Bab 4 : Kekecewaan yang Sama

Ibu Seruni dan Chandani kini sampai di masjid. Keduanya lantas duduk di barisan perempuan. Menunggu ijab yang akan di ucapkan oleh Ibrahim dan Pak Wali Hakim.

Karena ketidak tahu-an keberadaan ayah dari Chandani, di tambah dalam surat yang ibu gadis itu tulis mengatakan bahwa dia tak punya wali, maka, dengan itu Chandani akan dinikahkan oleh wali hakim.

Karena di sebut dalam surat tidak ada wali, jadi, bisa di simpulkan mungkin saja sang ayah sudah tiada. Lagi pun jika di cari, Chanda benar-benar tidak tahu di mana. Jangan kan untuk mencari, petunjuk nya saja ia tak punya.

Ia sudah duduk di sebelah ibu Lili, lalu ibu Seruni disebelahnya.

Dalam waktu yang tak lama setelahnya, ucapan Pak penghulu terdengar.

"Ananda, Ahmad Ibrahim Bin Ahmad Arifin, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan, Ananda Chandani binti Adelina Baskoro, dengan mas kawin nya uang tunai sepuluh juta rupiah dan seperangkat alat shalat di bayar tunai!"

"Saya terima nikah dan kawinnya Chandani binti Adelina Baskoro dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" kata Ibra dengan lantangnya.

"Bagaimana para saksi?"

"Sah!"

"Alhamdulillah," ucap para saksi dan para undangan yang datang, yang tidak banyak. Hanya beberapa saja, seperti pak ustadz setempat, Pak RT dan Bu Rt, Pak RW dan Bu RW, juga perangkat desa seperti Pak Lurah, mengingat pernikahan ini bukan seperti pernikahan pada umumnya yang begitu mudah, karena tidak adanya wali nasab dan keluarga yang lengkap.

Setelah itu, Chanda di tuntun untuk mendatangi Ibra yang kini sudah sah menjadi suaminya.

Ibra lantas mengusap ubun-ubun Chanda dan membaca do'a yang dia sendiri ternyata sudah hapal, "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udhu bika min syarri hana wa syarri maa jabaltaha 'alaih." lantas di cium nya ubun-ubun sang istri yang baru di nikahi nya itu.

Setelahnya, Chanda lantas menyalami suaminya itu, mencium tangannya dengan takzim. Lalu di sambung dengan tukar cincin.

Senyum cerah hadir di para manusia yang ada di sana. Terlebih ibu Seruni, ia begitu bahagia melihat putri yang selalu ia anggap adalah keajaiban itu sudah mendapatkan imam yang baik. Menurut nya.

Setelah selesai dengan acara akad, lalu di lanjutkan dengan acara doa bersama, sebagai tanda syukur kepada Sang Maha Kuasa, karena lancarnya acara dan untuk mendoakan kedua mempelai agar bisa menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah.

..._-_-_-_-_-_-_...

Dan kini, setelah acara doa selesai. Tinggal lima orang saja di depan Masjid. Yaitu hanya ada Ibu Seruni, Chandani, Ibu Lili, Pak Ahmad dan Ibra.

Mereka berlima masih berdiri di sana, setelah menyalami para undangan pamit.

Ibu Lili tersenyum, lantas mengusap pundak sang menantu.Ya, kini Chandani sudah menjadi menantunya bukan, Chanda menoleh ke arah Ibu Lili, ia tersenyum pada ibu mertuanya itu.

"Mari, kita pulang, ibu sudah tidak sabar untuk membawamu ke rumah kita," ajak ibu Lili dengan bahagianya.

"Mmm, jika di izinkan, aku ingin pamitan terlebih dulu pada adik-adikku, Bu. Karena sampai hari ini aku menikah, mereka semua tidak tahu." Ujar Chanda.

"Boleh, dong Nak. Kamu pulang lah ke panti dulu, ditemani Ibra. Mama dan Papa, pulang dulu ya ...," ucap Ibu Lili. "Sekarang, kamu harus panggil Mama dan Papa, jangan Ibu dan Bapak lagi, ok!" Sambung ibu Lili.

Chandani mengangguk, "baiklah, bu, eh Ma," ia tersenyum saat salah ucap.

"Ibu, Seruni, aku pulang dulu ya ... nanti jangan tangisi kepergian Chanda ya, karena Chanda pergi bukan untuk bersedih," ujar ibu Lili pada ibu Seruni.

"Ah, Ibu ... Air mata yang akan keluar nanti bukan air mata kesedihan, nanti akan ada air mata bahagia, sebahagia tadi, saat puteramu mengucap dengan lantang nya ijab kabul," kata ibu Seruni.

"Kami, pamit dulu ya," ucap Ibu Lili. Di sambung pak Ahmad di belakangnya.

"Duluan ya, Ib," ucap ayah pada puteranya. Ibra hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Hati-hati, Pak, Bu," ucap ibu Seruni saat kedua paruh baya yang bisa di bilang adalah besan nya itu masuk ke dalam mobil.

"Mari, Bu," ucap Ibra pada Ibu Seruni. Ibra mengajak Ibu Seruni dan Chandani masuk ke dalam mobilnya.

"Ayo, Chanda," ajak Ibra dengan pelan.

"Silakan, Mas duluan," begitu ujar Chanda.

Ibra mengangguk dan masuk ke dalam mobil setelah membukakan dua pintu untuk perempuan yang masih berdiri di sana.

Chanda masuk ke bagian depan dan Ibu Seruni masuk di bagian belakang. Ketiganya duduk dalam diam. Tak lama setelahnya roda mobil pun berputar meninggalkan pelataran masjid.

Hingga sampai di halaman panti, ketiganya tetap diam. Dalam pandangan Ibu Seruni, keduanya tengah malu-malu karena baru sah menjadi suami-istri, namun entah dengan pikiran keduanya. Tidak ada yang tahu, terlebih Ibra yang bahkan sedikit saja tidak melirik ke arah Chanda.

Ibu Seruni lantas turun terlebih dahulu, meninggalkan pasangan halal baru itu.

"Chanda," panggil Ibra. Setelah ibu Seruni keluar dari dalam mobil.

"Iya, Mas," Chanda menoleh ke arah Ibra. Namun Ibra tetap menghadap ke depan.

"Saya punya perempuan yang saya cintai," kata Ibra.

"Maksud nya apa, Mas?" tanya Chanda tidak mengerti.

Ibra lantas menoleh ke arah Chanda. "Saya menikahi mu, hanya karena paksaan dari Mama, sejujurnya, saya sudah punya kekasih yang tidak bisa saya tinggalkan begitu saja."

"Kenapa, Mas Ibra menyetujui nya?" tanya perempuan itu lagi. Ia benar-benar tak mengerti.

"Karena Saya tidak bisa membuat Mama saya bersedih," jawab Ibra.

Chandani tersenyum sinis, "apa, Mas Ibra tidak tahu, jika seperti ini, maka, Mas Ibra akan membuat hati Mama lebih sedih."

"Usahakan Mama jangan sampai tahu. Setelah ini saya juga akan membawa kamu ke rumah pribadi saya, agar semuanya aman," ujar Ibra lagi.

"Jika, aku mengatakannya pada Mama, bagaimana?" tanya Chandani dengan hati yang kesal. Apa ini, lagi-lagi keberadaan nya tidak di inginkan? Sungguh di balik kata-kata yang di ucapkan Chandani, ada luka yang begitu perih di dalam dadanya.

"Jangan coba-coba, Chandani. Mama punya riwayat penyakit jantung, saya tidak ingin Mama saya kenapa-napa," kata Ibra.

"Jika, seperti itu. Tinggalkan kekasihmu," ujar Chandani serius.

"Itu, tidak mudah Chanda!" Chanda tersenyum sinis dengan apa yang di katakan Ibra.

"Jika tidak mudah, kenapa dengan mudahnya kamu mau mengucap janji yang begitu suci, yang bahkan di saksikan para malaikat?" tanya perempuan itu. "Mas Ibra. Sekarang aku adalah istri dari Mas Ibra. Jadi aku ingin Mas Ibra pelan-pelan lupakan cinta harammu, belajar lah mencintaiku yang sudah pasti halal," entah apa yang di pikirkan Chanda sampai ia bisa mengatakan seperti itu.

Sungguh sebenarnya ia tak ingin mengemis perasaan pada seorang lelaki, walaupun lelaki itu adalah Suaminya. Namun, entah kenapa rasa sakitnya malah mendorong nya untuk bertekad kuat membawa suaminya untuk bersamanya. Agar mencintai dirinya, karena jujur saja, Chanda ingin sekali di cintai, di akui keberadaan nya, di sayangi sepenuh hati, bagaimanapun keadaannya. Tidak seperti ini, lagi-lagi keberadaannya tidak di inginkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!