Mengakhiri hidupnya
Rumah yang dulunya luas dan penuh kebahagiaan sekarang berubah menjadi suram dan penuh kesedihan. Madu, anggota keluarga yang biasanya paling ceria, menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya. Madu mengatakan bahwa dirinya sedang hamil anak Ruslan, seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya.
Madu merasa sangat terpukul dengan kondisinya yang sulit ini dan tidak tahu harus berbuat apa.
Semua orang terkejut mendengar pengakuan Madu tentang kehamilannya dan tentang Ruslan yang tidak mau bertanggung jawab atas anak yang akan lahir. Terutama kedua kakaknya, Candra dan Roji, merasa geram dengan apa yang telah Ruslan lakukan terhadap adik perempuan mereka satu-satunya.
"Madu tenanglah sayang, semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis lagi."
Rima menenangkan Madu yang tidur di pangkuannya sambil sesegukan tidak berhenti menangis.
Candra merasa marah dan berada di puncak emosinya. Lalu dia pergi ke gudang dan mengambil senjata api yang biasa dia gunakan untuk berburu.
Dengan puncak marah yang sudah di ubun-ubun Candra hendak pergi ke rumah Ruslan dengan niatan yang bulat di hatinya, tapi Roji segera menghadangnya.
"Candra! Apa yang akan kamu lakukan? Aku meminta padamu jangan melakukan apapun yang akan memperburuk keadaan."
"Bagaimana tidak akan bisa menjadi lebih buruk lagi kakak? Penjahat itu, setelah dia menghancurkan masa depan Madu sekarang dia akan menikahi gadis yang lain!."
"Kita akan menghentikan pernikahan nya!. Dengar Candra, aku akan berbicara kepada pak Radi dan memberitahukan semuanya kepada mereka tentang hubungan Ruslan dan Madu."
Roji meyakinkan adiknya itu dan menggiringnya untuk segera duduk agar amarah dalam hatinya itu mereda, lalu mencoba menasehatinya.
"Aku yakin, jika mereka mengetahui apa yang terjadi. Mereka akan membatalkan pernikahan Ruslan dan bertanggung jawab atas adik kita."
Pada sore hari itu, Roji dan Candra langsung mendatangi kediaman Radi untuk menjelaskan semua tentang Ruslan dan Madu serta mencari solusi yang tepat. Mereka berdua ingin menjelaskan semuanya dengan kepala dingin dan mencari cara terbaik untuk mengatasi masalah ini.
Namun, keadaan di rumah yang akan mereka kunjungi sudah sangat tegang. Mereka mendengar suara isakan dan tangis dari ibu dan nenek Ruslan di dalam rumah. Nenek Ruslan sudah memberitahu semua keluarganya tentang apa yang dia saksikan antara Ruslan dan Madu hari itu.
"Katakan Ruslan, Apakah benar perbuatan yang sudah kamu lakukan terhadap adik dari Roji, tuan tanah desa sebelah?."
Ruslan merasa kebingungan atas pertanyaan dari ayahnya tersebut. Dia tidak ingin seluruh keluarganya mengetahui tentang kebenaran dia dan Madu. Di kira si Ruslan akan berkata jujur, tapi dia malah mengelaknya.
"Itu semua salah ayah."
"Ruslan!!." teriak Roji yang tiba-tiba sudah berada di depan rumah dan segera masuk ketika mendengar Ruslan mengelak hubungannya.
Roji merasa emosional karena Ruslan tidak mau mengakuinya. Tapi Candra berusaha untuk memenangkan kakaknya, walau dirinya pun sudah sama marahnya.
"Aku datang kesini bukan untuk membuat kekacauan atau mengatakan hal yang kasar kepadamu," kata Roji dengan tenang pada Ruslan.
"Manusia membuat kesalahan itu sudah hal yang lumrah. Kamu juga membuat kesalahan, tapi kamu haruslah berani mengakui kesalahanmu dan mempertanggung jawabkan nya. Kamu harus memenuhi janjimu kepada Madu. Kehormatan kita sedang dipertaruhkan."
Ruslan terlihat kesal dan tidak sabar mendengar perkataan Roji. "Janji apa? Bertanggung jawab apa? Anda hanya berbicara omong kosong! Hanya Tuhan yang mengetahui segalanya. Anda sudah berbohong dan anda sudah mencemari nama baik keluarga kami!".
Roji tetap tenang dan menjawab dengan lembut, "Cerita bohong? Lalu salah siapa yang sudah berbuat sehingga Madu mengandung seorang anak di perutnya?"
Ruslan memandang Roji dengan tatapan tajam dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati.
"Jika memang Madu hamil, itu juga bukan tanggung jawabku. Mungkin orang lain yang sudah menghamilinya."
"Sudah cukup Ruslan!!. Kau pembohong dan penipu! Kau adalah seorang penjahat!."
Candra sudah tidak bisa memendam amarahnya lagi dan dia hendak memukul Ruslan tapi di cegah oleh Roji.
"Candra, kamu jangan seperti ini."
"Tuan Roji. Mintalah agar Candra menjaga mulutnya! Agar tidak terjadi pertumpahan darah disini!." teriak Radi.
"Pertumpahan darah tidak akan terelakkan Radi! Kehormatan kakakku di pertaruhkan! Aku tidak akan diam melihat kakaku di permalukan seperti ini! Aku tidak akan diam! Aku akan membuat hidup kalian sengsara!."
Candra sudah seperti anak sekolah yang akan melayangkan tinjunya saat tawuran.
"Candra! Sabarlah, kamu jangan terbawa emosi. Biarlah aku yang berbicara."
Roji menatap Radi dan keluarganya dengan pandangan tajam. Ia tahu bahwa situasi ini membutuhkan solusi yang tepat, dan emosi yang memuncak hanya akan memperburuk keadaan.
"Pak Radi, aku tahu anda adalah orang yang bertanggung jawab. Anda harus memenuhi janjimu kepada Madu. Ini bukan hanya masalah janji, tetapi juga masalah moral dan kehormatan keluarga kita," ujar Roji dengan tenang.
"Pak Roji, aku bersimpati padamu. Hanya itu yang bisa aku katakan."
Radi hanya berkata singkat untuk memungkas masalah yang dia yakini bahwa anaknya itu memang tidak bersalah sehingga membuat Roji tidak menyangka dan kecewa.
"Pak Radi... Luruskan satu hal, karena akibatnya tidak akan bagus."
Roji melihat semua orang yang berada di rumah tersebut lalu pergi dari sana.
Melihat perdebatan yang semakin panas antara dua keluarga itu, kemudian nenek nya Ruslan menghampiri Radi dan berkata,
"Radi, apakah ibu bisa mengatakan sesuatu?."
"Iya ibu, silahkan."
"Ibu rasa Ruslan harus bertanggung jawab dan menikahi gadis itu."
"Ibu, Ruslan sudah mengatakan bahwa dia tidak melakukan hal yang membuat gadis itu hamil. Kita harus mempercayai anak kita Bu. Dan mungkin benar saja gadis itu hanya memfitnah Ruslan agar ada orang yng mau menikahinya."
Nenek Ruslan menutup mulutnya tidak percaya dan menatap Ruslan dengan penuh kecewa. Jelas-jelas tadi siang dia melihatnya sendiri jika cucunya itu memang benar bersalah. Tapi untuk menjaga keharmonisan keluarga, nenek Ruslan mencoba menutup telinga dan matanya atas kejadian ini.
~~
Beralih ke kediaman Roji...
Roji memutuskan untuk menjual semua tanah mereka di desa dan pindah ke kota dengan semua barang bawaan mereka. Candra setuju dengan kakaknya, mengatakan bahwa mereka tidak bisa lagi tinggal di desa dan harus segera pindah.
Alasan keputusan mereka adalah karena kondisi Madu yang sedang hamil tanpa ayah. Dia khawatir bahwa mereka akan dihakimi dan digosipkan oleh penduduk desa, dan dengan pindah ke kota, mereka bisa terbebas dari kritik tersebut.
Di tengah pembicaraan kedua kakak lelakinya itu. Madu mendengarkan dari balik pintu dan menangis. Sebenarnya dia ingin Ruslan tetap bertanggung jawab atas kehamilannya. Tapi itu sungguh tidak mungkin.
" Kakak, maafkan aku hiks hiks hiks. "
Pagi hari saat kedua kakaknya sedang sibuk mempersiapkan kepindahan mereka ke kota. Rima mendapati pintu kamar Madu terkunci dari dalam.
"Madu... Ini kakak bawakan sarapan untukmu. Kakak mohon buka dulu pintunya, Madu...?."
Setelah beberapa kali di panggil tidak ada sahutan dari orang yang di panggil panggil namanya itu. Rima merasa cemas dan mencoba melihat lewat jendela kamarnya.
"Madu...?."
Rima melihat Madu sedang terbaring tidur di ranjang. Awalnya dia mengira baik-baik saja dan membiarkan Madu yang mungkin masih ingin beristirahat. Hingga kedua kakaknya sudah kembalinya dari urusan mereka lalu menanyakan keberadaan Madu.
"Apakah Madu sudah makan?."
"Belum... Dari tadi aku panggil dia tidak menjawab. Aku rasa dia masih tidur. Pintu kamarnya pun terkunci dari dalam."
Rima menjelaskan.
"Coba kamu panggil dia lagi, tidak baik jika dia terus terusan mengurung diri di kamar."
Rima segera menuju kamar Madu lagi dan masih tidak ada sahutan dari dalam dan pintu pun masih terkunci. Semakin cemas Rima mencoba melihatnya lagi dari jendela.
"Madu? Madu bangunlah...."
"Sudah satu jam posisi tidurnya masih seperti itu. Hah." batin Rima ibunda dari Raja tokoh utama cerita ini, lalu berteriak,
"Ayahnya Raj... Kemarilah!."
Dengan panik Rima memanggil suaminya agar melihat keadaan Madu. Candra dan Roji mendengar kepanikan Rima dan segera keluar menemuinya.
"Ada apa istriku?."
"Lihatlah Mas, dari tadi Madu tidak mengubah posisinya. Dia hanya tidur seperti itu, tidak ada pergerakan."
Mendengar penjelasan adik iparnya itu. Roji langsung masuk lagi ke rumah dan mendobrak pintu kamar Madu yang terkunci.
Saat pintu terbuka, alangkah terkejut saat mereka melihat Madu yang terbaring dan bersimbah darah.
" Madu...!!. "
Madu memutuskan mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup atas kehidupan yang harus dia pikul. Kedua kakak dan kakak iparnya histeris menangisi kematian tragis yang menimpa adik bungsunya itu.
****
Jangan lupa kasih like vote favorit hadiah juga komentar terbaik ny ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Erarefo Alfin Artharizki
indian feels in the novel, keren keren
2023-04-29
0
masokkk
2023-04-15
0
վմղíα | HV💕
madu,madu senyum mu semanis madu,🤭
2023-04-01
1