"Sedang apa kamu disini? Kamu sakit?" tanya Langit penuh perhatian.
Mentari dengan cepatnya menggeleng gelengkan kepalanya."Gak. Aku baik-baik saja kok." sambil melirik memberi kode ke arah Andin.
Andin hanya menarik napas melihat sahabatnya itu yang mulai meyakini kalau dirinya baik-baik saja. Padahal tadi di rumah sempat Andin cek suhu tubuh Mentari tiga puluh delapan derajat.
Langit sempat melirik ke arah Andin dan menangkap sinyal kurang suka dengan apa yang Mentari sampaikan.
"Kalau kamu baik-baik saja kenapa kamu disini?" Langit mencoba memancing jawaban jujur Mentari.
"Kamu sendiri kenapa ada di Rumah Sakit ini?" tanya balik Mentari,sambil mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Langit tanpa mencurigakan.
"Aku?" tunjuk Langit pada dirinya sendiri.
Mentari menganggukkan kepalanya."Ya ..kamu." ucapnya.
"Ini memang rutinitas aku, Cek rutin kesehatan tiap enam bulan sekali." jawab pasti Langit.
"Kalau kamu?"tanya ulang Langit.
Mentari menarik napas dalam."Tadinya sih demam sudah hampir tiga hari ini. Lantas sahabat ku ini yang khawatir dan menyuruhku untuk ke dokter." akhirnya ia menjawab jujur pertanyaan Langit.
Langit pun tersenyum lebar.Jawaban Mentari cukup menjelaskan bahwa gadis yang ada di hadapannya ini adalah gadis baik-baik. Jawaban jujur yang keluar dari mulut Mentari cukup meyakinkan Langit tentang pribadi Mentari.
Langit menundukkan kepalanya menyapa Adin dan tersenyum.Lalu mengulurkan tangannya."Langit."
Andin pun dengan cepat menyambut baik uluran tangan Langit "Andin." ucap Andin memperkenalkan dirinya pada Langit
Setelah selesai berkenalan dengan sahabat Mentari, Tanpa permisi Langit meletakkan punggung tangannya ke kening Mentari.Dengan sigap Mentari menepis tangan Langit dan mundur dua langkah.
Langit menarik napas dan menatap tajam Mentari."Maaf, aku hanya ingin memeriksa suhu tubuhmu."ucap Langit tegas.
Bagaikan terhipnotis Mentari pun melangkah mendekati Langit.Dan membiarkan Langit memeriksa suhu tubuhnya.
Kemudian Langit berbisik pada salah satu pengawalnya.
"Aku baru saja selesai periksa dan tadi Dokter mengatakan aku baik-baik saja. Hanya butuh istirahat" jelas Mentari.
"Oke kita lihat hasilnya nanti " ucap Langit.
Kedua alis Mentari bertemu pertanda ia sedang bingung dan berusaha untuk memahami perkataan Langit.
Pengawal Langit kemudian menelepon seseorang. Lalu ia kembali lagi dan berbisik pada Langit.
"Oke.Yuk ikut aku." Langit meraih tangan Mentari dan menggandengnya begitu saja tanpa permisi.
"Heii kita mau kemana? " protes Mentari.
Langit tidak memperdulikan protes Mentari.Andin pun mengikuti mereka sambil berlari kecil.
"Heii kamu mau bawa kemana sahabatku?" teriak Andin sambil berusaha meraih tangan Mentari.
Langit berhenti di depan ruangan laboratorium. Disana ia masuk sebentar lalu ia keluar lagi."Tari sini!" ajak Langit.Tari pun menghampiri Langit lalu masuk ke dalam ruang laboratorium.
Tidak lama kemudian Langit pun keluar."Andin bentar ya, Mentari masih cek darah lengkap.Biar benar-benar ketahuan ada sakit apa dia." ucap Langit dengan santainya.
Andin hanya memandang heran dengan Langit "Kenal dimana sih Mentari, dengan cowok ini.Lagaknya seperti bos saja. Punya pengawal lagi sok banget" pikirnya.
"Cek darah lengkap? Waduh cukup gak duit aku nih? Gengsi kalau bilang si songong duitnya gak cukup." batin Andin khawatir.
Andin berjalan mondar-mandir sambil memikirkan jalan keluarnya.Ia mencoba cek di internet berapa biaya cek darah lengkap. "Alamat ambil duit di ATM nih! Duh nih anak bikin ribet hidup deh!" batin Andin sambil menatap tajam Langit yang duduk dengan santainya dengan salah satu kakinya ia letakan di atas kaki satunya dan sibuk dengan hape nya entah aplikasi apa yang sedang digunakannya.
Tiba-tiba salah satu pengawalnya menghampiri Langit dan berbisik padanya. Wajah Langit terlihat berubah tegang dan ada sorot mata tidak suka.
Ketika asyik mengamati Langit tanpa diduga Andin, Langit menatapnya balik, membuat Andin salah tingkah ketahuan memperhatikan tuh bocah songong.
Andin pun segera membuang pandangannya ke arah lain dan pura-pura sibuk dengan gawainya.
Langit berjalan menghampirinya."Duh mampus nih. Ngapain dia berjalan kemari. Jangan-jangan dia tidak terima aku liatin tadi." gumam Andin menundukkan kepalanya seolah-olah tidak tahu Langit berjalan ke arahnya.
"Andin, aku tinggal dulu ya. Ada urusan penting. Biaya cek darah Mentari sudah aku bayar. Jadi kalau Mentari sudah selesai diambil darahnya, kalian langsung pulang saja. Hasil lab biar sekalian besok aku ambil dan antarkan ke rumah Mentari.
"Oh iya ya.Terima kasih banyak Langit." lega Andin mendengar kalau biaya cek darah lengkap Mentari sudah dibayar oleh Langit.
"Nah tapi nih bocah kok masih belum pergi. Katanya ada urusan penting."batin Andin. Melihat Langit masih berdiri di hadapannya dan menatapnya.
Langit memberi kode padanya dengan menunjukkan ponselnya dan salah satu tangan seperti meminta sesuatu.
Andin berpikir sejenak. Berusaha mencerna arti kode yang diberikan Langit padanya.
"Alamat Mentari. Dimana alamatnya ? Biar aku antarkan hasil lab nya besok dan kalau ada sesuatu yang serius aku bisa langsung mengantar dia ke dokter." ucap Langit
"Oh iya maaf." Andin kemudian memberitahu Langit alamat Mentari.
"Nomer hape nya. "
"Nomer hape Mentari?" tanya Andin polos.
Langit menarik napas dalam.
"Bos, sudah ditunggu bos besar.!" salah satu pengawal Langit berusaha mengingatkan Langit
Langit menoleh dan dan menatap pengawalnya itu dengan sorot mata marah.
"Nomer hape Mentari berapa ? Kalau aku nyasar aku bisa hubungi dia langsung." jelas Langit sedikit kesal dengan Andin.
"Oh iya maaf ...maaf" lalu Andin pun. Menyebutkan nomer hape Mentari.
"Ok thanks" Langit pun kemudian pergi meninggalkan Andin sendiri yang menatapnya kesal.
"Heboh amat hidupnya." komentar Andin yang kembali duduk menunggu Mentari.
......................................
Di sebuah rumah yang terlihat megah dan elegan bercat putih tulang.
Disana telah berkumpul Langit dan kedua orangtuanya.
"Ada apa lagi sih pa? Tadi Langit sedang cek up di Rumah Sakit. Tiba-tiba papa suruh Langit cepat pulang." sungut Langit.
"Sebentar lagi keluarga Pak Rahman akan datang bersama anaknya.Papa undang dia makan siang di rumah kita." jelas papa Langit.
"Lha itu kan tamu papa.Gak ada hubungannya pa dengan Langit. Kenapa Langit jadi disuruh cepat-cepat pulang." kembali Langit ungkapan perasaan tidak sukanya
"Lho mereka datang kan bersama anaknya, Jadi kamu juga harus hadir. Anaknya cantik, pintar lulusan London sudah S2 lagi hebat kan?." promosi mama Langit pada anaknya.
Langit menarik napas dalam.Ia sudah bisa menebak ke arah mana perkataan mamanya itu .
"Tidak pa ... ma.Maaf Langit tidak mau dijodohkan.Titik." tolak halus Langit.
Langit berdiri dan hendak pergi meninggalkan ruangan.
"Duduk Langit!" suara lantang papa mengisi seluruh ruangan.Pertanda ia tidak suka dengan sikap Langit
Langit menghentikan langkahnya.
"Pa! Langit hanya ingin hidup normal. Langit tidak suka dijodoh-jodohkan.Percaya Langit pa ... ma, Langit bisa mencari pasangan sendiri. Langit tahu apa yang terbaik buat Langit sendiri." Langit berusaha meyakinkan kedua orang tuanya.Agar terhindar dari perjodohan.
"Tidak Langit.Kami lebih tahu mana yang terbaik buat kamu.Dan anak dari keluarga Rahman, dialah yang terbaik untukmu." ucap papa Langit
"Terbaik untuk siapa? Untuk Papa ? Perusahaan papa? Yang pasti bukan baik untuk Langit. Tidak pa.Maaf Langit tidak suka dipaksa dan dijodohkan." lalu Langit berlari keluar rumah dan membawa mobil nya dengan kecepatan yang cukup kencang.
"Langit!!" teriak kedua orang tua Langit.
.....................................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments