Cinta Di Penghujung Ramadan

Cinta Di Penghujung Ramadan

Bab 1. Kirana

Senja mulai naik ke singgasana. Membiaskan rona jingga yang nampak memanjakan mata. Suasana pun semakin ramai saja dengan kuda-kuda besi yang membelai jalanan ibu kota. Sebagai pertanda jika saat ini merupakan waktu pulang kerja.

Kirana, wanita berusia dua puluh lima tahun itu terlihat  sedang duduk di salah satu kafe yang berada di pusat kota. Lokasi kafe yang tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja, selalu menjadi tempat persinggahan sementara sampai suasana jalan dapat kembali seperti semula. Tentunya suasana jalanan yang terbebas dari kemacetan dan segala macam hiruk pikuknya. Sesekali, wanita berambut hitam legam sedikit bergelombang itu nampak menikmati suasana jalanan dari balik kaca.

Barisan kendaraan melaju perlahan. Para pengemudi berupaya keras untuk membebaskan diri kemacetan. Suara klakson-klakson kendaraan pun terdengar bersahutan. Seakan tidak sabar untuk bisa segera lepas dari kemacetan yang menimbulkan kepenatan.

"Ran,ini sudah jam pulang kantor. Mengapa kamu masih sibuk dengan laptopmu?"

Mira sang sahabat dekat, berjalan menghampiri Kirana dengan membawa dua cup vanilla latte di tangannya. Aroma perpaduan kopi espresso dengan susu full cream itu nyatanya bisa mengalihkan perhatian Kirana. Ia yang sebelumnya fokus dengan layar empat belas inchi di hadapannya, kini ia tautkan pandangannya ke arah Mira. Senyum tipis pun terbit di bibir tipisnya.

"Aku lembur Mir, barangkali akhir bulan ini aku mendapatkan bonus besar karena didaulat menjadi karyawan paling rajin. Meski jam kantor telah usai, namun aku masih sibuk dengan laptopku."

Lirih tawa Kirana sedikit terdengar merembet masuk ke dalam indera pendengaran. Wanita itu meraih cup vanilla latte yang berada di hadapan dan mulai menyesapnya perlahan. Seketika, suasana hati nan rileks dapat ia rasakan.

Mira juga ikut tergelak pelan. "Apakah orang seperti kamu ini pantas memburu bonus besar di akhir bulan? Aku rasa, kamu tidak memerlukan itu Ran."

Kirana menyipitkan mata. Memandang penuh tanda tanya wajah sahabat dekatnya ini. "Memang aku kenapa Mir? Aku juga seorang karyawan di tempat kita bekerja. Jadi aku rasa, aku memiliki hak yang sama untuk ikut berburu bonus bulanan."

Mira semakin terkekeh geli. Mendengar seorang Kirana ikut berburu bonus di akhir bulan rasanya sangat lucu sekali. Padahal sebelumnya, Kirana pernah bercerita bahwa ia bekerja hanya untuk sekedar melepaskan diri dari kejenuhan yang hakiki.

 

"Kamu adalah orang berada dan serba kecukupan, Kiran. Tanpa harus bekerja lembur pun kamu tidak akan pernah kekurangan. Apakah pantas kalau kamu ikut berburu bonus bulanan?"

Kirana berdecak pelan seraya menggeleng-gelengkan kepala. Meski dirinya berasal dari keluarga yang serba berkecukupan, namun wanita itu tetap berupaya untuk berdiri di atas pijakan kakinya. Tidak ingin terlalu bergantung kepada harta milik orang tua.

"Cckkckkkk  ... kamu ini, selalu saja seperti itu Mir. Mengaggapku lebih. Padahal aku sama denganmu dan juga orang lain."

Mira semakin dibuat gemas dengan mimik wajah sahabatnya ini. Bibir mengerucut, pipi sedikit menggembung layaknya ikan buntal semakin membuat wanita ini terlihat lucu sekali. Namun inilah salah satu sifat Kirana yang Mira sukai. Meski kehidupan Kirana begitu sempurna dengan materi yang dimiliki, sahabatnya ini tetap rendah hati.

"Baiklah jika kamu masih ingin sibuk berkutat dengan pekerjaan kantor. Namun jika akhir bulan nanti bonus yang kamu dapatkan banyak, jangan lupa untuk berbagi dengan kaum dhuafa seperti aku ini, Ran," ujar Mira dengan disisipi gelak tawa.

"Hmmmm  ... baiklah. Aku akan menyisihkan sedikit rezeki yang aku dapatkan untuk berbagi dengan kaum dhuafa sepertimu, Mira," ucap Kirana dengan mimik wajah meyakinkan dan diselingi degan kekehan kecil pula.

Sepasang sahabat itu nampak mengobrol penuh keakraban. Gelak tawa yang terlihat dari kejauhan seakan mempertegas bahwa keduanya larut dalam kehangatan. Berbagi rasa dan berbagi cerita tentang kehidupan.

Kemacetan yang terjadi di luar sana, perlahan mulai terurai. Kendaraan mulai melaju dengan kecepatan tinggi yang sebelumnya melaju dengan landai. Seolah ingin segera tiba di rumah untuk kembali berkumpul dengan sanak famili.

Surya semakin tenggelam di ufuk barat. Goresan tinta langit warna jingga di cakrawala nampak memeluk erat. Hendak berpamitan dengan melambaikan tangan kepada bumi layaknya perpisahan antara kedua sahabat. Menyerahkan singgasananya untuk sang dewi malam yang akan berjaga semalaman yang juga memiliki tugas yang sama berat.

Sayup kumandang adzan Maghrib mulai terdengar di telinga. Menjadi pengingat bagi kaum muslim untuk bersegera menunaikan kewajibannya. Bersujud untuk menyembah Sang pemilik alam semesta beserta seluruh isinya.

Kirana menutup laptop yang berada di hadapan. Memasukkan kembali ke dalam tas yang ia bawa dan bermaksud untuk berpamitan. Kembali ke rumah di mana kedua orang tuanya telah menunggu kepulangannya dengan segenap kerinduan.

"Mir, aku pulang dulu ya. Mumpung jalan sudah tidak macet."

"Sudah adzan, apa tidak sebaiknya kamu shalat terlebih dahulu Ran? Sehingga saat di jalan, kamu merasa tenang?"

Kirana menggeleng pelan. "Tidak Mir. Aku langsung pulang saja. Nanti kalau aku shalat, keburu macet lagi jalanan ini. Kamu tahu sendiri bukan seperti apa Jakarta itu?"

"Tapi Ran, kita mengerjakan shalat tidak sampai setengah jam. Jadi mari, kita shalat terlebih dahulu. Di kafe ini juga tersedia tempat untuk shalat kok."

Mira tiada henti berupaya untuk membujuk Kirana. Meski ia tahu bahwa Kirana memang tidak terlalu taat dalam beribadah namun ia masih belum menyerah untuk mengajak sahabatnya ini untuk selalu ingat akan kewajibannya. Ia yakin suatu saat nanti, pintu hati sahabatnya ini akan terbuka.

Lagi-lagi Kirana menggelengkan kepala. "Tidak Mir. Kalau kamu ingin shalat, shalat lah. Tapi aku pulang lebih dahulu ya. Aku khawatir jika jalanan macet lagi."

Mira hanya bisa terperangah tiada percaya mendengar alasan Kirana. Wanita itu justru lebih takut terkena macet di jalan daripada dosa yang tercatat karena telah meninggalkan shalatnya. Sungguh, sangat sulit untuk ia cerna di akal sehatnya.

"Tapi Ran  ...."

Ucapan Mira terpangkas saat Kirana berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu sedikit membungkukkan badan untuk bisa memeluk tubuh Mira yang masih setia duduk di kursinya. Cium pipi kanan dan cium pipi kiri tidak lupa ia berikan untuk Mira.

 "Aku pulang dulu ya Mir. Dadah..."

Tanpa basa-basi Kirana melenggang pergi meninggalkan Mira yang masih berada di dalam mode terdiam seribu bahasa. Tak selang lama, kesadarannya pun mulai kembali sepenuhnya.

Mira melabuhkan pandangannya ke arah luar kaca. Nampak, Kirana sudah memasuki mobil dan mulai memacu laju kendaraannya. Perlahan, bayangan mobil itu mulai menghilang ditelan oleh ramai jalanan ibu kota.

"Aku hanya bisa berdoa semoga suatu hari nanti kamu akan menemukan jalan hidayahmu, Ran. Kamu wanita sempurna. Wajahmu cantik, hatimu baik dan pastinya itu semua akan bertambah sempurna jika kamu taat akan perintah Rabb-mu."

Mira bermonolog lirih. Sembari melangitkan pinta semoga Yang Maha membolak-balikan hati membukakan pintu hidayah untuk sahabat terkasih. Mira beranjak dari posisi duduknya. Ia pastikan tidak ada satupun barang yang tertinggal di meja. Ia ayunkan tungkai kakinya ke arah musholla untuk menunaikan kewajibannya.

 

 

Terpopuler

Comments

Fania kurnia Dewi

Fania kurnia Dewi

Mampir

2023-09-29

0

Ahmad Affa

Ahmad Affa

Assalamu'alaikum kak Ras.....

ternyata ada karya baru dan aku baru menyadarinya 😄 sudah berapa episode ini ketinggalannya 😅

gpp ws semoga selalu sukses aja ya kak doa terbaik biat othor 🥰🥰

2023-04-09

1

Arthi Yuniar

Arthi Yuniar

Wah karya baru lagi ya kak, kisah Hiro sama Hana di lanjut gak kak?

2023-03-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!