Daisy yang sudah berusia 18 tahun, ingin pergi dari rumah mewah itu. Dia merencanakannya semenjak dia berusia 12 tahun.
Memiliki ibu yang kaya raya tak membuatnya bahagia,Ibu yang tidak pernah meluangkan sedikitpun waktunya untuk anaknya. Ditambah Nenek dan kakek yang tak pernah menerimanya.
Dia seorang putri, tapi layaknya pelayan di rumahnya sendiri. Bik Imah lebih pantas dia panggil ibu. Dari pertama ia datang ke rumah itu, Bik Imah lah yang membesarkannya.
Karena kebetulan Ava dan Daisy seumuran, mereka di sekolahkan di sekolah yang sama. Sekolah elit, sekolah milik yayasan Tuan Abrar. Daisy dan Ava di pandang rendah di sana, mereka hanya dikenal sebagai anak pelayan.
Di acara pelantikan Laura, Nyonya Liza mengingatkan Daisy bahwa dia hanyalah Daisy si pelayan bukan putri Laura.
Daisy tau, memang keberadaannya tak di terima di keluarga itu. Tapi, hal yang paling dia syukuri, adalah bertemu dengan Bik Imah dan Ava sahabatnya.
"Kamu baik-baik aja? " tanya Ava.
"Bukan hal yang baru yang dia ucapkan. Sampai-sampai kupingku tebal." Daisy tersenyum pada Ava.
Daisy memang masih anak yang ceria, hanya di hadapan orang yang dia percaya dan sayangi.
Nyonya Liza akan selalu menemukan cara untuk menghina dan mengucilkan Daisy. Bahkan di acara pelantikan itu pun, Nyonya Liza menyuruh Daisy menggunakan baju pelayan seperti pelayan lainnya.
"Kamu, kenapa pakai baju ini? Bukannya mama belikan kamu baju yang cantik buat pesta ini?." Laura menyapa Daisy yang berdiri di dekat meja sebagai pelayan.
"Kamu ngapain di sini?!" Nyonya Liza menarik Laura yang belum sempat mendengar jawaban Daisy.
Daisy dan Ava saling berpandangan, dan tersenyum satu sama lain, lalu menggeleng. Hal biasa yang di alami Daisy. Laura akan selalu sibuk.
"Sudah kuduga, kalian akan jadi pelayan malam ini." ucap anak laki-laki seumuran mereka.
"Apa yang bisa kami harapkan, kami bukan cinderella" jawab Ava sambil tersenyum.
"Revan, pergilah cari cewek yang selevel denganmu, jangan merendahkan levelmu seperti kami." ucap Daisy.
Revan menggeleng."Bagaimana bisa aku mencari wanita lain, jika wanita yang aku sukai ada di sini?" Revan membungkuk mencium tangan Daisy.
"hei, stop. Anak-anak lain melihatmu." Daisy menarik tangannya.
Sementara Ava tersenyum getir. Ava menyukai Revan, sementara Revan menyukai Daisy.
"Maaf" ucap Daisy tanpa suara.
Daisy, sama sekali tak memiliki perasaan pada Revan, dan Daisy sangat tak ingin berhubungan dengan orang kaya.
Lingkungannya membuatnya selalu bertemu dengan anak-anak kaya. Karena itu dia ingin pergi dengan bebas.
"Hei, kalian." seseorang memanggil Daisy dan Ava dari meja. Mereka pun mendekat di meja.
"Bawakan ini ke meja di sana." Pegawai catering itu menunjuk meja yang penuh dengan teman-teman sekolah mereka.
Dan sebuah meja yang yang agak jauh, diisi oleh beberapa orang kaya.
"Aku akan mengantarkan ke meja anak-anak." ucap Ana tersenyum pada Daisy. Ava memang lebih percaya diri daripada Daisy. Ava memiliki rambut yang panjang dan lurus, jika dia mengaku putri kaya raya, maka orang akan mempercayainya.
Sementara Daisy, di sisi lain. Memiliki Sifat yang tertutup pada orang lain, dan selalu tak percaya diri dengan bentuk tubuhnya yang berisi alias gemuk.
"Selamat menikmati" ucap Ava meletakkan minuman di meja teman-temannya yang merupakan anak-anak dari rekan kerja Tuan Abrar dan koneksinya.
Sementara Daisy, yang canggung tak sengaja menumpahkan segelas minuman pada seorang tamu.
"Maaf... Maafkan saya." Daisy lalu mengelap paha laki-laki itu tanpa sadar.
"Hai.. Hei.. Hentikan. Aku akan mengurusnya sendiri" Laki-laki itu lalu berdiri dan mengelapnya.
Nyonya Liza yang melihat keributan itu, seperti tak meluangkan kesempatan untuk tidak memarahi Daisy.
"Anda tidak apa-apa Tuan Daryn?" tanya Nyonya Liza.
"Saya tidak apa-apa. Dimana Toilet?"
"Maafkan pelayan saya, dia memang perlu untuk di latih lagi! " Nyonya Liza melototi Daisy yang hanya menunduk menggigit bibir bawahnya.
Tuan Daryn hanya menggerakkan kepalanya.
Asistennya langsung maju, "Bisa anda memberi tahu di mana toilet Nyonya? " ucap asisten tuan Daryn.
"Di sana, maaf saya terlalu fokus... " tanpa mendengar ucapan Nyonya Liza Tuan Daryn melewatinya dan pergi menuju toilet.
"Heeee.... " Nyonya Liza menghela nafas dengan kasar dan melihat ke arah Daisy.
"Pergi sana." Nyonya Liza lalu kembali menyapa tamu-tamu lain. Dan Daisy pun pergi sambil menunduk.
"Dasar nenek tua, aku memang bukan pelayan. Bagaimana bisa aku melayani di tempat seramai ini. Keramaian memang gak cocok buatku." batin Daisy dan pergi ke belakang bangunan untuk bersembunyi.
Keluarga Abrar memiliki Aula khusus untuk perayaan sejenisnya.
Daisy terkejut, ketika seseorang menyentuh bahunya.
"kamu kenapa sih?" tanya Ava.
"apa? Aku bukan pelayan, jadi apa yang kamu harapkan?"
"Kamu tau, ini bukan hanya sekedar menjadi pelayan. Tapi keramaian." ucap Ava.
"aku harus bagaimana? Aku bisa apa? " tanya Daisy lemas.
"Dengar, aku tau kamu gadis seperti apa. Kamu seseorang yang bisa melakukan apa saja jika kamu menginginkannya. Kamu cerdas dan pintar seperti ayahmu. Tapi hanya karena ini, kamu jadi tak percaya diri." ucap Ava mencubit lemak Daisy.
Daisy memajukan bibirnya.
"Sebentar lagi, kita akan lulus SMA, dan kamu akan pergi dari rumah ini. Bagaimana Kamu akan menghadapi dunia luar, jika tempat sebesar ini gak bisa kamu taklukan? Ini semua gara-gara nenek itu yang selalu menghina lemak mu." Ava lalu memukul pelan perut Daisy.
"Dia tak tau saja, kalau lemak ini sangat empuk dan nyaman di pakai untuk tidur dan bersandar." Ava lalu memeluk Daisy dan bersandar pada tubuhnya.
"Ava, lepasin. Ini bukan waktunya bercanda. Aku harus mencari Tuan tadi,bantunya mengeringkan celananya. Tuan apa yah namanya, Dagin? Dasin? Davin?"
"Daryn" suara itu mengejutkan Daisy dan Ava.
"Saya benar-benar minta maaf Tuan." ucap Daisy menunduk minta maaf.
"Apa kalian tipe pelayan yang selalu membicarakan majikan di belakangnya?" Daryn lanjut bertanya.
"Hehehe... Itu tergantung pada situasi dan kondisi yang mendukung. " Ava menjawabnya sambil cengengesan.
"Jika anda masih marah karena insiden tadi, saya minta maaf. Dan jika ada yang bisa saya lakukan."
"Tidak perlu. Asistenku sudah mengurusnya." Tuan Daryn lalu pergi Meninggalkan tempat itu.
Ava masih terdiam melihat aura dari Tuan Daryn. Laki-laki itu sangat tinggi, tampan dan tegap. Dengan mata coklat muda, alis tebal, bulu mata yang indag dan sedikit brewok tipis.
"Sepertinya aku jatuh cinta lagi." ucap Ava.
"Apa kamu lupa tentang Revan? " tanya Daisy.
"Revan?? Dia hanya anak-anak. Apa kamu tidak lihat Tuan Daryn tadi? Karismanya, wajahnya, bibirnya."
Daisy menggeleng, "bagaimana bisa kamu memperhatikan hal itu dalam waktu sesingkat itu? Dan apa kamu gak ngerti kalau dia menyinggung kita sebagai pelayan yang tidak sopan.? "
"Kamu memang tidak pernah mendengar ketika Ibu Ava menjelaskan. Pertama lihat lawan bicaramu, kedua kalau dia tampan, hanya perhatikan. Kalau dia biasa saja kamu yang bicara dan kalau dia buruk rupa, abaikan." Ava meletakkan tangannya di pinggang berpura-pura marah pada Daisy.
Daisy menggelengkan kepalanya dan meninggalkan Ava begitu saja. Karena memang Daisy tak tertarik pada penjelasan Ava tentang laki-laki.
Ava mengikuti langkah Daisy."Apa kamu tidak tau, bahwa hal pertama yang harus kamu pelajari tentang dunia luar adalah laki-laki. Mereka itu sangat berbahaya, apalagi seperti Tuan Daryn. Jangan sampai kamu tergoda."
Daisy lalu menghentikan langkahnya.
"Apa dia kaya? "
"Emmm.. Sepertinya begitu" jawab Ava.
"Kalau begitu kamu tak usah khawatir tentang Tuan Daryn, dan juga umurnya seperti jauh dari kita. Jadi Untuk ketemu Tuan Daryn aku harus jadi orang penting." ucap Daisy dan pergi dari Aula dan kembali ke kamarnya.
"Kamu tidak mengelak kalau dia tampan." Ava menggoda Daisy.
"Ketampanannya tak ada urusannya denganku." Dan benar-benar meninggalkan Ava.
Dia tak perduli lagi, jika nanti Nyonya Liza memarahinya. Karena begitu menerima surat kelulusan dan menerima ijazahnya dia akan langsung meninggalkan kediaman Tuan Abrar.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments