Bab 2 : Dilamar

Paginya, Ibu Lili kembali datang. Kali ini ia tidak datang sendiri. Namun dengan sang putra. Putra satu-satunya. Ahmad Ibrahim, 30 tahun. Juga dengan sang suami Ahmad Arifin, yang langsung setuju saat istrinya menginginkan menantu seperti Chanda.

Chanda memang terkenal sangat baik, jadi, tidak heran jika banyak lelaki yang menginginkan dirinya untuk di jadikan istri, ataupun orang tua yang menginginkan nya untuk di jadikan menantu.

Selain baik, Chanda juga cantik, sudah menutup auratnya sejak kecil. Penurut dan tidak neko-neko. Sopan sekali pada orang tua. Dan masih banyak kebaikan lainnya.

Tapi, walaupun seperti itu, Chanda selalu merasa dirinya ini bukan lah apa-apa. Dan tidak pantas untuk di inginkan semua orang. Apalagi, kalau bukan karena keberadaan dirinya yang tidak di inginkan oleh orangtuanya.

Walaupun yang seperti Chanda bukan hanya dia saja, namun, entah kenapa dia selalu merasa kalau yang hadir tanpa diinginkan hanyalah dirinya.

Chanda tahu, kalau kedatangan Ibu Lili kali ini bukan datang seperti biasanya. Melainkan ada maksud lain. Namun, ia pura-pura tidak tahu, ia tetap diam di dalam, menyelesaikan baju-baju jahitannya. Ya, Chanda juga seorang penjahit. Memang bukan penjahit handal, karena dia bisa menjahit bukan karena sekolah, melainkan karena melihat dari orang lain.

Yang akhirnya membuat hatinya berkeinginan untuk menjahit. Dan Alhamdulillah, berkat dirinya yang menjahit ia jadi bisa memiliki penghasilan walaupun sedikit. Karena, kadang yang datang hanya untuk memotong panjang baju, atau celana ataupun sejenisnya. Yang pastinya Chanda hanya dapat menerima bayaran seikhlasnya saja.

Baru saja Chanda memasang jarum, Ibu Seruni datang menghampiri nya.

"Nak Chanda, ada tamu yang bertujuan bertemu dengan mu, mari kita ke depan!" ajak Ibu Seruni.

Chanda tersenyum, mengangguk dan beranjak dari duduknya. "Ibu, biarkan Chanda keluar sembari membawakan minum," ujarnya pada Ibu Seruni.

"Iya, Ibu keluar terlebih dulu ya," ucap Ibu Seruni.

Chanda mengangguk dan membiarkan Ibu Seruni ke depan. Lalu setelahnya, wanita cantik itu masuk ke dapur dan menyiapkan minuman untuk para tamunya.

Dengan nampan yang berisi empat cangkir teh hangat, Chanda keluar menemui para tamu. Menaruhnya pelan di depan setiap para orang yang duduk di sana. Semua perhatian tertuju pada dirinya yang tengah menyuguhkan minuman.

Bahkan, Ibu Lili tersenyum bahagia saat melihat Chanda. Dia memang selalu membuat hati Ibu Lili bahagia. Begitu banyak kekaguman yang di rasakan oleh Ibu Lili pada perempuan yang akan menjadi menantunya itu.

"Silakan, Bu, Pak, Mas, sembari di minum, maaf hanya ada teh," uar Chanda mempersilakan tamunya minum.

"Makasih Nak Chanda," ucap Pak Ahmad Arifin.

"Sini, Nak, duduk di sebelah ibu." Kata Ibu Seruni menepuk sofa di sebelahnya.

Chanda lantas duduk di sebelah Ibu Seruni. Chanda menunduk, ia tak berani menatap satu persatu tamu nya, apalagi pada Ahmad Ibrahim.

"Nak, Chanda, kamu sudah cukup umur bukan, untuk menikah?" tanya Ibu Lili.

Chanda mengangguk, "benar Ibu Peri," jawab nya.

"Kedatanganku kali ini, dengan anak dan suami ku Nak Chanda ... niat kami datang ke sini, untuk melamar dirimu, untuk putera kami, Ahmad Ibrahim. Apa kau mau, Nak?" tanya Ibu Lili to the poin.

Chandani memberanikan dirinya untuk melihat Ibu Lili, "maaf, Ibu, sebelumnya saya harus memberitahu kan terlebih dulu, keadaan saya. Saya hanyalah anak yang tidak di inginkan, apakah mungkin Ibu sama Bapak bisa menerima keadaan saya yang seperti ini. Begitu juga Mas Ibra, apakah bisa menerima keadaan saya yang begitu hina ini," jelasnya yang lantas kembali menunduk.

"Nak Chanda, kamu tidak boleh mengatakan hal seperti itu, itu perkataan tidak baik. Tidak ada anak yang lahir dengan hina, walaupun orangtuanya hina sekalipun. Kami akan menerima segala bentuk dirimu Nak Chanda. Iya 'kan Pa?" ujar Ibu Lili yang berakhir meminta persetujuan pada suaminya.

"Betul sekali, Nak Chanda. Kita bisa menerima mu seadanya dirimu," kata pak Ahmad.

"Jika seperti itu, maka Chanda terima niat dan maksud dari Bapak dan Ibu," jawab Chandani.

Ibu Seruni tersenyum lebar. Ia begitu bahagia saat Chanda menerima lamaran dari Ibu Lili dan Pak Ahmad. Sungguh ia begitu bahagia, karena yang ia tahu Ibra adalah anak yang baik dan pekerja keras. Terbukti dari begitu banyak bisnisnya yang sukses, yang mampu membuat orang tuanya begitu bangga padanya.

"Ya, Allah ... Terimakasih Nak Chanda. Jadi, kapan kira-kira, kita langsungkan pernikahan nya?" tanya Ibu Lili tak sabar. Ia sampai tak perduli pada anaknya yang dari tadi diam. Tak mengatakan sepatah katapun. Bahkan helaan napas saja tak terdengar. Duduk diam layaknya patung. Hanya netra nya saja yang ke sana-sini memperhatikan setiap orang yang berbicara.

"Kita sih, terserah Ibu Lili saja, iya 'kan Nak Chanda?" ujar Ibu Seruni yang lantas bertanya pada anak kesayangannya.

"Iya, Ibu. Semua terserah pihak laki-laki," jawab Chandani.

"Bagaimana kalau hari Jumat?" usul Ibu Lili.

"Bagiamana, Pa, Ib?" tanya Ibu Lili pada dua lelaki tersayang nya.

"Boleh, itu Ma. Hari Jumat, hari baik. Bagaimana menurut mu Ib?" papa bertanya pada anaknya yang dari tadi hanya diam.

"Terserah, Mama sama Papa saja," jawab Ibrahim. Dengan wajah yang datar, tidak ada senyumnya sedikitpun.

"Kamu setuju juga, 'kan Nak Chanda? Ibu Runi?" kini Ibu Lili bertanya pada dua wanita yang duduk di depan nya.

"In Syaa Allaah, siap Bu," begitu jawab Ibu Seruni. Sedangkan Chandani hanya mengangguk dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

Masih jadi pertanyaan di hati Chanda, kenapa ekspresi wajah dari Ibra tidak enak di pandang saat tak sengaja bersitatap dengan nya. Namun, ia tidak bisa menanyakan nya langsung. Karena, ia takut Ibra salah paham akan maksud darinya.

"Kamu, mau mahar apa, Nak Chanda?" tanya Pak Ahmad.

"Saya tidak akan minta apapun, Pak. Seikhlasnya saja, sekiranya tidak memberatkan Mas Ibra," jawab Chanda. Sesekali ia mengerling ke arah Ibra yang tengah sibuk dengan ponselnya.

"Lalu, bagiamana dengan pernikahan impian mu Nak Chanda? Apa kau mempunyai sebuah pernikahan impian?" tanya Ibu Lili lagi. Ia benar-benar begitu antusias.

"Tidak, ada Bu. Saya hanya menginginkan Ijab dan kabul secara sederhana," jawab Chanda jujur.

Ibu Lili tersenyum lebar.

"Baiklah kalau begitu, sebaiknya kita adakan di mana?" ibu Lili kembali bertanya.

"Jika boleh, Chanda ingin menikah di Masjid bu," jawab Chandani.

"Ya, bagus sekali semua keinginan mu Nak Chanda. Kami pasti akan menyetujui semua keinginan Nak Chanda ini," kata pak Ahmad.

Ibu Seruni mengusap tangan Chanda yang ia re mas - re mas di atas paha. Jujur saja, Chanda belum mengerti apakah jawaban nya akan membawanya ke kebahagiaan atau malah sebaliknya.

Chanda menoleh dan tersenyum pada Ibu Seruni, lantas ia melirik sekilas pada Ibrahim. Sungguh, aneh sekali. Ibrahim tetap diam tanpa tanggapan apapun. Entah tidak suka atau memang bawaan Ibrahim memang seperti itu, yang jelas ia bertanya-tanya dalam hati.

Hingga akhirnya acara lamaran singkat itu selesai, setelah ngobrol antara Ibu Seruni dan Ibu Lili juga Pak Ahmad. Sementara Chanda dan Ibrahim benar-benar hanya menjadi pendengar.

Chandani sesekali melirik Ibrahim, namun yang di lirik tetap sibuk pada ponselnya.

Sampai akhirnya Pak Ahmad dan Ibu Lili pamit. Dan akan datang lagi hari Jumat, hari di mana akan di adakan nya ijab qabul Antara Ibrahim dan Chandani.

Ibu Lili dan Pak Ibra berniat langsung mengurus segalanya. Jadi, tadi sebelum benar-benar pergi, keduanya meminta berkas-berkas yang di perlukan untuk perikanan pada Chandani.

Kini, Ibu Seruni dan Chandani tengah berdiri di depan teras. Menatap kepergian mobil keluarga Pak Ahmad.

"Mari, Nak. Kita masuk," ajak ibu Seruni.

Chanda mengangguk dan mengikuti langkah Ibu Seruni untuk masuk ke dalam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!