20

“Kaela.” Nama Kaela terpanggil, Rhea yang baru saja keluar dari perpustakaan untuk menghantar buku-buku yang ia pinjam pun mengalihkan atensinya pada sumber suara itu, terlihat Jeno dan Karina menyapanya dengan senyumannya.

“Sebenarnya author satu ini mau bikin gimana sih cerita novel ini? Lama-kelamaan gue yang jadi pemeran utama deh kalau begini ceritanya. Gue mulu perasaan yang mereka temui, yang lain kek, entah siapa gitu.” Batin Rhea dengan protesnya.

Rhea hanya menghembuskan napasnya dengan sabar, lalu memberikan senyuman setulus mungkin untuk menyambut kedatangan si pemeran utama ini. “Kenapa, ya?” sahut Rhea terdengar tidak ingin basa-basi pada pasangan di hadapannya ini, karena rasa cemburu itu masih ada, apalagi mereka sekarang masih berpegangan tangan seakan-akan hendak menyebrang jalan.

“Pacar gue, Karina, katanya dia tertarik mau ikut masuk ke ekskul voli sama dengan lo.” Ucap Jeno dengan senyuman khas bulan sabitnya, tampaknya lelaki di hadapan Rhea ini terlihat sedang bahagia.

Rhea menaikkan satu alisnya, “ya, terus kenapa?Mau  dibikin syukuran atau mereka ngira gue guru pembina ekskul voli kali, ya?” batin Rhea dengan tidak paham lagi dengan sosok di hadapannya.

Karina menyunggingkan senyuman manisnya kepada Jeno, dan lelaki itu merangkul bahu sempit kekasihnya itu. “Jadi, aku mau tanya sama kamu, Kaela, gimana waktu itu kamu daftar masuk ke voli? Terus, kamu mau nggak ajarin aku nanti voli? Soalnya udah kesebar kabar kalau kamu itu bakalan jadi pemain inti tim voli sekolah kita. Ya ‘kan, sayang?” lanjut Karina dengan senyumannya kepada Jeno. Jeno menganggukkan kepalanya dengan mengusap lengan kekasihnya itu.

Rhea bersedekap dada dengan ingin memutar kedua bola matanya dengan malas, tetapi ia tahan, ia harus bersikap ramah kepada pasangan sehidup semati yang tak terpisahkan walau dunia terganti.

“Gue juga kurang tahu tentang pendaftarannya gimana, soalnya waktu itu gue didaftarin sama Nana. Nana yang urus semua, gue cuma terima beres doang.” Balas Rhea dengan tatapannya ke arah Karina dan Jeno.”Untuk masalah gue bantu lo buat latihan, gue belum berhak dan nggak bisa juga sih, karena kita kan ada pelatih, jadi lebih bagusnya lo minta latihan khusus ke pelatih voli nanti.”

Ucapan Rhea yang begitu tenang membuat Jeno menatap gadis itu dengan senyumannya sedikit luntur, Rhea sedikit mengernyitkan dahinya saat sadar dengan perubahan ekspresi Jeno yang begitu kentara. Tatapan mereka bertemu dengan makna yang berbeda, Karina pun berdehem pelan untuk memutuskan kontak mata itu. Jeno mengerjapkan kedua matanya untuk menyadari dirinya sendiri, namun Rhea tidak, ia masih bingung dengan perubahan lelaki yang di hadapannya ini begitu tidak dapat ditebak.

“Lagian, kenapa lo tiba-tiba mau masuk voli? Emang ekskul tari lo keadaannya gimana? Jamnya nggak bentrok?” tanya Rhea yang juga heran dengan Karina yang tiba-tiba tertarik dengan voli.

Karina memutarkan kedua bola matanya dengan malas, dan itu hanya Rhea yang dapat melihatnya. “Dih.” Ucap Rhea dalam batinnya. Ia melihat Karina benar-benar bermuka dua, padahal beberapa minggu yang lalu, ia sempat dilabrak.

“Ya, aku mau coba hal yang baru, Kae. Mana tahu, aku juga bisa seperti kamu yang tiba-tiba bisa main voli dan basket.” Dan Rhea paham akan kalimat sarkas gadis itu, ada penekanan pada kalimat tiba-tiba itu. Rhea menatap Karina dengan emosinya yang sudah ia tahan, bahkan senyumannya yang terpatri di wajahnya kini sudah senyuman mencibirannya kepada Karina.

“Di dalam dunia olahraga, nggak ada namanya tiba-tiba Karina. Kalau lo mau masuk ke voli, persiapkan tubuh lo dengan baik.” Ucap Rhea dengan tatapan tajamnya kepada Karina,”atau lo masuk basket aja, minta ajarin ke pacar lo tentang olahraga yang tiba-tiba bisa itu.” Tutup Rhea dengan nada penuh penekanannya itu, ia tidak suka dengan orang yang meremahkan bidang yang ia sukai ini.

Karina menyunggingkan senyuman kecilnya sebagai tanda bahwa dia menang dalam menaikkan emosi gadis di hadapannya. Rhea sudah muak dengan sikap Karina, ia ingin menjambak rambut gadis itu dengan kuat, tetapi Rhea hanya mengepalkan tangannya untuk menahan emosinya.

“Gue ke kelas dulu,” pamit Rhea dengan dinginnya. Ia tidak bisa berlama-lama di hadapan Karina atau dia benar-benar merealisasikan keinginan untuk menjambak gadis itu. Rhea hendak menurunkan emosi yang membelenggunya dengan meninggalkan si pemeran utama itu.

Ketika Rhea hendak meninggalkan pemeran utama itu, sebuah tangan yang hangat menahannya. Rhea menghentikan langkah kakinya saat tarikan lembut pada tangannya itu mengalihkan atensinya. Ia mengernyitkan dahinya, “kenapa? Kalau mau tanya-tanya tentang voli, tanya ke Nana, jangan ke gue.” Ucap Rhea dengan nadanya yang terdengar kesal. Ia sudah tidak ingin berada di sekitar Jeno dan Karina saat ini.

Terasa usapan lembut pergelangannya, Jeno menatap gadis itu dengan sendunya. “Jangan pergi dulu.” Balas Jeno dengan nada lembutnya. Karina yang melihat itu pun seketika bersedekap dada, pelukan di bahu sempitnya pun sudah terlepas saat Jeno menahan Kaela.

Rhea berdecak kecil, ia melepaskan genggaman  tangan Jeno dengan kesal. “Gak usah pegang-pegang gue!” ucap Rhea dengan kesal, “mau apa lagi, sih?” tanya Rhea dengan sedikit meninggikan nadanya.

“Kamu kenapa sih, Kae? Kamu kesal sama aku, ya?” ucap Karina dengan nadanya terdengar seperti orang yang polos. Rhea melirik Karina dengan tajamnya, gadis itu melihat senyuman meremehkannya.

Emosinya tidak stabil, kesabaran Rhea sudah habis kepada Karina. Rhea menatap tajam kepada Karina dengan emosinya. “Maksud lo apa?” Kini Rhea menantang Karina dengan mendekatkan tubuh mungilnya kepada Karina. Ia sudah tidak peduli dengan sekelilingnya, yang sekarang ia harapkan adalah menghantam perempuan yang lebih tinggi itu darinya.

Jeno yang berada di antara Karina dan Kaela pun bingung, ada apa tiba-tiba atmosfir di sekelilingnya panas? Ia bahkan merasakan Karina menyembunyikan tubuhnya di belakangnya.

“Kaela, lo kenapa?” tanya Jeno dengan nada bingungnya, ia pun mencoba melindungi kekasihnya itu.

Rhea mengalihkan tatapan tajamnya kepada Jeno,”gue kenapa? Lo tanya tuh ke cewek lo! Jangan mentang-mentang dia punya status kepemilikan ke lo, seenaknya labrak dan sindir kemampuan gue! Maksudnya apa? Kalah saing sama gue? Takut pacar lo jadi jatuh cinta ke gue, gitu?” kata Rhea dengan nada emosinya yang sudah tidak bisa ia tahan lagi. Ia muak dengan gadis itu, seakan-akan lemah.

Jeno mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan Kaela yang menyudutkan Karina tanpa sebab. “Apaan sih, Kae?! Kenapa tiba-tiba lo nyalahin Karina?” balas Jeno tidak terima dengan ucapan Kaela.

Rhea menyunggingkan senyuman remehnya kepada Karina, “nggak akan ada asap kalau nggak ada api! Gue nggak bakalan seemosi ini kalau bukan pacar lo yang mancing duluan. Gue saranin, mending lo masuk ekskul drama deh, Kar. Lebih cocok ke lo yang bermuka dua!” ucap Rhea dengan tatapan marahnya kepada Karina. Karina tidak menanggapinya, ia hanya bersembunyi di belakang punggung kekasihnya itu.

Jeno menatap tajam ke arah Kaela, ia merasakan kekasihnya itu ketakutan saat melihat Kaela emosi seperti ini. “ Kasih tahu gue titik permasalah kalian, jangan buat pacar gue ketakutan gini, Kae. Lo kalau mau marah, lo marah ke gue, jangan ke Karina. Gue ngga terima kalau pacar gue ketakutan!” balas Jeno dengan suara beratnya yang begitu dalam.

“Cocok lo berdua, sama-sama bangsat!”

“KAELA!” Bentak Jeno dengan suaranya yang kuat. Karina terkejut saat mendengar suara kekasihnya itu terdengar marah.

“LO DIAM, ANJING!” bentak Rhea dengan emosinya yang sudah keluar. Ia menunjuk Jeno dengan tatapan tajamnya kepada lelaki yang lebih tinggi darinya itu, “kalau lo nggak terima pacar lo dimarahi, gue juga nggak terima kalau kehidupan gue diganggu! Yang gue punya di dunia ini cuma diri gue sendiri, nggak ada yang bisa lindungi gue kecuali diri gue sendiri! Siapapun bakalan gue ajak ribut kalau udah ganggu gue! Paham lo?!” ucap Rhea dengan penuh penekanan.

“Gue nyesal kasih lo kesempatan untuk berbaikan. Seharusnya dari awal, sudah sepantasnya gue putuskan hubungan apapun itu antara lo dengan gue! Lo urus aja peran lo masing-masing, anjing!” Dan Rhea pergi begitu saja meninggal pasangan itu dengan emosinya yang meledak. Ia benci dengan suasana yang kini ia rasakan, begitu menyesakkan dirinya. Rhea menghapus airmatanya, “bangsat emang manusia itu!”

Sepeninggalan Kaela, Jeno terdiam. Usapan lembut dari kekasihnya pun tidak membuatnya bangkit dari rasa kehilangan itu, emosinya yang sudah dipuncak pun hilang begitu saja.

“Sayang, aku takut,” bisik Karina sembari melingkari tangan Jeno dengan lembut. Jeno hanya membalasnya dengan keterdiamannya.

**

Chika mengusap airmata Rhea yang kembali jatuh dengan lembut, “kenapa nangis, Rhea? Ada yang nyakitin lo, ya?” tanya Chika dengan suaranya yang terdengar lirih. Sudah beberapa menit Rhea menjatuhkan airmata itu, dan Chika tetap menghapusnya dengan sabar.

“Coba lo bangun, Rhe, lo ceritakan ke gue siapa yang berani nyakitin lo. Gue bakalan siap buat mukul orang itu,” lanjut Chika dengan senyuman teduhnya. Airmata itu kembali jatuh, dan Chika kembali menghapusnya.

“Mimpi lo terlalu indah, ya? Atau mimpi lo kali ini terlalu menyakitkan?” ucap Chika begitu lirih.

Dan suara mesin penunjang hidup Rhea lah yang menjawab pertanyaan Chika, Chika menghela napasnya dengan pelan. “Lo harus kuat dan lo harus berani melawan semua ini, gue tahu lo bisa. Rhea yang gue tahu adalah Rhea yang akan menentang semuanya yang menyakitin lo.”

Chika menyunggingkan senyumannya, lalu kembali mengusap airmata Rhea dengan lembut.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!