakinkan Ayuna.
“Iya Yun, aku akan berusaha membantu Kamu. Aku bersedia ikut mengantar Bang Saka dan Kamu keluar wilayah sawit sampai ke jalan poros kabupaten.”
"Tapi Uwa Mirja....."
"Beliau sudah tahu dan katanya terserah padamu, Ay! Seharian ini Aku menunggu Uwa Mirja pulang dari melaut. Aku bukan menculikmu! Hanya mengamankan, dan supaya jangan ribut maka Herdi usul kita berembug di sini. Siapa tahu ada mata-mata Tuan Takur di sekitar rumahmu yang mengawasi?" Saka memotong tak sabar. Ayuna terhenyak. Pandangannya beralih pada Herdi.
“Nggak papa kamu menemaniku, Di? Soalnya aku…takut,” Ayuna menurunkan volume suaranya di ujung kalimat, tapi tetap bisa didengar oleh telinga saka. Herdi mengangguk mengiyakan.
Ayuna merasa nelangsa. Betapa getir nasib yang membawanya pada kawin paksa untuk melunasi hutang. Sekonyong-konyong sekarang teman dimasa lalunya datang dan mengajak pergi jauh? Bagaimana pun perasaannya tetap was-was mengambil jalan ini.
“Berarti malam ini kita berangkat ya? Supaya besok pagi langsung meluncur keluar kabupaten.” Saka mengambil keputusan atas dua orang di hadapannya. kepala Saka sendiri sudah sangat pusing, sejak tadi malam dirinya tidak karuan tidur oleh hal tak terduga yang ditemuinya di desa ini.
Bermula dari rombongan tim kerjanya yang kesasar di pusaran kebun sawit yang berlapis-lapis. Hari yang sudah sore semakin gelap ketika mobil mereka berputar-putar di jalur yang sama, ditambah tidak ada sinyal internet yang tertangkap oleh tebalnya lapisan pohon sawit. Akhirnya mereka terdampar di desa ini. Lebih mengejutkan lagi bagi Saka, seorang gadis yang ditemuinya kemudian adalah bagian dari masa lalunya yang tak terlupakan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
robet
penulisan kata sangat bagus👍👍👍
2023-03-31
1