Bab 12 : Pelukan Dibawah Guyuran Hujan

"Ayo masuk, Jilan," ajak Ibra pada wanita cantik yang basah kuyup. Lelaki itu bahkan merangkul wanita cantik yang mengenakan rok pendek dengan atasan kaos tanpa lengan. Melewati sang istri yang membuka pintu menyambut dirinya.

Chandani tersenyum sinis, dia orang yang di tunggu-tunggu, yang ia khawatirkan, ternyata malah pulang membawa wanita lain ke rumah mereka.

Chandani memutar tumit dan mengikuti langkah suami dan kekasihnya itu ke kamar tamu.

"Chanda, aku pinjam baju kamu ya." kata Ibra yang lantas berlari ke lantai atas di mana kamar mereka berada. Bahkan, wanita itu belum mengizinkan, tapi suaminya tak perduli dengan jawaban dari dirinya.

Chandani mengembuskan napas kasar dan masuk ke dalam kamar tamu. Tapi, ia tak mendapati seseorang di sana.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Ibra yang baru masuk kembali ke kamar tamu.

"Kamu yang ngapain, Mas," jawab Chanda. Wajahnya serius menatap baju miliknya yang ada di tangan sang suami.

"Aku mau bantu Jilana," ucap Ibra tanpa rasa bersalah sedikitpun. Lantas lelaki itu seolah sadar. "Maaf, aku bisa jelaskan nanti kenapa aku bawa dia ke sini, tapi tolong ... sekarang kamu jangan marah dulu, aku cuma mau bantu dia," sambung lelaki itu menjelaskan.

"Sayang, mana bajunya?" panggilan dari dalam kamar mandi membuat dua orang yang saling berhadapan itu memandang pintu kamar mandi.

"Sini, biar aku yang ngasih. Mas Ibra bisa keluar, dia hanya kekasih, bukan istri. Kalau dia wanita baik-baik, dia akan malu kalau sampai kamu melihat auratnya." kata Chandani, tangannya menarik dengan paksa baju yang ada di tangan Ibra.

Lelaki itu mengangguk dan menurut. Ia lantas memutar tumit dan keluar dari kamar itu. Lalu, Chandani berjalan ke arah pintu kamar mandi, mengetuknya tanpa mengatakan apapun.

"Sayang, kenapa la--" kalimat Jilana terhenti saat mendapati Chandani di depannya. Bukan Ibra.

"Ini," seorang istri yang hatinya tengah sakit itu memberikan baju miliknya untuk kekasih dari suaminya.

"Pakai saja tanpa harus di kembalikan. Karena aku lebih baik memberikan barang yang sudah aku pakai, dari pada meminjamkannya," sambung Chandani saat Jilana mengambil baju dari tangannya.

...----------------...

"Di mana, Jilan?" tanya Ibra saat Chandani keluar dari kamar tamu.

"Se-khawatir itu kamu?" tanya balik Chandani sinis. "Kenapa di bawa ke sini? Tidak ada hotel kah di luaran sana, tidak ada kontrakan kah? Atau tidak ada lagi uang untuk membayar?"

Ibra mengerutkan kening. "Saya akan jelaskan semuanya, Chanda. Tapi nanti, tidak untuk sekarang. Saya hanya ingin membantu dia, dan jika saya membawanya ke hotel, semua akan tahu, karena dia tengah di cari-cari oleh keluarganya."

Wanita itu tersenyum sinis, "jadi, Mas Ibra yang terhormat menyembunyikan seorang anak dari keluarganya," Chandani menggelengkan kepalanya tak mengerti.

"Kamu tidak tahu masalahnya, Chanda. Sebaiknya diam, biar saya selesaikan ini dan --"

"Dan apa?" Chandani yang kesal benar-benar sudah tak sabar. "Dan kamu akan mengembalikan dia ke orangtuanya, atau kamu mau menikahinya?" sambung wanita itu.

"Ide bagus," kata Ibra yang juga kesal. Ia merasa wanita itu sudah sangat sok memiliki dirinya.

"Sayangnya aku tidak sudi. Jika mau bersamanya, antar kembali aku ke panti." Wanita itu lantas pergi dari sana.

Cukup sudah dia sakit. Jika memang tidak bisa lagi di pertahankan, untuk apa dia tetap di sana. Tak perduli usia pernikahan, yang ia perdulikan adalah hatinya.

Wanita itu lantas pergi ke kamarnya, meninggalkan makanan yang sudah dingin. Padahal susah payah ia buat makanan, berharap bisa makan malam berdua sembari ngobrol layaknya suami-istri. Tapi sayang, kenyataannya lagi-lagi tak membuatnya senang.

...----------------...

Sementara itu di kamar tamu, Jilan tengah menghadap ke cermin dan memutar tubuhnya. Ia sedang merasa aneh dengan pakaian Chandani. Bagaimana bisa dia yang biasanya berpakaian pendek hari ini memakai baju panjang dan tebal. Membuatnya aneh saat melihat bayangan dirinya di dalam cermin.

"Ji, bagaimana bajunya?" Ibra masuk tanpa mengetuk pintu.

Wanita cantik berkulit putih itu menoleh. Bibirnya manyun, "masak gini sih, Yang. Enggak suka aku."

"Sudah, pakai dulu yang ada. Nanti kalau sudah reda kita beli," kata Ibra membujuk Jilan.

"Istri kamu mana?" tanya Jilan.

Sebenarnya Jilan marah saat mengetahui sang kekasih sudah menikah. Tapi, saat Ibra dengan sangat pelan memberitahu bagaimana bisa terjadi pernikahan di antara mereka berdua, akhirnya ia mau di tolong Ibra saat ia di kejar-kejar orang suruhan ayahnya yang mengetahui bahwa dirinya kabur dari acara makan malam bersama keluarga Ardan.

Jilan bertemu di jalan dengan Ibra. Dan langsung di ajak ke rumahnya.

Ibra menjawab dengan mengedikan bahu. "Sudah tidak perlu di urusi, kamu lapar 'kan. Ayo kita makan," ajaknya pada sang kekasih.

Jilana mengangguk dan berdiri dengan sang kekasih. Keduanya lantas keluar dari kamar menuju ruang makan. Ibra langsung menarik kursi untuk Jilan duduk. Setelahnya barulah dia yang juga duduk di sana.

Tak perduli sedikitpun pada seseorang yang malam ini tengah berdiri di balkon kamar dengan air yang membasahi dirinya. Dia benar-benar tak mengerti, kenapa takdir lagi-lagi membawanya pada kenyataan kalau ia tak diinginkan.

Kembali keruang makan. Jilan bahkan makan dengan lahap setiap masakan yang ada. "Pembantu kamu pintar juga masaknya, enak banget loh ini," ucapnya.

"Iya, aku juga baru merasakan masakan seenak ini. Biasanya ya enak, tapi tidak seenak ini," kata Ibra tanpa memperdulikan istrinya sudah makan atau belum.

"Loh, Non tumben tidak pakai--" kalimat bibi Titi berhenti saat seseorang yang ia pikir Chandani itu menoleh. "Maaf, Non. Saya pikir Non Chanda," sambungnya meminta maaf.

"Maaf, Den," katanya pada Ibra. "Non Chandani di mana?"

"Mmmm," Ibra kebingungan. Ia juga tidak tahu sang istri ada di mana.

"Tadi Non Chanda yang membuat ini semua, Non mau bilang terimakasih karena sudah dibelikan mesin jahit lengkap," kata bibi Titi lagi menjelaskan.

Seketika makanan yang sudah masuk rasanya ingin ia keluarkan. "Terus, dia belum makan?" tanya Ibra.

"Ya, jelas belum Den, 'kan Non nungguin Aden. Mau saya panggilkan," tawar biji Titi.

"Mmm, tidak. Biar aku aja yang panggil." kata Ibra lantas berdiri.

"Loh, kamu kamu ke mana?" tanya Jilan pada sang kekasih yang berdiri dari duduknya.

"Sebentar," jawab Ibra.

Lelaki itu lantas berjalan menuju kamarnya berada, ia langsung masuk begitu saja ke dalam sampai ia mendapati seseorang yang tengah berdiri di balkon dengan hujan yang membasahi dirinya.

"Chanda." Lelaki itu lantas berjalan cepat menuju balkon. "Kamu apa-apaan sih!?" kesal Ibra membalik badan wanita yang kini sudah basah di bawah guyuran air.

Chandani tersenyum sinis. "Kamu mau apa, Mas?!" tanyanya berteriak. Agar terdengar oleh sang suami.

"Kamu tidak usah sok perduli. Aku tidak apa-apa, silakan nikmati waktumu bersama kekasihmu," ucap Chandani sembari mengeluarkan air mata yang sudah tak terlihat karena bersamaan dengan air dari langit yang membasahi wajahnya.

Ibra mengembuskan napas kasar, lelaki itu lantas memeluk istrinya itu. "Maaf, tolong jangan seperti ini. Mas akan ceritakan segalanya padamu, Dik. Tolong jangan seperti ini, jangan sampai sakit," ucapnya seraya memeluk tubuh dingin sang istri.

Terpopuler

Comments

Saya Siapa?

Saya Siapa?

kan udh mulai

2023-05-21

1

puspa endah

puspa endah

semangat thor✊✊✊✊

2023-04-28

2

aqil siroj

aqil siroj

lah ko' udah ditamatin aja thor.... padahal aku nungguin next upnya thor

2023-04-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!