Bab 16 : Terpesona

Diusap dengan lembut wajah cantik nan mulus itu, lantas segeralah dia menggendong tubuh mungil itu ke atas ranjang. Agar tak sakit badan wanita itu. Ini bukan perhatian, hanya karena rasa tak enak hati saja. Ya, Ibra selalu mengatakan seperti itu pada hatinya.

Seusai mengendong wanita cantik yang masih mengenakan mukenah itu, lantas Ibra berdiri di sebelah ranjang dengan bingung. "Di bukain nggak ya, mukenah nya," begitu gumamnya bertanya entah pada siapa.

"Enggak di buka, kayaknya dia bakalan engap dan susuh tidurnya kalau seperti ini, kalau di buka terus nanti dia kaget, bangun terus marah, gimana?" tanyanya lagi yang masih entah pada siapa.

Lantas, dari hatinya yang terdalam mendorong dirinya untuk melepas mukenah berwarna peach yang dikenakan sang istri. Tentu saja dengan sangat pelan dan hati-hati. Jangan tanya bagaimana dia sekarang, saat ini dia terbengong saat mendapati Chandani tanpa jilbab yang biasa menutupi rambutnya.

"MaSyaa Allaah, cantiknya ...," ucapnya tanpa sadar. Ya, memang baru kali inilah dia mendapati Chandani tanpa jilbab yang biasa dia kenakan. Bahkan tangan lelaki itu lantas mengusap pelan rambut hitam legam, nan wangi itu.

Ibra tersenyum, lantas dia mencium pelan puncak kepala Chandani dengan lama. Dihirupnya lama-lama wangi rambut sang istri.

...----------------...

Entah bagaimana bisa, dia sangat enggan melepas guling yang sepertinya tengah memberontak, meminta untuk dilepas. Padahal dia masih ingin memeluk guling yang tumben-tumbenan rasanya sangat menghangatkan segalanya. Sampai dimana dia merasa sakit saat ada pukulan keras di dadanya. "Aw!" serunya sembari membuka mata dan memegangi dadanya. "Chandani," ucapnya kaget.

"Mas Ibra, ngapain? Mau minta hak sebagai suami-istri?" tanya wanita cantik yang saat ini mampu membuat mata Ibra tak berkedip. Kendati baru bangun tidur dan terlihat tengah marah, namun wajah Chandani terlihat tetap cantik, bahkan bau mulutnya tetap saja enak terhirup di indra penciuman lelaki itu. Buktinya, Ibra justru terus diam memperhatikan ekspresi sang istri yang tengah membuatnya terpesona untuk kedua kalinya.

"Bagaimana bisa, aku dan kamu tidur dalam satu ranjang, Mas?" tanya Chandani lagi yang masih belum dihiraukan oleh Ibra.

Namun, hati lelaki itu mengatakan, 'entahlah, aku juga nggak tahu bagaimana bisa tiba-tiba aku tidur di ranjang bersamamu dan ... apa barusan yang aku pikir guling itu adalah kamu.'

"Oh, Mas Ibra sudah sangat ingin memiliki keturunan dengan aku, atu sudah terpesona, sampai bisa meninggalkan kekasih haram kamu?" Namun pernyataan Chandani yang ini sukses membuat kelopak mata pria itu melebar, yang mana lantas membuat dirinya segara beranjak dari ranjang dan berjalan cepat keluar dari kamar tersebut.

Chandani hanya mampu memperhatikan langkah Ibra yang kini sudah tak terlihat, wanita cantik itu tersenyum miring. "Aku yakin, Mas. Antara aku dan dia, kamu pasti akan tergoda sama aku. Tapi, aku nggak mau memaksa jika pada kenyataannya, kamu belum bisa membuang jauh-jauh cinta haramu itu," gumam wanita itu seraya menurunkan kakinya dan berjalan menuju kamar mandi.

Sudah saatnya ia mandi dan shalat subuh, tak perlu lah saat ini dia memikirkan lelaki yang notabenenya adalah suami, namun masih memiliki kekasih. Lebih baik dia beribadah bukan, mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa, jangan lupa dia akan mendoakan agar segeralah dia dekat dan bersatu dengan sang suami.

...----------------...

Setelah selesai dengan rutinitas nya pagi-pagi di kamar, kini wanita cantik yang sudah memakai gamis hitam serta jilbab warna hijau botol itu lantas turun ke lantai satu. Ia akan membuat sarapan sekarang.

Namun, saat ia baru melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, ia dapat melihat sang suami yang tengah duduk dengan memangku laptop di sofa ruang keluarga. Ia tersenyum, ia pikir lelaki itu tengah berada di kamar tamu, ternyata ada di sana. Sedikit lega lah perasaan Chandani sekarang.

Bukan Chandani namanya jika dia lantas menyapa basa-basi lelaki itu. Wanita itu bahkan langsung ke dapur menyusul mbak Titi yang memang sudah ada di sana. Bahkan mbak Titi sudah membuatkan teh hangat untuk Ibra, karena kata sang bos muda itu, dia tengah banyak pekerjaan.

"Assalamu'alaikum, Mbak," sapa wanita cantik itu.

Tentu saja Mbak Titi lantas menoleh dan tersenyum ke arah sang majikan cantiknya itu. "Wa'alaikumsallam, selamat pagi Non. Ya Allaah, pagi-pagi sudah cantik saja," begitu jawab wanita itu.

"Mbak bisa saja, masak apa ya ... enaknya buat sarapan pagi ini?" tanya Chandani pada Mbak Titi, sengaja dengan suara yang sedikit keras berharap ada jawaban dari orang lain yang tengah ia tunggu-tunggu suaranya.

Benar saja, Ibra lantas memperhatikan dirinya yang tengah bicara dengan sedikit melirik ke arah lelaki itu. Lagi-lagi Ibra tersenyum karena ia mengakui dan masih terbayang-bayang pesona cantiknya wanita itu. "Bi, enak kayaknya kalau pagi ini sarapan nasi uduk dengan ayam goreng lengkuas," katanya memberi jawaban.

Chandani tersenyum puas, akhirnya ia tahu apa yang tengah diinginkan suaminya untuk sarapan. "Siap, Den," begitu jawab bibi Titi.

"Ayo, Non. Kita mulai tempur," ajak Mbak Siti.

"Siapa takut, nasi uduk kecil buatku, Mbak." Wanita cantik itu dengan sigap langsung mengeluarkan panci rice cooker dan mengambil beras, mengambil bumbu-bumbu serta ayam. Di mulailah ia masak, yang pertama ia masak nasi terlebih dulu. Tentu saja setelah mencucinya sampai bersih. Di masukannya juga sereh, salam serta garam sebagai bumbu nasi uduk, jangan lupa airnya menggunakan air santan.

Jujur saja, melihat perempuan cantik yang saat ini tengah sibuk memasak itu ia semakin terpesona. Apalagi saat mengingat bagaimana cantiknya wanita itu dalam keadaan tanpa jilbab, serta omelan bangun tidurnya. Ah, seandainya saja ia tak memiliki gengsi yang besar ia jelas akan berubah haluan dan meninggalkan cinta haram nya.

Ngomong-ngomong cinta haram, sebenarnya Ibrahim turun ke lantai satu adalah untuk sebuah pekerjaan. Karena jika terus saja di kamar, ia yakin, ia tak akan bisa menahan untuk tidak memberikan hak dan kewajibannya sebagai seorang suami.

Sebelum ia duduk di sana juga, ia sempat untuk melihat sebentar Jilana yang ternyata tengah tidur nyenyak di atas ranjang dengan selimut tebal. Lagipula, entahlah ... kenapa dalam waktu yang singkat, bahkan hanya dengan melihat Chandani tanpa jilbab, mampu membuatnya terpesona sampai segitu rasanya.

Sampai dalam hatinya mengatakan, 'apakah ini yang dinamakan cinta halal, maka hanya sekilas serta sebentar saja aku melihatnya dalam keadaan tanpa jilbab, aku langsung terpesona dan terbayang-bayang akan dirinya. Ya Allaah, nggak kebayang jika aku melihat dirinya tanpa s e h e l a i b e n a n g mungkin aku sudah m a b u k kepayang.'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!