Setelah 3 jam melakukan perjalanan, kami berhasil keluar dari hutan dan sekarang tengah beristirahat di pinggiran sebuah sungai. Aku lalu melihat refleksi wajahku di air sungai yang jernih.
Terlihat sebuah wajah dingin dengan rambut hitam dan mata hitam layaknya kegelapan malam. Seseorang pasti tidak akan menyangka laki - laki dengan wajah seperti itu telah melakukan banyak sekali aksi - aksi keji. Setelah melihat refleksi wajahku untuk beberapa saat, aku berpikir bahwa kepribadian manusia tidak hanya tampak dari luarnya saja.
Setelah selesai membersihkan diri, aku lalu pergi ke sisi lain sungai untuk mencari Lena. Terlihat dia sudah selesai membersihkan diri. Aku lalu menghampirinya.
“Kau harus mencoba air sungainya, Sirius. Ini sangat segar sekali,” ucap Lena terdengar sangat senang akhirnya bisa melepas dahaganya selama beberapa jam perjalanan.
“Setidaknya kau harus memasaknya terlebih dahulu jika tidak ingin sakit perut di perjalanan nanti,” ujarku memberitahunya setengah bercanda.
Ekspresi Lena lalu membeku setelah mendengar perkataan Sirius.
“Bercanda - bercanda, hahaha.” Melihat ekspresi Lena yang lucu membuatku tertawa. ”Untuk air sebening ini dan tidak memiliki aroma yang mencurigakan, kurasa aman saja untuk di minum,” jelasku.
“Untuk sesaat, aku merasa ingin memuntahkan air yang ku minum kau tahu,” ujar Lena dengan nada kecut. "Jangan mempermainkan orang buta, apakah kata - katamu sebelumnya mengenai 'ingin menjadi orang yang lebih baik' itu hanya sebuah candaan juga?"
Hey-hey, dia menjadi marah. Apakah candaan ku terlalu berlebihan.
“Maafkan aku, aku takkan mengulanginya kembali.”
Mendengar permintaan maafku, Lena langsung tersenyum.
"Maafmu, kuterima. Padahal, aku hanya ingin memainkan rasa bersalahmu fufufu."
Heh~Dia memiliki sisi seperti itu juga ternyata.
Kami lalu kembali ke tempat peristirahatan untuk mempersiapkan makan siang. Namun aku melihat sebuah kereta kuda dari kejauhan. Nampak dari kejauhan, mereka terlihat melambai - lambaikan tangan mereka.
“Ada apa, Sirius?” Merasakan aku yang terdiam, Lena lalu menanyakan apa yang terjadi.
“Kurasa kita kedatangan sebuah rombongan,” jawabku.
Tak lama kemudian, kereta kuda itu berada tepat di hadapanku. Aku melihat rombongan mereka berjumlah 6 orang. Tiga pria dewasa, satu anak laki- laki dan dua perempuan dewasa.
Salah satu pria yang nampak paling tua lalu turun dari kereta kuda dan menghampiri kami berdua.
“Salam, rekan sesama pengembara. Aku Torren beserta keluargaku ingin beristirahat di samping kalian. Apakah kalian keberatan?” tanya Torren.
Sebelum menjawabnya, aku melihat beberapa tas dan keranjang - keranjang yang ada di atas kereta kuda tersebut. Karena aku yang lama menjawab, suasana tidak lama kemudian menjadi canggung yang membuat Lena menjawabnya pertanyaannya.
“Tidak masalah tuan, tempat ini cukup luas kok.”
“Ahh tentu, terima kasih banyak gadis muda,” ucap Torren sambil tersenyum.
Dari ekspresinya dia terlihat tidak terlalu suka dengan luka bakar yang ada di wajah Lena. Walaupun perkataannya sangat santun akan tetapi, bahasa tubuhnya menunjukan ketidaknyamanan.
Mereka lalu mulai menurunkan beberapa barang – barang mereka dan terlihat semuanya tengah asik mengobrol. Jika dilihat dengan sekilas, mereka terlihat seperti keluarga yang bahagia.
“Ada apa Sirius? Kamu terdiam seperti itu,” tanya Lena.
“Tidak apa - apa Lena, hanya sebuah kebiasaanku ketika tiba - tiba di hampiri oleh orang asing,” jawabku.
Aku dan Lena kemudian kembali mempersiapkan makan siang. Ketika kami makan, ada seorang anak laki - laki yang menghampiri.
“Kakak, kau sedang makan apa?” tanya anak itu.
“Sebuah daging kering dan telur rebus,” jawabku.
“Mehhh sepertinya membosankan. Mau coba masakan ibuku? Ini adalah rebusan khas kampung halamanku,” anak itu lalu memperlihatkan sebuah mangkuk rebusan yang dia bawa.
“Well… kurasa tidak, kami sudah cukup kenyang dengan apa yang kami miliki sekarang anak muda,” jawabku.
“Begitukah, sayang sekali. Padahal masakan ibuku enak tahu,” ujar anak itu yang kemudian kembali ke rombongan mereka terlihat kecewa.
“Hey Sirius, kenapa kau sangat dingin terhadap anak itu?” tanya Lena. “Dia terlihat seperti anak yang baik dan ingin lebih dekat dengan kita saja,” protes Lena.
“Kurasa, aku memang tidak terlalu bisa akrab dengan anak kecil,” jawabku membuat sebuah alasan.
Kode nomer 9 dalam aturan bertahan hidup, jangan pernah menerima apapun dari orang – orang yang mencurigakan. Aku tidak bisa mengatakan hal itu kepada wanita baik seperti Lena.
Setelah selesai istirahat dan makan siang, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Torren lalu mendekati kami dan berbicara.
“Apakah kalian mau melakukan perjalanan bersama kami? Kurasa kita memiliki tujuan yang sama dan melakukan perjalanan dengan banyak orang akan lebih aman bukan?”
“Tentu saja, jika bersama mungkin kita akan bisa membicarakan sesuatu dan tidak akan bosan di perjalanan,” yang menjawabnya adalah Lena.
Kami pun melanjutkan perjalanan bersama rombongan Torren. Kita akan mencapai Kota Omor kemungkinan menjelang matahari terbenam kurasa.
“Hey kakak, Apakah kakak seorang petualang?” tanya anak laki – laki yang bernama Eren.
“Bukan,” jawabku singkat.
“Begitukah, sayang sekali. Aku selalu mendengar bahwa mereka adalah orang - orang yang mampu mengalahkan iblis! Bukankah mereka keren!” Eren terlihat bersemangat ketika mengatakan hal itu.
“Apakah Eren ingin menjadi seorang petualang jika dewasa nanti?” tanya Lena dengan tersenyum.
“Tentu saja! Aku juga akan menyelamatkan seorang Putri kerajaan dari seekor Naga!” ucap Eren dengan menggebu – gebu.
“Hehh Naga yah? Bukannya kau melawan babi liar saja sudah lari terbirit – birit Eren!” ujar salah satu pria di rombongan itu.
“Diam kau! Kau juga mengompol ketika ada ular yang masuk ke celanamu Weli!” balas Eren
“Apa katamu!”
“Hahahaha!”
Para rombongan dan Lena tertawa memperhatikan tingkah mereka. Di sisi lain, aku mengepalkan tanganku dan memutuskan untuk bertindak sesuatu.
Setelah 3 jam berjalan, kami lalu kembali beristirahat di pinggiran sungai. Aku dan Lena sedang mencuci muka untuk membersihkan debu - debu sedangkan para rombongan sedang menyiapkan sebuah makanan dan mengajak kami untuk makan bersama mereka.
Aku lalu kembali melihat sebuah refleksi wajahku di air sungai jernih yang mengalir. Terlihat sebuah ekspresi wajah yang tenang dan mata hitam layaknya kegelapan malam. Aku lalu mengambil Baselard dari sarungnya dan mulai berdiri. Ketika aku mulai berjalan, aku mendengar sebuah suara di belakangku.
“Apa yang akan Sirius lakukan dengan senjatamu itu?” tanya Lena.
Aku lalu terdiam sesaat dan mulai membalikkan badanku dan menatap mata buta Lena. Aku sama sekali tidak terganggu dengan luka bakar yang ada di wajahnya dan berkata.
“Mereka adalah pembunuh.”
“Begitukah? Kurasa mereka memiliki alasan tersendiri untuk itu. Bukankah Sirius juga sama?” tanya Lena.
Ya, orang - orang membunuh mempunyai alasannya masing - masing. Baik itu karena melindungi sesuatu maupun untuk bertahan hidup. Aku yang membunuh hanya karena atas dasar perintah tidak memiliki hak untuk men-judge mereka. Aku lalu mulai melemaskan genggamanku pada Baselard.
“Semua orang mempunyai kesempatan untuk berubah, bukankah kamu juga menginginkan perubahan, Sirius?”
Kata – katanya membuat tekadku menjadi bimbang dan aku pun memutuskan untuk tidak membunuh mereka untuk sementara ini. Kode nomer 4 dalam misi pembunuhan : jika kau ragu, lebih baik menunggu kesempatan lain.
“Baiklah, aku akan membunuh mereka jika mereka mencoba melakukan sesuatu.”
“Mmmm.” Lena hanya mengangguk mendengar perkataanku.
Kami lalu menghampiri rombongan itu dan Torren mempersilahkan kami duduk dengan mereka.
“Cobalah minuman ini Nona, ini adalah minuman penghangat khas dari daerah asal kami.” Torren lalu memberikan Lena dan aku sebuah minuman.
Aku terdiam sebentar sebelum menghabiskan air yang ada di gelas tersebut.
“Bagaimana rasanya?” tanya Torren.
“Kurasa agak sedikit terlalu manis,” jawab Lena.
“Begitukah? Nah cobalah masakan istriku ini.” Torren lalu memberi kami sebuah rebusan daging.
Setelah menghabiskan makanan, mereka lalu mengobrol berbagai cerita perjalanan mereka selama ini.
“Begitukah. Kuharap, aku juga bisa berpergian menjelajah dunia seperti kal—” tiba – tiba suara Lena terhenti dan dia mulai kehilangan kesadaran.
Brukkkk! Aku juga tiba – tiba terjatuh dan merasakan sebuah sensasi aneh di tubuhku.
“Yahhhh. Ini sangat mudah sekali,” ucap Torren melepaskan topeng yang selama ini dia kenakan.
Eren lalu mengambil kantung ku dan mengambil isinya.
“Hey lihat! Aku benar bukan? Ternyata dia memiliki sebuah Berlian tersimpan di salah satu kantungnya!” Dia lalu memperlihatkan berlian itu ke rombongannya.
“Hehhh, kita rupanya akan untung banyak nihhh,” ucap salah satu wanita dari rombongan itu.
Torren lalu tiba – tiba menghampiri Lena dan mengeluarkan sebuah pisau.
“Jika kau buruk rupa, setidaknya kau tidak senaif itu agar bisa bertahan di dunia ini kau tahu.” Torren lalu mengangkat tangannya hendak membunuh Lena.
“Manusia sepertimu adalah yang paling kubenci. Mati saja kau buruk rupaa!!!”
Thud!!
Tiba - tiba sebuah lengan terjatuh.
“AGGHHHHH!” Torren lalu berteriak histeris melihat darah yang mengucur deras dari tangannya.
“Jika kalian hanya diam saja, mungkin aku akan mengampuni nyawa kalian,” ucapku seraya menatap mereka dengan tatapan kematian.
“Ba-bagiamana kau masih bisa bergerak!?” teriak Torren.
“Jika kau ingin meracuniku dengan Paralyze. Setidaknya, berilah dosis 10 kali lebih banyak,” jawabku.
“Bu-bunuh dia!” Perintah Torren.
Mereka lalu mulai mengeluarkan senjata – senjata mereka. Aku kemudian melesat dan menusukkan pedangku ke tenggorokan salah satu wanita. Mereka terkejut dengan kecepatanku dan hanya bisa terdiam. Aku tidak banyak membuang waktu dan membunuh sisa satu wanita yang sedang memegang sebuah pisau.
“Ap-apa yang kalian lakukan, serang dia jangan diam saja!”
Dua pria lalu berlari ke arahku membawa sebuah pisau. Dari gerakan mereka, terlihat mereka tidak pernah melakukan pertarungan sesungguhnya dan hanya membunuh korban – korban mereka ketika korbannya dalam keadaan lemah. Aku dengan mudah menghindari serangan mereka dan menyayat kedua tenggorokannya.
Tersisa Eren dan Torren saja.
“Tidak! Ampuni aku! Aku hanya anak kec…” Thud!
Kepala Eren melayang di udara lalu terjatuh di tanah. Melihat rekan – rekannya mati dengan sekejap, Torren hanya bisa terdiam membeku.
“Tidak mung…”
Splurrttt!
Sebelum dia menyelesaikan kata – katanya, sebuah pedang tertancap di tenggorokannya.
Dia masih hidup dan tidak langsung mati. Matanya melotot dan memerah karena kesulitan untuk bernafas. Aku membiarkan Baselard tertancap di tenggorokannya agar dia mati dalam keadaan tersiksa. Setelah aku menghabisi semua rombongan Torren, aku lalu mengecek kondisi Lena yang tak sadarkan diri.
“Setidaknya ada hal baik ketika kau tidak memiliki kemampuan untuk melihat dunia.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Richie
kalau mereka mau kasih kouta sih, terima aja.
2023-07-05
0
Richie
oh
2023-07-05
0
Dinnost
astaga...
kurasa siapapun itu pasti ngompol juga klo kejadian spt itu...
2023-06-08
0