Bab 5 : Memikirkan Cara

Dalam suasana riuh, penuh dengan isak tangis, Ibra duduk dengan tenang. Namun matanya tetap memandang pada perempuan cantik yang kini telah menjadi istrinya.

Adik-adik panti asuhan langsung menangis dan berhamburan memeluk erat sang kakak yang akan meninggalkan mereka, sesaat setelah Chandani mengatakan pada mereka kalau dirinya akan pergi.

Ibra memperhatikan wanita cantik yang menangis sembari menciumi satu persatu adik-adiknya itu.

Dalam hatinya mengakui kalau Chandani bahkan lebih cantik dari kekasihnya, lebih baik dari wanita idamannya, namun entah kenapa hatinya tetap terpaut pada Jilan, kekasih nya yang sudah lama ia cintai. Cinta pertama Ibra.

Memang, Ibra baru bertemu kembali dengan Jilan, baru tiga bulan ini. Namun, cintanya sudah tumbuh dari lama, dari waktu mereka masih SMA. Itu sebabnya Ibra tidak akan bisa mengakhiri begitu saja hubungan yang sudah lama ia impikan.

Sedangkan jika untuk memberi tahu orangtuanya pun tidak mungkin, karena Jilan adalah wanita yang bisa di bilang tidak baik-baik. Karena suka keluyuran tiap malam, mengunjungi tempat-tempat yang bisa membuat orang dengan bebas berjoget-joget dan meminum sampai tidak sadarkan diri.

Ibra tahu, Jilan adalah wanita yang tidak benar. Namun, ia masih ingin bersama dengan cinta pertamanya itu. Ibra masih sangat berharap kalau Jilan mau berubah dan hidup bersama dirinya. Membenarkan diri, hati, lalu meminta restu pada Mamanya.

Ya, walaupun kini Ibra sudah menikah, namun Ibra tetap tak perduli. Yang dia inginkan tetaplah Jilana Elia, perempuan cantik dan s e k s i kesayangannya.

"Nak, Ibra," panggil ibu Seruni.

Ibra yang terbengong di tempat duduknya lantas mendongak, "ah, ya bu," jwabnya kaget.

Ibu Seruni tersenyum, lantas ia duduk di depan Ibra. Hanya saja terhalang meja.

"Nak, Ibra. Tolong jaga Chandani, ya. Jangan pernah membuatnya sakit, apa lagi sampai kembali merasakan pedih di dalam hatinya. Cukup lah sampai di sini kepedihannya, ibu sangat berharap dengan bersamamu, Chandaniku akan bahagia," begitu ujar ibu Seruni.

Ibra tersenyum kikuk. Bahagia bersamanya? Bagaimana bisa? Ibra tidak mencintai Chanda, lalu dengan cara apa dia akan membahagiakan Chandani?

Ibra mengembuskan napas pelan, "In Syaa Allah, bu. Tapi, saya tidak bisa janji. Karena jujur saja, saat ini kita sama-sama belum memiliki rasa," ujar Ibra akhirnya.

Ibu Seruni mengangguk, "ya. Ibu tahu. Kalian belum ada rasa satu sama lain. Tapi, ibu sangat yakin kalian akan jadi pasangan yang saling melengkapi, saling mencintai dan saling menyayangi sampai akhir khayat nanti," kata ibu Seruni.

"Aamiin," jawab Ibra singkat.

Entahlah nantinya, yang jelas dengan menikahi Chanda, Ibra hanya ingin membuat Ibunya bahagia. Tak perduli lah seperti apa nantinya, seperti apa perasaannya, perasaan Chanda. Yang ia pikirkan sekarang adalah membawa Chanda untuk tinggal berdua dengan dirinya, agar ia bisa lebih bebas bertemu dengan Jilana, kekasihnya.

"Ibu," panggil Chandani pelan. Kini dirinya sudah berdiri di sebelah sofa. Sementara adik-adiknya sudah tak menangis lagi, namun masih sesenggukan.

Ibu Seruni tersenyum lantas bangun dari duduknya. Wanita paruh baya itu lantas memeluk erat tubuh sang putri kesayangannya itu.

"Bahagia lah, Nak. Ibu hanya berharap satu, yaitu kamu bahagia," ucap ibu Seruni dalam pelukan Chandani.

Chandani mengangguk, "aku janji, aku akan bahagia. Bagiamana pun keadaan nya nanti, akan aku pastikan, aku bahagia," ujarnya dengan suara yang lumayan keras, ia berharap Ibra bisa mendengar apa yang ia katakan.

Ibu Seruni mengurai pelukannya, lantas tangannya menangkup wajah Chandani. "Jadi istri yang baik ya, Nak. Jadi menantu yang baik juga, jangan lupa sekarang kamu sudah menjadi seorang istri, kamu harus patuh pada suami. Sayangi orang tua suamimu, seperti dirimu menyayangi ku," kata ibu Seruni.

"In Syaa Allaah, bu. Ibu jaga kesehatan ya, maaf kalau nanti aku jarang ke sini." Chanda tak kuasa mengatakan banyak hal. Karena air matanya kembali mengalir.

Sungguh rasanya ia tak ingin pergi dari panti. Namun, kini dirinya harus mengikuti kemanapun suaminya pergi.

Chandani menghapus air mata di pipi ibu Seruni, mengambil tangan ibu Seruni yang ada di pipinya lantas mencium lama telapak tangan yang sudah membesarkannya itu.

"Terimakasih, Bu ... Kau lah ibu ku," ucapnya dengan senyum yang ditemani lelehan air mata.

"Pergilah Nak, jemput bahagia mu," ujar ibu Seruni lagi.

Chandani lantas mengangguk dan tersenyum, "assalamu'alaikum," ucapnya sembari keluar dengan koper di tangannya.

Ibra lantas berdiri dan mengikuti langkah Chanda, "assalamu'alaikum Bu," pamitnya pada Ibu Seruni.

Keduanya lantas keluar dan masuk mobil. Ramai tangisan kembali terdengar saat kini Chandani dan Ibra sudah masuk ke dalam mobil. Ibu Seruni bahkan tak sanggup untuk keluar. Ia tetap berdiri di samping sofa menatap pintu yang masih terbuka lebar.

"Wa'alaikumsallam," begitu ucap Ibu Seruni saat mobil Ibra meninggalkan pelataran Panti.

..._-_-_-_-_...

Di dalam mobil, Chandani masih saja mengeluarkan air mata. ia menatap ke arah luar jendela sembari sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya.

Ibra yang ada di sebelahnya jadi iba melihatnya, merasa kasihan pada Chanda. Tapi, apa yang bisa dia lakukan, memeluk nya kah? Mencium kepalanya kah? Tidak. Itu tidak mungkin, Ibra tidak bisa melakukan apa-apa selain. "Ehem!" Ibra berdehem.

"Jika, nanti kamu rindu pada ibu dan adik-adik di panti, kamu masih boleh kapan saja ke sana kok. Kamu bebas, hanya perlu membiarkan saya bersama kekasih saya," kata Ibra. Berharap Chandani tahu, kalau dirinya tidak akan mengekang wanita yang baru ia nikahi itu, asal dia tidak akan berbuat aneh-aneh, seperti mengatakan pada mamanya kalau ia punya kekasih.

Ibra tidak akan melakukan apapun, apalagi mempersatukan tu bu h nya, ia hanya ingin aman bertemu dengan Jilan. Sudah itu saja. Ia masih ingin melanjutkan rasa cintanya yang sudah besar untuk Jilan. Tanpa harus ketahuan oleh sang mama.

Percayalah, Chandani tak perduli. Ia tetap diam.

Namun, otak Chandani tengah berpikir, bagaimana caranya agar ia mendapatkan cinta dari seseorang. Sungguh, ia ingin sekali merasakannya. Merasakan kalau dirinya itu berharga di miliki seseorang, bukan selalu tidak di inginkan.

Jadi menantu kesayangan mungkin bisa, tapi, jika hanya jadi menantu kesayangan namun bukan istri kesayangan apa gunanya? Yang Chanda butuhkan adalah kasih sayang suami sekarang, karena untuk kasih sayang ibu ia sudah mendapatkan dari ibu Lili dan ibu Seruni.

Tapi, untuk sekarang otaknya tengah buntu. Hatinya ternyata sesakit ini saat berpisah dari Ibu yang sudah membesarkan dia selama 25 tahun. Nyatanya jauh dari ibu Seruni lebih terasa sakit dari ketidakpedulian sang ibu kandung. Sekarang jika Chandani di beri dua pilihan antara ibu kandung dan ibu Seruni, dengan tegas dia akan memilih ibu Seruni. Wanita yang rela membesarkan dirinya dengan penuh perjuangan dan penuh cinta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!