The Journey Of Love

The Journey Of Love

Bab 1 Aghnia

Sayup ku dengar suara adzan shubuh sudah berkumandang. Palang merah sejak semalam tak membuat ku harus kembali terlelap melanjutkan mimpi. Ada banyak hal yang harus Aku selesaikan sejak membuka mata hingga terlelap malam nanti.

Lelah?, letih?. Rasanya kalimat itu amat sangat tak layak terbersit dalam benak sekalipun saat melihat pria yang menjadi cinta pertama Ku sudah bersiap dengan baju koko kesayangan nya lengkap dengan kopiah yang mulai tampak usang yang bertengger manis di kepala pria yang masih terlihat amat sangat tampan di usia nya yang masih jauh dari kata paruh baya.

"Assalamu'alaikum Ayah" Salam sapa ku di balas dengan senyuman tulus Ayah sang pemilik cinta pertama Ku.

Pria yang selalu ada untuk Ku sejak Aku di lahirkan dan kemudian di tinggalkan oleh Ibu ku sendiri demi pria yang jauh lebih kaya dari Ayah Ku.

"Waalaikumsalam Neng. Langsung mandi tidak usah buat sarapan Ayah mau beli nasi uduk Mbah Mun aja nanti". Aku mengangguk lalu segera beranjak menuju kamar mandi yang berada di ujung rumah petak yang Kami tempati setelah mencium punggung tangan kanan Ayah sebelum beliau berangkat ke musholla yang berada tak jauh dari tempat tinggal Kami.

Menjelang pukul enam, Ayah kembali kerumah dengan membawa sebungkus kantong plastik berisikan dua bungkus nasi dan beberapa gorengan pelengkap nya.

Segelas teh manis jambu hangat pun sudah Aku siapkan guna menjadi pelepas dahaga Kami saat menikmati sarapan Kami.

Ayah adalah segalanya buatku. Dia tak pernah mengeluh tentang hidup nya bahkan hingga saat ini, beliau lebih memilih mengurus ku dibandingkan mencari pendamping pengganti ibuku.

Karena itulah demi menjaga diri, sejak SMP Aku pun merubah penampilan ku dengan mengenakan kacamata tebal hingga menutupi kecantikan yang di warisan Ayah dan Ibu ku.

Ya banyak yang bilang Aku memiliki paras yang cantik, namun hal itu justru membuat Aku takut sendiri dengan kecantikan yang Aku miliki, walaupun Ayah selalu meminta Aku untuk berpenampilan apa ada nya tanpa harus menutupi kecantikan ku.

Tapi Aku justru sudah merasa nyaman dengan penampilan seperti ini, tak dianggap oleh para pria membuatku merasa aman dan nyaman karena tidak ada seorang pria pun yang tertarik kepada ku karena penampilan ku yang bisa di bilang jelek.

"Awas nanti malah jadi pakai kaca minus beneran Neng, karena keseringan pakai kacamata" Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Ayah, namun apalah daya Aku sudah sangat nyaman dengan kacamata tebal yang sudah menemani hari ku selama lima tahun ini.

"Lagi juga Neng mah aneh, punya wajah cantik kok malah di bikin jelek" Ucap Ayah sambil menggelengkan kepala nya dan kemudian mengenakan helm hijau yang selalaras dengan jaket yang selalu menemani hari nya selama di jalan mengangkut penumpang.

"Kalau penampilan Neng gini, gimana Ayah mau dapat menantu coba" Ujar Ayah kembali meledekku yang tengah mengenakan helm untuk penumpang ojek online nya.

"Tenang aja Ayah, InsyaAllah Allah sudah menyiapkan Neng jodoh yang seperti Ayah. Penyabar, penyayang dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Aamiin" Ujarku membalas ucapan Ayah dan membuat Ayah mencembikkan bibir nya.

"Kalau kaya gitu mah, jodoh Neng pasti usia nya lebih tua bukan yang sepantaran Neng atuh" Gerutu Ayah yang mulai melajukan motor nya dengan Aku yang sudah duduk manis di belakang Ayah Ku.

"Nggak apa-apa Yah kalau usia nya lebih tua dari Neng, yang penting dapat restu dari Ayah" Ayah terkekeh pelan mendengar ucapan Ku.

"Ya asal jangan jodoh nya Kamu itu Ki Asep, InsyaAllah Ayah setuju kalah jodoh Neng itu usia nya jauh lebih tua dari Neng". Sontak ucapan Ayah membuat ku dan Ayah tertawa selama di perjalanan.

"Kalau sempat nanti Ayah jemput ya Neng" Ucap Ayah saat Aku mencium punggung tangan kanan nya ketika tiba di gerbang sekolah.

"Nggak usah di jemput di sekolah ya Ayah. Soal nya sepulang sekolah nanti Neng ada kerja kelompok di Cafe Pelangi. InsyaAllah selesai jam empat sore." Ujar ku memberitahu Ayah.

"Jadi nanti Ayah langsung jemput disana saja ya?". Aku mengangguki ucapan Ayah.

"Buat tambahan uang jajan Neng" Aku tersentak ketika Ayah menyodorkan selembar uang kertas lima puluh ribu kepada Ku, padahal tadi di rumah Ayah sudah memberikan uang jajan Ku untuk hari ini.

"Nggak usah Ayah, buat pegangan Ayah saja. Tadikan Ayah udah kasih uang buat jajan Neng" Ujarku menolak pemberian Ayah.

"Takut kurang, Neng kan mau kerja kelompok di Cafe" Ujar Ayah memaksa.

"InsyaAllah cukup kok uang jajan yang Ayah kasih ke Neng tadi. Jadi uang nya di simpan aja buat pegangan Ayah" Ucap Ku kembali menolak uang yang Ayah berikan.

Terdengar helaan nafas pelan Ayah seraya memasukkan kembali uang tersebut kedalam saku jaket ojol nya.

" Ya sudah. Jangan lupa sholat ya Neng. Ayah berangkat dulu ya" Aku menganggukkan kepala ku dan kembali mencium punggung tangan kanan nya yang di balas Ayah dengan mengusap lembut pucuk kepala ku lalu menyalakan motor matic hitam kesayangan Ayah.

"Assalamu'alaikum" Ucap Ayah sebelum melajukan motor yang menjadi sahabat nya dalam mencari nafkah bagi Kami.

"Waalaikumsalam" Aku membalas salam Ayah pada saat motor mulai melaju meninggalkan Aku yang masih setia menatap punggung Ayah hingga tak tampak lagi karena terhalang laju kendaraan lain nya.

Aku pun bergegas memasuki sekolah yang mulai tampak ramai oleh beberapa siswa dan siswi yang membawa kendaraan.

Sahut menyahut bunyi klakson kendaraan saling menyapa sepanjang jalan yang Aku lalui hingga sebuah teriakan yang setiap pagi selalu kudengar itu pun kembali hinggap di pendengaran Ku.

"Hei culun"

Aku hanya bisa menghela nafas pelan ketika panggilan itu kini terdengar nyaring di telinga kananku dan langsung ku acuhkan seperti setiap hari nya.

"Widih jelek aja sombong apalagi cakep Lo!" Hardik si pemilik suara kembali yang lagi-lagi ku acuhkan dan semakin mempercepat laju langkah ku menuju kelas ku.

Seolah tak puas dengan segala ucapan dan hardikan nya sendiri si pemilik suara itu kini berdiri di hadapanku.

Tampan, ya harus Aku akui si pemilik suara yang suka sekali menghardikku itu memang memiliki wajah yang tampan, tinggi dan pasti nya label cowok terfavorit menjadi gelar nya di sekolah kami.

Aku mendongakkan kepala ku guna menatap cowok yang memiliki selisih tinggi dengan ku sepuluh centi meter dengan tatapan malas tak berminat.

Ya Aku memang memiliki tubuh yang cukup tinggi yaitu 168 cm dengan tubuh sedikit berisi namun sengaja kututupi dengan selalu memakai pakaian yang lebih besar agar tidak terlihat menggoda.

"Kenapa Lo liatin Gue kaya gitu. Naksir Lo sama Gue?" Ucapan di sertai tawa nya dan beberapa teman nya itu kubalas dengan berdecak kecil seraya menyunggingkan senyuman tipis mengejek kearah nya yang memang harus ku akui amat sangat tampan, namun sayang nya semua itu tak menarik perhatian ku.

"Harus nya pertanyaan itu Saya yang ajukan bukan Kamu!" Sentakku hingga membuat nya menatapku heran.

"Setiap hari, tidak setiap Kamu melihat Saya ada saja ucapan yang selalu Kamu ucapkan, walaupun ucapan itu menyakitkan, tapi seperti nya Saya berhasil menarik perhatian Kamu bukan?. Sampai-sampai Kamu selalu menyempatkan diri menghampiri Saya untuk sekedar menghina Saya!" Ucapku yang membuat nya langsung terdiam dan menatapku dengan tatapan tak percaya.

"Ngimpi!" Ucap nya yang Aku balas dengan senyuman kecil ketika dia berjalan meninggalkan ku bersama dengan para pasukan nya memasuki kelas, yang sayang nya kelas itu sama dengan kelas ku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!