Alfian memandangi Zahira melalui spion didepannya masih dengan rasa heran dan penasaran, tapi urung untuk bertanya.
Akhirnya diapun melajukan mobilnya perlahan dengan seribu tanda tanya.
Sementara si Abang yang sedari tadi berdiri menyaksikan dari kejauhan menarik nafas lega, sambil menggenggam erat uang ditangannya.
Yeni dan Nova sudah keluar dari ruang UKS, kini berjalan pincang memasuki kelasnya.
Suasana hening, hanya suara pak dosen yang terdengar menjelaskan, namun saat mereka memasuki ruangan, semua mata tertuju padanya tak terkecuali pak dosen.
“Yeni kamu kenapa?” Tanya pak dosen heran melihat kondisi Yeni yang lengannya diperban.
Yeni dan Nova berhenti mendengar pertanyaan itu.
“Habis ketabrak pak,” jawab Yeni lalu meneruskan langkahnya menuju bangkunya demikian juga nova.
“Jadi kamu yang ditabrak sama adiknya Fian?” tanya teman sekelas yeni.
“Kok bisa sih,” yang lain menimpali sampai kelas yang tadinya hening kini jadi riuh.
Sementara pak dosen memandangi mereka,
“Oke, cukup semua, bisa diam sebentar?” seru pak dosen membuat ruangan langsung tenang.
“Yeni, bisa kamu jelaskan kejadiannya?” tanya pak dosen lagi.
“Iyya pak. Itu tadi waktu istirahat kami keluar sebentar dan pas mau masuk kampus aku ditabrak motor di depan tempat parkir,” jelas Yeni.
“Jadi bukan karena adiknya Alfian?” ujar pak dosen lagi.
“Iyya pak, saya tidak tahu soal itu,” ungkap Yeni.
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Iyya pak.”
“Baiklah mari kita teruskan pelajaran”. Pak dosen pun melanjutkan penjelasannya.
Yeni dan Nova saling pandang mereka tidak mengerti apa maksudnya, namun diam seribu bahasa karena takut mengganggu penjelasan dosen.
“Oo jadi karena itu Alfian lari keluar kampus tadi?” batin Yeni sambil memainkan pulpen ditangannya.
Ingatannya melayang ke kejadian tadi di mana Zahira terbang dihantam mobil. Tiba-tiba matanya terbelalak.
“oh tidak!” serunya kaget membuat konsentrasi Nova buyar demikian juga temannya yang lain.
Yeni segera membungkam mulutnya, untung pak dosen tidak mendengarnya.
“Kamu kenapa sih, ngelamun ya?” tanya Nova kesal sambil berbisik.
“Ehh jangan-jangan yang nabrak Zahira tadi itu....”Terang Yeni setengah berbisik ditelinga Nova namun tidak melanjutkan ucapannya.
Nova sudah berbalik kearahnya dengan mata terbelalak sambil menutup mulutnya.
“Jangan bilang adiknya Fian?” juga dengan berbisik dengan muka tegang. Yeni Cuma bisa meringis takut.
Mobil yang dikendarai Fian berhenti di depan kos-kosan Zahira. Perlahan Zahira membuka pintu lalu turun, demikian juga Fian, lalu memutar dan mendekati Zahira yang sudah duluan.
“Makasih ya kak udah antarin aku pulang,” ujarnya.
“Tidak justru aku yang harus minta maaf sekaligus berterima kasih, kamu tidak menuntut adikku,” jawab Fian.
Zahira Cuma tersenyum namun menyiratkan rasa takut diwajahnya, ketulusan diwajahnya seakan-akan hilang.
“Ra apa kamu marah padaku? Atau sama adikku?” tanya Fian penasaran melihat ekspresi wajah Zahira yang tampak shok.
“Ehm ga kok, aku tidak marah, aku masuk dulu ya kak," Dia pamit lalu beranjak pergi namun Alfian segera mencegahnya.
“Tunggu Ra, aku mau kamu jelasin kenapa kamu kayak gitu, ga biasanya muka kamu kayak gitu, kayak orang ketakutan, ada apa Ra, aku benra-benar penasaran dengan tingkah kamu,” jelas Fian.
“Maaf kak, mm aku ... mm aku ga terbiasa dibentak, walau itu orang lain, tapi aku tetap ketakutan, sekali lagi aku minta maaf, aku mau istirahat dulu” jawab Zahira mencoba melangkah. Sekali lagi Fian mencegahnya.
“Ra aku masih tidak mengerti, tolong jelasin, apa maksudmu, aku marah sama adikku tapi kamu yang ketakutan, aku ga faham Ra, tolong jelasin” pinta Fian
“Mm aku fobia sama suara bentakan, itu alasan kenapa dulu aku nangis waktu kekampus, karena tanteku membentak aku, itu juga alasan kenapa aku ada disini” terangnya.
“Tapi bukannya teman kamu suka marah sama kamu juga?” tanya Fian lagi.
“Iyya, tapi kan ga membentak, aku ga masalah dengan itu,” terang Zahira sambil melangkah masuk pekarangan,
Sementara Fian tak mampu berkata apa-apa melihat Zahira yang tampak shok, dirinya hanya bisa memandangi Zahira tak berkedip sampai masuk kedalam pekarangan, lalu melangkah kemobilnya, kemudian berlalu pergi dengan rasa bersalah.
Di dalam mobil, Fadil terus memandangi kakaknya penuh rasa sesal.
"Kakak menyukainya?” tanyanya setelah sekian lama memperhatikan kakaknya. Fian menoleh lalu memandang lurus dengan muka datar tanpa sepatah kata. Fadil semakin merasa bersalah.
“Kak aku minta maaf, aku bersalah, tadi aku benar-benar buru-buru, aku ada tugas kelompok dan aku sudah telat, sementara aku yang ketuanya,” ucap fadil lalu tertunduk lesu.
“Terus sekarang, kamu sudah ketemu anggota kelompokmu?, lihat apa yang terjadi?” tukas Fian menahan marah, lalu menarik nafas berat rasa kecewa tersirat jelas di wajahnya.
“Iyya kak, aku salah?” jawab adiknya. Alfian hanya memadang adiknya sekilas lalu memandang lurus ke depan dengan menghela nafas panjang dan berat.
Sesampai di depan kampus, Alfian turun Dari mobil, kini Fadil yang memegang kemudi.
“Hati-hati jalannya, ingat, takkan lari gunung dikejar!” nasihatnya keadiknya sambil melangkah pergi.
Baru saja ia memasuki gedung kampusnya, tapi pak dosen sudah keluar dan berpapasan dengannya dikoridor, “Oh Fian kamu sudah datang, bagaimana adikmu?” tanya pak dosen.
“Iyya pak, adikku baik, alhamdulillah,” jawabnya.
“Ya sudah kalau begitu, bapak duluan,” “iyya pak”.
Pak dosenpun berlalu pergi demikian juga Alfian bergegas menuju kelsanya.
Baru saja ia memasuki kelas, teman-temannya langsung menyerbunya, berbagai pertanyaan dilontarkan,
“Bagimana adikmu, apa dia terluka, bagaimana kabar korbannya,” demikian sebagian besar pertanyaan yang dilontarkan, namun Alfian hanya diam dan terus berlalu menuju bangkunya, lalu mengambil tasnya.
Sedangkan Yeni dan Nova cuma memandang penuh rasa was-was. Karena tidak mendapat jawaban, keriuhan pertanyaan kini mereda. Barulah Fian angkat bicara.
“Adikku baik-baik saja, untungnya yang ditabrak juga tidak terluka, sialnya yang ditabrak Zahira, mahasiswa baru yang...” belum sempat Alfian bicara
“Yang suka jalan sama kamu itu?” kok bisa sih," serbu teman-temannya memotong ucapannya.
Mendengar pejelasan Fian yang terpotong membuat mata Yeni dan Nova terbelalak, jantungnyan seakan akan hilang dari tempatnya.
Mereka pun saling pandang, tak mampu berucap. Yeni segera mengerling pada Nova mengisyaratkan segera keluar dari kelas.
Dengan perlahan Nova menarik tasnya lalu bangkit dari kursinya, demikian juga Yeni, tidak seorang pun yang curiga dengan tingkah mereka karena terlalu penasaran dengan cerita Fian.
Sementara Fian sibuk menjawab pertanyaan temannya, Yeni dan Nova sudah kabur dari sana.
Begitu keluar dari kelas, mereka mendekati salah satu teman kelasnya yang sudah keluar juga.
“Yaya!” panggil Yeni dengan ramah. Yang dipanggil segera menoleh, yeni dan Nova segera mendekatinya.
“Kok semua orang tahu adiknya Alfian kecelakaan, padahal kami tidak, kapan kecelakaannya?” tanya Yeni.
“Tadi pas dikelas, ada yang menelfon Fian, terus Fian minta izin keluar karena adiknya menabrak orang di depan kampus, begitu tadi katanya,” jelas mahasiswa yang namanya Yaya ini. “Oooh, makasih ya udah ngasih tahu,” kata Nova sambil menepuk pundak yaya.
“tapi tumben tanya ke aku, bukannya tanya langsung?” tanya yaya lagi.
“Ah ha ha, itu soalnya banyak orang berkerumun, percuma kan ga bakal kedengaran juga." Balas Yeni gelagapan merasa dicurigai.
“Ya udah makasih banyak ya aku pergi dulu,” ucapnya lagi kemudian berlalu sambil menarik lengan Nova. Sementara yaya Cuma memandanginya geleng-geleng kepala..
.
.
.
.
Besok disambung lagi..
Author akan sangat berterima kasih jika kawan-kawan pembaca memberikan komen dan kritiknya, agar author ada perkembangan, soalnya ini adalah kali pertama saya menulis karya meskipun sudah menjadi pembaca selama puluhan tahun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
auristela
semangat kak...
2020-10-21
1
🎯Pak Guru📝📶
Feedback ya
Pendekar Tak Pernah Kalah
2020-09-18
1
Ita Yulfiana
like 14
2020-09-15
0