~ Kamu Nggak Mau Jadi Istri Aku?

"Petani, semua anak-anak gadis di desa ini naksir sama dia, Sadewa asli orang sini Nduk. Kenapa penasaran ya? Nanti kamu naksir juga loh sama dia." Bude Sri tersenyum jahil, melihat tingkah Maharani.

Hm petani toh.

Monolog Maharani sambil memutar mata malas.

"Nggak akan! Rani nggak akan naksir sama dia Bude! Lagian tipe Rani itu yang putih dan mempunyai perkerjaan mapan, Rani kapok mau pacaran sama cowok yang omong doang! Sekarang Rani mau fokus belajar dulu dan perbaiki sikap!" sahutnya jumawa.

Bude Sri tersenyum hangat. "Ya deh, iya, bagus kalau kamu punya pikiran seperti itu, belajar dulu, urusan pacaran itu belakangan, lihat gara-gara ulah kamu kemarin, sekarang kamu malah di kampung kan sama Bude."

"Iya dunk, Rani harus buktiin ke Papi dan Mami tiri Rani yang kejam itu, kalau Rani bisa sukses! Malahan Rani senang tinggal sama Bude, di kampung nggak buruk-buruk amat deh, lihat pemandangan di sini, bikin hati Rani adem ayem, nggak kayak di kota macet terus!" seru Maharani sambil merentangkan ke tangan. Menghirup udara di sekitar yang begitu menyejukkan.

"Oh ya? Bagus lah, Bude senang dengarnya." Bude Sri tersenyum hangat, melihat binar kebahagiaan di mata Maharani.

Maharani menoleh. "Bude, pasarnya masih jauh?"

"Nggak, sebentar lagi sampai."

Selang beberapa menit, Maharani dan Bude Sri sudah sampai pasar. Maharani terkejut, melihat keadaan pasar yang sangat ramai dan tanah kuningnya berlumpur sedikit akibat hujan tadi subuh.

"Bude, kok becek-becek, ih geli Bude." Maharani mendekatkan diri ke badan Bude Sri. Sedikit risih dan geli melihat kakinya sekarang kotor.

"Memangnya kamu nggak pernah ke pasar?" tanya Bude Sri, heran.

"Nggak pernah Bude, yang ke pasar kan asisten di rumah." Maharani memundurkan langkah kakinya saat orang baru saja melintas berjalan cepat di dekatnya, alhasil kakinya pun terciprat lumpur."Ihhh geliiii Bude!" serunya sambil merangkul tangan Bude Sri.

Bude Sri malah tertawa pelan. "Aduh Nduk, mulai sekarang kamu ke pasar sama Bude ya, biar kamu nanti kalau sudah menikah bisa ke pasar sendiri."

Maharani merengut samar sambil menggelengkan kepala. "Nggak mau! Rani nanti nyuruh suami Rani aja yang pergi ke pasar!"

"Aduh Nduk, Nduk." Bude Sri tersenyum tipis, melihat tingkah Maharani. "Ya udah yuk kita ke sana, beli sayur kangkung sama tahu."

"Iya Bude, tapi kan jangan jauh-jauh dari Rani, nanti Rani nyasar pula," ucap Maharani sambil menggeser tubuhnya saat ada ibu-ibu tak sengaja menyenggol lengannya.

"Iya, iya, ayuk."

Hampir setengah jam, Maharani dan Bude Sri di pasar, memilih-memilih sayur yang dijajakan para pedagang. Untuk pertama kalinya, Maharani membeli sayur di pasar dan melihat interaksi antara Bude Sri dan penjual. Semula Maharani bete dengan kerumuman manusia namun, lama-kelamaan dia mulai menikmati kegiatan di kampung pagi ini, yang ternyata seru juga menurutnya.

"Bude, apa itu? Mau!" Maharani menunjuk kue di sebelah meja pedagang sayur.

Bude Sri mengambil kantong dari penjual sayur kangkung. "Kue mendut, Rani mau berapa?"

"Hehe, satu aja Bude!" sahut Maharani, malu-malu meong.

Bude Sri mengulum senyum lalu mengalihkan pandangan ke arah pedagang kue dan berkata,"Mbah, kue mendut 6 ya."

"Yes! Terima kasih Budeku yang cantik." Maharani tersenyum hangat kemudian mengecup cepat pipi Bude Sri.

"Iya sama-sama."

Selang beberapa menit, keduanya memutuskan pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, saat berpapasan dengan orang-orang, Bude Sri akan memperkenalkan Maharani pada penduduk di desa.

Maharani begitu senang sepertinya warga setempat menerima kehadirannya. Berkat bantuan Bude Sri, setidaknya sekarang Maharani memiliki beberapa teman ya walaupun lebih tua darinya. Salah satunya Koko Aliong, yang kebetulan warungnya tak jauh dari rumah Bude Sri tadi.

Sesampainya di rumah, Maharani memutuskan langsung mandi saat merasa badannya begitu bau. Selesai mandi dan membantu Bude memasak di dapur, sesuai kemampuannya. Ia duduk-duduk di depan rumah Bude, melihat ayam-ayam milik mendiang suami Bude Sri sedang menyantap jagung pipih.

"Hallo, Dek Ayu!" teriak seseorang dari depan sana sambil berlarian kencang menuju rumah Bude Sri.

Maharani menoleh, mendelikkan mata sejenak, melihat kedatangan Bejo, Sadewa dan Supri yang masih di belakang sana.

"Kenapa mereka ke sini sih?" gumamnya pelan, melihat Bejo tengah menebarkan senyuman padanya sekarang.

"Hai Dek Ayu, kok nggak balas panggilan Mas sih?" tanya Bejo sambil mengedipkan mata centil.

"Lu siape? Nama gue bukan Ayu yah! Nama gue Maharani, a.k.a Rani!" protes Maharani lalu melototkan mata.

"Ya ampun, galak banget sih, Dek Ayu itu kan panggilan sayang untuk istri."

"Dih! Gue bukan istri lu! Ngapain lu ke sini!"

"Ada apa ini, kok malah ribut-ribut," tanya Sadewa, heran.

Sadewa dan Supri baru saja sampai. Mereka melemparkan pandangan satu sama lain saat melihat muka masam Maharani.

"Gue nggak ribut tuh, teman lu, manggil-manggil gue Dek Ayu, Dek Ayu terus bilang gue istrinya, gue kan bukan istri dia!" seru Maharani sambil merengut.

"Maaf, Bejo memang begitu orangnya, dia cuma bercanda kok, maaf ya Rani," ucap Sadewa sambil melototi Bejo.

"Lah aku nggak bercanda kok, nanti kamu jadi istri aku ya Rani," cerocos Bejo lalu nyengir kuda.

"Nggak mau! Mending aku jadi istri Sa–"

Perkataan Maharani terpotong saat dia hampir saja keceplosan menyebut nama Sadewa. Dengan cepat dia berdeham rendah. "Hhmm."

Anjir! Napa gue mau nyebut nama Sadewa sih?!

"Sadewa ya?" Supri menimpali seketika sambil terkekeh kuat.

"Nggak tuh! Sembarangan! Siapa juga yang mau sama Dewa, mendingan aku jadi istri pohon pisang," ucap Maharani, cepat.

"Oh ya? Jadi kamu nggak mau jadi istri aku?" Tidak ada angin, tidak ada hujan, Sadewa bertanya dengan raut wajah yang sangat serius.

Sontak Supri dan Bejo terkejut.

Begitupula dengan Maharani. Kedua matanya terbelalak mendengar pertanyaan Sadewa barusan.

"Hmm, iya, nggak lah! Lagian gue juga udah punya pacar kok, na-manya To–mi," ucap Maharani sedikit terbata-bata.

Ya elah, nama Tomi si brengsek itu pula yang keluar, dasar Rani, bego banget deh lu!

Riak muka Sadewa berubah seketika. "Aku cuma bercanda kok, oh ya Bude Sri di mana?"

"Di dalam!" jawab Maharani ketus.

"Ini di sini." Belum sampai semenit, Bude Sri tiba-tiba menyembul dari balik pintu.

"Bude," sapa Supri dan Bejo serempak.

"Iya, tumben kalian cepat ke sininya?" tanya Bude Sri.

"Hehe iya Bude, Dewa mau cepat-cepat lihat calon istrinya si Rani!" celetuk Supri.

Sadewa langsung menoyor kening Supri seketika. "Sembarangan kalau ngomong. Nggak Bude, tadi Ibu mau nitip ini buat Bude." Sadewa menyodorkan piring yang isinya ada beberapa kue tradisional kepada Bude Sri sambil curi-curi pandang ke arah Maharani, yang tengah memalingkan muka ke samping.

Bude Sri mengambil piring tersebut. "Owalah, bilang sama Ibumu ya, terima kasih Dewa, kalian sudah makan belum?"

"Belum! Belum! Sudah!" Sadewa, Bejo dan Supri melemparkan pandangan sejenak. Sebab jawaban ketiga berbeda-beda.

"Bukannya kita udah–" Belum sempat Supri melanjutkan perkataan. Mulutnya sudah di sumpal dengan kue klepon oleh Sadewa.

"Kalau belum, ayo kita makan sama-sama ke dalam, yuk mari." Bude Sri mengajak ketiganya untuk makan bersama. "Rani, bantu Bude siapin piring yuk," ucapnya kepada Maharani, yang tengah memanyunkan bibirnya sekarang.

Terpopuler

Comments

Santiago Munezz

Santiago Munezz

bgusss

2023-06-20

1

Rianti

Rianti

aku suka banget.. bahasanya sangat mudah dicerna.. jalan ceritanya juga suka deh..

2023-04-07

1

EBI

EBI

🤣🤣🤣

2023-04-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!