4

Karina menyugarkan rambutnya yang panjang itu sembari menatap kekasihnya itu dengan tatapan tajam. “Ada apa dengan kamu sih, Jen? Dari kemarin kamu itu aneh! Tahu, nggak?” tanya Karina dengan kebingungannya melihat tingkah kekasihnya itu.

Jeno hanya diam, ia bersedekap dada sembari mengarahkan atensinya pada lapangan luas sekolahnya itu.

“Tiba-tiba tangan kamu luka lah, terus tadi itu apa? Kamu menantang Kaela, kamu ngebentak dia! Kamu bersikeras untuk dekat dengan dia. Kamu nggak rela Kaela melupakan kamu?” tanya Karina dengan rasa kesalnya yang menggebu-gebu. Karena selama ini, Jeno tidak pernah seintens ini untuk berkomunikasi dengan Kaela semenjak mereka berpacaran, bahkan belakangan ini Jeno sebelum Kaela koma, dia tidak pernah terlihat bersama Kaela lagi.

“Ya, kamu lihat tadi,’kan? Dia nggak sopan sama aku, Rin. Jadi, aku cuma negur dia doang.” Balas Jeno dengan nada tidak terimanya saat sahabatnya sudah berubah, “kamu lihat juga, kan? Sama Jaemin, dia lembut tetapi sama aku beda. Aku tahu dia lagi sakit, tapi apa tata kramanya juga ikutan sakit? Kan, enggak.”

Karina menghela napasnya dengan pelan, ia benar-benar menahan semuanya sejak kepulangan dari rumah Kaela hingga sekarang mengenai sikap Jeno yang membuatnya bingung.

“Kamu harusnya sadar, Jen. Bukannya selama ini, aku ngeluh ke kamu kalau Kaela terlalu banyak ikut ke kamu? Dan kamu juga berusaha untuk menjaga jarak dari dia, kan? Kamu juga tanpa sadar merasa hal yang sama dengan aku, kan? Terus, sekarang dia udah seperti ini, kenapa kamu malah merasa aneh? Bukannya hal bagus, dia udah nggak sedekat dulu dan gak mengganggu kita?” ucap Karina sembari mengusap bahu Jeno dengan lembut.

Jeno berdecak kecil saat mendengar ucapan Karina, “serisih-risihnya aku dengan dia, bukan berarti harus gini, Karina. Dia tetap sahabat aku dari dulu, aku juga punya rasa sayang ke dia tapi sebagai teman. Kamu tahu itu, kan?” Jeno menjelaskannya dengan ketidak terimaan ucapan Karina yang begitu gamblang.

Karina mengetahui itu, Jeno bahkan pernah bercerita kepadanya bahwa Kaela juga menyatakan cintanya sebelum menyatakan cinta pada dirinya. Dan Jeno menolaknya mentah-mentah dengan tidak membalasnya begitu saja, dan pergi meninggalkan Kaela.

“Kamu harus lebih sabar, dan lihat kondisi sekarang. Tidak semua bisa dipaksakan, sayang. Oke?” ucap Karina dengan lembut. Ia sekarang paham maksud Jeno dengan sikapnya belakangan ini, ia paham.

Jeno menghela napasnya, lalu memberikan senyuman tidak sampai mata itu kepada kekasihnya. Ia pun menarik Karina ke dalam pelukannya sembari mengusap surai hitam gadisnya ini. “Maafkan aku, ya. Maaf buat kamu kebingungan, dan maaf buat kamu khawatir. Aku cuma belum bisa melihat sahabatku berubah.” Bisik Jeno dengan lembut, ia bahkan mengecup puncak rambut Karina.

Karina menganggukkan kepalanya sembari mengusap punggung tegap kekasihnya itu.

**

“Astaga, Kaela! Kamu kenapa jadi perempuan bar-bar begini, sayang?! Hei! Berhenti dong nendang-nendang mejanya.” Ucap Jaemin yang tengah menahan sahabatnya ini menendang meja-meja di kelasnya ini sampai tidak sesuai jalur lagi.

Rhea yang tengah dipeluk Jaemin dari belakang hanya menendang meja-meja teman-teman kelasnya itu. Untung ini masih jam istirahat, jadi tidak ada korban jiwa atas tindakan brutal Rhea.

“KESAL BANGET GUE SAMA DIA, NA! KENAPA LO TAHAN-TAHAN, SIH! HARUSNYA LO LEPASIN GUE, GUE LEMPARIN PIRING GUE KE SI BANGSAT NGGAK TAHU DIRI ITU! NYAKITIN DOANG, ANJING!” Rhea mengamuk dengan sangat membabi buta.

Jaemin kewalahan dengan kekuatan sahabat mungilnya, sejak kapan Kaela sangat brutal seperti ini seperti orang kerasukan. “EH..EH.. JANGAN DITENDANG MEJA GURUNYA! NANTI KAMU KENA MASALAH, KAELA!” pekik Jaemin yang benar-benar mengeluarkan tenaganya menggendong Kaela dari pelukan belakangnya, ia membawa gadis itu ke tempat duduk mereka. Bahkan Kaela masih menendang udara kosong itu dengan kedua kakinya.

“Ya ampun, aku lagi berteman sama siapa sih ini? Tuyul, kah?” gumam Jaemin sembari menurunkan Kaela yang sudah di posisi tempat duduk mereka. Jaemin berkacak pinggang dengan napasnya sudah memburu, makan hanya sedikit tetapi energinya terbuang hampir seluruh badannya.

“Diem, nggak? Atau aku ikat nanti!”ancam Jaemin yang sudah menatap tajam Kaela.

Kaela-nya akhirnya diam. Jaemin menormalkan napasnya kembali, keringatnya sudah mulai membasahi seragam sekolahnya, dan tatapannya masih mengarah kepada Kaela-nya itu. “Kamu kalau marah, boleh. Tapi, jangan ngerusak barang-barang di sini! Lagian badan kamu itu kecil, Kaela, dan kamu baru sembuh dari sakit bahkan masih on the way sembuh. Jangan sampai kamu amnesia kedua kalinya lagi.” Omel Jaemin layaknya ibu-ibu kepada anaknya.

“Ih, kok gue yang jadinya kena, sih? Dia duluan yang cari ribut kok! Lo liat sendiri tadi, kan?!” ucap Rhea membela dirinya dengan nada tidak terimanya juga.

Jaemin menggelengkan kepalanya, ia masih menatap sahabatnya ini dengan tajam. “Pakai lo-gue lagi sama aku! Heh! Aku gak suka ya, kalau kamu udah kayak gitu. Yang bikin salah siapa, yang kena siapa! Kalau orang ngomong itu dengerin!” Balas Jaemin sembari mencubit pipi Kaela untuk menatapnya.

“Sakit,” rengek Rhea dengan tatapannya masih terlihat kesal. Jaemin tersenyum kecil, lalu memposisikan dirinya untuk duduk di bangkunya.”Aku tuh senang kamu bisa seperti ini, aku senang kamu mengeluarkan emosi yang selama ini kamu tahan selain nangis. Aku selama ini ingin jadi tangan kamu untuk tinju dia, tapi aku selalu ditahan sama kamu, Kae. Tapi, aku gak senang kalau kamu semakin brutal begini, dan manggil dia dengan sebutan yang gak baik tadi.” Jaemin menasehati Kaela dengan lembut, ia bahkan sudah mengusap pipi sahabatnya yang sempat ia cubit tadi.

Rhea mengerjapkan kedua matanya dengan cepat saat mendengar nasehat Jaemin, ‘mati gue! Benaran bakalan gue bawa dia ke dunia gue! Bodo amat! Jaemin hak paten gue!’ batin Rhea yang sudah kualahan dengan detak jantungnya yang berdegup kencang.

Rhea bahkan merasakan usapan lembut di pipinya, tatapan Jaemin benar-benar begitu tulus kepadanya, ah.. lebih ke Kaela yang asli.

‘Gue iri ke lo, Kae. Lo bisa dapatin perhatian seperti ini setiap harinya, seharusnya ini bisa menjadi penguat hidup lo, Kaela. Jaemin begitu sulit untuk didapatin di dunia gue.’

Rhea merasakan ketulusan itu merambat kehangatan di badan yang sekarang ia tempati ini, begitu berharganya Kaela di hadapan lelaki tampan ini. “Makasih ya, Na. Sudah selalu ada untuk aku, kamu nggak pernah bosan untuk selalu di samping aku.”

Rhea terkejut, ini bukan kemauan dia untuk berbicara, dia bahkan tidak ada niatan untuk berbicara seperti itu.

Jaemin yang mendengar itu pun hanya tersenyum senang, dan semakin gemas dengan pipi sahabatnya ini. “Lucu! Bayi aku udah besar!”

Rhea tertawa kecil mendengar itu, ia merasakan Kaela menyampaikan pesan itu dari alam bawah sadarnya.

‘Gue nggak tahu lo masih ada atau enggak. Tapi, jangan bikin gue nangis lagi, ya.’

**

Kaela mengusap airmatanya dengan tangannya yang gemetar. Ia melihat sahabatnya, Jeno berciuman dengan Karina di dalam kelas kosong itu. Jeno terlihat melepaskan ciuman itu dengan senyuman mata bulan sabitnya, dan melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Karina yang kini terlihat tertawa kecil.

“Kamu cantik,” ucap Jeno dengan tatapannya kepada Karina.

Karina tertawa kembali sembari memukul pelan dada bidang Jeno, “kamu tuh setiap hari bilang gitu mulu! Dasar buaya!” balas Karina dengan tawa kecilnya.

Jeno mengusap pipi gadis itu dengan lembut, “aku sayang kamu, jangan lagi cemburu sama Kaela, ya. Aku udah nganggap dia cuma sebatas teman kecil aku. Mama Kaela titip Kaela ke aku karena mamanya selalu pergi keluar kota untuk kerja, jadi percaya sama aku dan satu komplek juga. Jadi, jangan ngambek lagi, ya, cantik?”Jeno menjelaskannya dengan suara beratnya itu yang lembut.

Karina mengangguk paham, Jeno pun menarik Karina ke dalam pelukannya. “Sayang aku,” bisik Jeno dengan lembut.

Kaela dengan perlahan menjauh dari kelas kosong itu, tangisannya tidak pernah berhenti begitu saja, dadanya sangat sakit, napasnya seakan tercekat begitu saja. Ia tadi hanya permisi sebentar untuk ke toilet karena rencananya dirinya akan pulang bersama Jeno, tetapi sekembalinya ia dari ke toilet, ia melihat Jeno dan Karina bermesraan.

Ia cemburu, ia sakit hati, ia merasa menjadi pengganggu, dan bahkan seakan tidak penting untuk Jeno. Ia menyukai Jeno melebihi dari sekadar sahabat, ia mencintai Jeno sebagai seorang laki-laki bukan sebagai teman kecil lagi. Apa sebegitu menyedihkan dirinya?

Drt..

Drt..

Drt..

Kaela merasakan getaran di dalam saku roknya, ia menetralkan napasnya dan mulai mengambil ponselnya dari saku roknya. Terpampang di layar itu, Jeno memanggilnya. Kaela menghapus airmatanya, lalu menetralkan napasnya agar tidak terdengar sehabis menangis.

“Ah, ya, Jen.” Kaela memberikan senyumannya saat menjawab panggilan Jeno walau Jeno tidak melihatnya.

“Lo di mana Kae? Kok lama banget ke toiletnya?” tanya Jeno di ujung sana.

Kaela berdehem untuk menghilangkan serak di tenggorokannya. “Gue lupa, gue kira lo nunggu di parkiran sekolah, makanya gue udah di parkiran sekolah.”

“Astaga, Kae! Yaudah, tunggu di sana, gue dan Karin ke sana. Jangan ke mana-mana!” dan panggilan itu pun diputuskan.

Kaela menggenggam erat ponselnya, ia merasakan sakit sekali, ingin rasanya ia menjauh dari semua ini. “Kenapa mencintai Jeno begitu sakit, ya?”

Rhea menghembuskan napasnya yang juga terasa sesak, ia membaca diary Kaela sekembalinya ia dari sekolahnya. Ia mengingat sepenggal curahan hati Kaela dalam buku novel yang ia baca itu. Rhea begitu mengasihani Kaela, berikut dengan rasa sakit yang dirasakan oleh Kaela.

“Perasaan lo terlalu tulus untuk si bangsat itu, Kae. Lo harusnya bisa mendapat lebih, ada Jaemin yang bersedia di samping lo, tapi kenapa malah milih jalur yang kayak gini?” gumam Rhea sembari menatap diary itu dengan sedihnya.

Rhea mengalihkan atensinya pada deburan suara ombak di luar jendela kamarnya itu, curahan hati Kaela benar-benar membuatnya sesak. Apa setiap hari Kaela merasakan perasaan ini? Apa sebegitu susahnya Jeno membalas perasaan Kaela dengan lebih baik lagi? Apa begitu sulitnya Jeno menghargai perasaan Kaela?

“Gue akan merubahnya untuk lo, Kaela. Gue akan membuat surga di dunia lo sekarang. Gue gak tahu kenapa gue ditakdirkan di sini, tapi jika ini memang tugas gue untuk membuat surga untuk lo, gue akan lakuin. Terima kasih sudah berjalan sampai sekarang, ya.”

Rhea menutup diary Kaela, ini adalah kuncinya untuk memulai kegiatan selanjutnya. Rhea bangkit dari tidurnya, dan mulai berjalan ke arah cermin di dalam kamarnya ini.

“Dengan tubuh ini, gue akan menjauhkan rasa sakit itu untuk lo, Kaela. Tapi, izinkan gue untuk menguasai tubuh lo dengan sifat asli gue. Karakter lo dan gue bertolak belakang, lo terlalu rapuh untuk gue yang berani menantang siapapun menghadang gue. Jadi, beri gue izin.” Rhea mengucapkannya dengan penuh senyuman percaya dirinya.

**

Rhea berdecak kecil saat mendengar pesan mama Kaela untuk pergi bersama Jeno. Padahal, ia sudah berencana untuk tidak lagi ingin berhubungan dengan Jeno.

“Lagian, Kaela bisa sendiri ke sekolah kok, Ma. Mama gak perlu khawatir gitu deh,” balas Rhea yang mencoba untuk merubah pendirian mama Kaela yang menyuruh Jeno menjemputnya.

“Mama nggak mau ambil resiko kedua kalinya, Kaela. Mama nggak bisa berangkat kerja, kalau kamu sendirian pergi. Lebih aman kamu sama Jeno,” dan seketika Mamanya tersenyum saat ponsel yang sejak tadi berada di telinganya itu menjawab panggilannya, “Jen, mama minta tolong ya, kamu berangkat bareng dengan Kaela. Mama ada panggilan ke luar kota mendadak, jadi mama titip Kaela ke kamu. Boleh, nggak?”

Rhea berdecih kecil, ia bahkan melempar tasnya ke sofa di ruang keluarganya ini. Rhea duduk di sana sembari bersedekap dada, mood-nya sudah buruk.

“Iya, sayang. Kaela juga udah siap kok, tinggal nunggu kamu jemput. Nanti, pulang dari luar kota, mama kasih oleh-oleh untuk kamu dan bunda. Gimana?” Bahkan wanita paruh baya itu mulai menenteng tas nya dan menarik kopernya. Sebelum berlalu, ia mengecup puncak rambut anak gadisnya itu dengan sayang.

“Tuh, Jeno bentar lagi sampai. Kamu nunggu di luar sana, jangan sampai dia nunggu kamu.” Ucap mamanya sembari menyimpan ponselnya. Rhea memutar kedua bola matanya dengan malas, dengan sedikit kasar ia menarik tasnya dari sofa dan meranselnya di salah satu bahunya.

Rhea mengikuti langkah kaki mamanya dengan mood-nya yang buruk, jujur saja ia ingin menyumpah di wajah Jeno beserta printilannya.

Dan tak perlu menunggu lama, mobil Jeno pun sampai. Ia melihat laki-laki itu turun dari mobilnya, dan memberikan senyuman bulan sabitnya itu kepada mamanya, Rhea tidak peduli, ia membenci laki-laki itu.

“Mama berangkat sama siapa? Udah ada mobilnya?” tanya Jeno dengan ramahnya, terlihat akrab sekali seperti nadi dengan darah.

“Dari tadi udah nunggu mobilnya, tapi Kaela masih maunya debat mulu sama mama. Jadi, agak ngundur waktu, jadi mama titip dulu Kaela sama kamu, ya, Jen. Mama minta tolong,” balas mamanya dengan ramah pula.

‘Lengkap sudah kehidupan ini. Tinggal tunggu kiamat doang lagi yang kurang.’

Jeno melirik kecil ke arah Kaela yang tampak tidak peduli dengan kehadiran dirinya dan sekelilingnya, pertengkaran mereka memang belum ada perbaikan. Jeno pun menganggukkan kepalanya dengan senyumnnya kembali terbit, “iya, ma. Hati-hati ya, Ma.”

Dan berlalu lah wanita paruh baya itu dengan mobilnya. Rhea mulai mengeluarkan ponselnya, lalu memasangkan earphone-nya. Ia tidak mau peduli dengan laki-laki itu.

“Kae, masuk ke mobil.” Dan Jeno mulai membuka suara beratnya. Jeno bahkan membuka pintu mobil belakang untuk Kaela, tetapi gadis itu hanya diam di tempat.

“Kae,” panggil Jeno untuk menyadarkan Kaela agar dapat masuk ke dalam mobil. Rhea pura-pura sadar dari panggilan Jeno, ia memberikan senyuman manisnya kepada Jeno. “Oh, nggak perlu, Jen. Lo duluan aja, gue udah minta jemput tadi. Ucapan mama tadi, gak perlu ditanggapin serius, gue udah nggak apa-apa kok.” Sahut Rhea dengan santainya.

Jeno mengernyitkan dahinya sedikit saat mendengar penolakan dari Kaela. “Lo nggak dengar? Lo dititipkan ke gue, berarti tanggung jawab gue harus buat lo aman dari sekolah sampai rumah nanti.” Balas Jeno dengan penuh penekanan.

Rhea melirik jam di pergelangan tangannya, lalu menatap Jeno yang terlihat masih menunggu dirinya. “Nggak perlu, gue udah bisa jaga diri gue. Mending lo pergi, jemputan gue udah mau dekat.” Dan Rhea mulai berjalan meninggalkan Jeno yang terlihat mengeraskan rahangnya.

Jeno menutup pintu mobilnya dengan keras, emosinya yang semalam saja belum tuntas ditambah lagi untuk pagi ini. Ia berjalan dengan cepat untuk menahan Kaela yang hendak berjalan kaki.

Rhea terkejut saat tangannya dicekal oleh Jeno. Ia berbalik badan menghadap laki-laki itu, terlihat wajah emosi Jeno di hadapannya sekarang. Rhea menaikkan alisnya satu, kenapa lagi dengan manusia satu ini?

“Siapa yang jemput lo? Jaemin? Atau siapa?! Lo nggak ada sopan santun dari semalam ya, Kae. Bisa hargai gue di sini, nggak?” tanya Jeno dengan emosinya yang menggebu-gebu.

Rhea mencoba melepaskan cekalan tangan Jeno, tetapi Jeno mengeratkannya. Rhea yang sudah habis kesabaran pun melepaskannya dengan kuat.

“LEPAS, BANGSAT! PAHAM RASA SAKIT, NGGAK?!” bentak Rhea yang mulai sudah tersulut emosi.

Jeno terkejut saat Kaela membentaknya dengan kata kasar, ia pun segera menyembunyikan keterkejutannya.

Rhea merasakan pedih pergelangan tangannya, ia menatap tajam Jeno. “Ngapain lo merasa punya kepentingan banget tentang kehidupan gue? Kenal juga kagak, ngaku-ngaku sahabat gue lagi. Sahabat mana yang bikin sahabatnya kesakitan?! Nana aja gak pernah bikin gue sakit gini. Nah, lo?!” Rhea benar-benar membenci laki-laki di hadapannya.

“GUE SAHABAT LO JUGA! DARI KECIL GUE SAMA LO! KALAU JAEMIN, LO INGAT! SEDANGKAN GUE? SEKARANG MALAH LO MUSUHIN!” bentak Jeno yang kini emosinya sudah tidak tertahan.

Ada perasaan asing yang membuat Jeno tidak ingin Kaela melupakannya, bahkan lebih mengingat Jaemin daripada dirinya. Ada rasa tidak terimanya saat Kaela membentaknya, mengeluarkan kata kasar kepadanya.

Rhea menyunggingkan senyuman kecilnya,”kenapa? Lo nggak terima? Toh, ingat atau enggaknya gue sama lo bukan menghancurkan dunia, kan? Emang nggak sepenting itu kali, lo. Makanya otak gue memilih memori yang penting dan yang gak penting untuk dihapus. Dah, deh, gak usah sok peduli sama hidup gue dan sebagainya. Anggap aja, kita gak pernah kenal dan asing. Lo ganggu ketenangan hidup gue, asal lo tahu,” balas Rhea dengan tatapan dinginnya kepada Jeno.

Jeno yang mendengar semua itu membuatnya terdiam, ia bahkan membiarkan Kaela berlalu begitu saja meninggalkannya. Ia merasakan rasa sesak di dadanya dan napasnya sedikit tercekat, entah kenapa ucapan Kaela membuatnya merasakan sakit di dadanya.

**

Bersambung

Terpopuler

Comments

fransisca brahara

fransisca brahara

rasain lo jen

2023-05-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!