TLE 19

Sean bersenandung memasuki rumahnya. Ia menenteng sebuah keranjang yang berisi beri liar dan beberapa apel. Buah-buah itu langsung ia cuci dan dipindahkan ke wadah lain. Setelah semuanya selesai, ia kebingungan melihat jumlah apel yang sudah berkurang padahal ia ingat telah meletakkan semuanya di sana.

"Aku tidak ke mana-mana, tapi kenapa bisa hilang?"

Hanya ketika Sean berbalik untuk mencari, ia tersentak hampir menjatuhkan buah lainnya saat melihat seseorang duduk di kursi sembari mengunyah sebuah apel.

"Sejak kapan serigala makan buah?!"

Gerald yang tenang hanya mengabaikan malah kembali berdiri untuk mengambil satu buah lagi.

"Pencuci mulut," kata Gerald santai.

Sean menjadi tidak berdaya. Setelah memasukan dua buah beri ke dalam mulutnya, ia berkata, " Makan, makan semuanya."

Siapa sangka Gerald akan kembali berdiri bahkan membawa serta dengan wadahnya.

Sean tidak dapat berkata-kata.

Melihat Gerald yang makan dengan tatapan kosong, Sean mulai membatin, aku lebih baik melihatmu demam daripada menjadi aneh seperti ini.

"Di mana kau membenturkan kepalamu?"

Anehnya Gerald tiba-tiba meletakan kembali wadah buah itu dan pergi berbaring di atas dipan. Sean yang mengikuti dengan matanya hanya menjadi semakin syok.

"Ada apa dengan anak ini?"

...••••••...

"Sean."

"Apa?!" Sean menjadi geram. "Sudah lima kali kau memanggil namaku tapi setelahnya kau tidak mengatakan apa-apa. "Ada apa denganmu sebenarnya?"

Gerald bangkit dari posisi tidurnya.

"Aku hanya sedikit...bingung."

"Apa yang ada di Troas? Kau tidak pulang beberapa hari dan aku menemukan menjadi aneh." Sean bergerak untuk menyentuh dahi Gerald. "Ajaibnya, kali ini kau tidak demam."

"Bukan apa-apa."

"Bukan apa-apa? Tapi kau menjadi seperti—" Ucapan Sean menggantung saat Gerald ternyata masih melanjutkan.

"....hanya seorang pedofil yang misterius dan wanita penganggu yang menyebalkan."

Tentu saja Sean sang dewa kasmaran langsung melompat dari kalimat awal untuk berkomentar.

"Wanita yang menyebalkan? Semenyebalkan apa sampai bisa megusik pikiranmu?" Sean menaik-naikkan alisnya untuk menggoda.

Alis Gerald tiba-tiba mengerut. "Aku juga bermimpi aneh."

Sean tersenyum genit. "Semenyebalkan apa wanita ini sampai kau memimpikannya?"

Wajah Gerald serius menatapnya. "Ini bukan tentang dia. Sean ... kau pernah bilang liontin di kalungku bukan batu sederhana. Coba jelaskan mengapa ... aku melihat seseorang memakai kalung yang sama di dalam mimpiku."

Sean adalah keturunan druid; sebuah ras yang dulunya dikenal sebagai penjaga hutan. Sebagaimana tempat tinggalnya, mereka memperoleh kekuatan dari energi alam. Namun, yang bisa diturunkan Sean dari kemampuan para druid hanyalah sesuatu seperti bisa berbicara dengan hewan juga merasakan energi dari semua hal yang bersumber dari alam.

Jadi ketika pertama kali melihat liontin biru milik Gerald. Ia langsung menyatakan bahwa batu kristal itu sangat spesial.

"Memang, aku merasakan energi yang tidak biasa memancar dari kalung itu," jelas Sean.

"Apa karna kalung ini aku bisa mendapatkan penglihatan." Tidak jelas apakah itu pertanyaan atau pernyataan.

Sean bergerak dari posisinya. "Sudah kuduga, kau memang reinkarnasi Alpha Samuel. Kau bahkan menurunkan kekuatannya."

Kebingungan yang melandanya membuat Gerald tidak menyela kali ini.

"Tapi jika memang karena kalung ini, kenapa baru sekarang?"

Hanya mendengar ucapan itu, Sean berubah serius.

"Karna beberapa alasan kekuatanmu tidak muncul sewajarnya. Namun, kita tidak tahu apa penyebabnya. Kalung itu sudah ada sejak dulu di lehermu dan anehnya baru sekarang dia membantumu mengembalikan kekuatanmu...." Ucapan Sean menggantung saat ia tidak dapat menarik kesimpulan dari urutan yang ia bentuk.

"Kekuatanku tidak sepenuhnya kembali."

Sean menatapnya. "Apa maksudmu? Katamu kau mendapatkan penglihatan."

Gerald menggeleng. "Aku tidak selalu mendapatkan penglihatan. Aku tidak tahu bagaimana saat aku mencoba menyentuh sesuatu yang ingin aku lihat, aku tidak mendapatkan apa-apa. Lalu saat beberapa waktu aku mencoba kembali, aku mulai melihatnya lagi."

Sean berdiri dan mondar-mandir di depan Gerald sambil mengusap dagunya. Saat mendapatkan pemikiran lain, ia berhenti untuk melihat Gerald. "Ada reaksi di kalungmu saat itu terjadi?"

Gerald awalnya menggeleng, tetapi saat ia mengingat ucapan Camelia yang mengatakan tentang kalungnya yang bersinar, ia langsung mengangguk. "Kalungnya mengeluarkan cahaya."

"Itu dia, sinarnya." Sean menjentikkan jari dalam wajah yang berseri, tetapi sesaat kemudian ia menjadi ragu. "Tapi seharusnya ada pemicunya."

"Aku tidak mengerti."

"Material yang berasal dari alam hanya bereaksi ketika bertemu dengan sesuatu yang membawa energi alam. Aku tidak tahu dari mana asalnya batu ini karena kau juga tidak pernah mengatakannya, ah lebih tepatnya kau juga tidak tahu. Dari yang aku rasakan, batu itu memancarkan energi yang mungkin setara dengan witchstone."

Pada saat ini raut wajah Gerald menjadi rumit.

Sean dengan cepat melanjutkan. "Ini hanya asumsiku. Semua orang tahu kalau witchstone sudah punah sejak lama. Aku juga belum pernah melihat witchstone itu sendiri jadi bisa saja dugaanku salah, tapi satu yang pasti ada sesuatu di luar dirimu yang memicunya."

Ada jeda sesaat untuk Sean kembali berpikir. "Ah, siapa yang ada di dekatmu saat itu?"

Yang ada di dekatku?

Gerald terdiam cukup lama memikirkan jawaban dari pertanyaan itu.

...•••••••...

Seminggu telah berlalu dan penawar yang dijanjikan akhirnya telah rampung. Dalam kurung waktu itu, hari-hari Camelia berjalan hambar. Tugasnya sebagai garnisun telah dicabut dua hari lalu bersama kesatria lain dengan pencapaian yang sama sekali tidak memuaskan. Berikutnya, tidak ada kasus kematian atau penculikan. Sosok kucing yang ingin ia ganggu pun tidak menampakkan batang hidungnya. Yang lebih buruk, protesnya terhadap Ratu Serafina tidak menghasilkan apa-apa.

Dengan keadaan yang damai ini, para kesatria kerajaan beralih tugas membantu pekerja Pyrgos untuk membagikan pil penawar. Camelia bersama Aron membantu Aletta membagi penawar di area amagine. Sementara di area umum ada Mauren dan Fiola yang dikawal kesatria lain. Hanya memantau dan menertibkan para penduduk tentu saja adalah pekerjaan yang membosankan bagi Camelia.

"Kenapa kita harus meminum pil itu? Mereka tidak akan meracuni kita, 'kan?" Seorang wanita amagine yang berada di baris paling belakang bergosip sambil menunggu antrian.

Seseorang dengan raut wajah yang sangat mendalami peran berkata dengan sinis." Aku curiga mereka sedang melakukan percobaan. Mereka menggunakan kita untuk mencoba eksperimen mereka."

"Sungguh? Haruskah kita tidak meminumnya?"

Camelia yang berjaga di belakang mendengar ini merasa tanduk di kepalanya segera muncul.

"Kalian," teriaknya. "Kau dan kau." Ia menunjuk dua wanita yang baru bergosip. "Berhenti berbaris dan pulang ke rumah kalian. Dan aku pastikan beberapa hari lagi kita akan mendengar dua orang mayat kembali ditemukan!"

Camelia tidak pernah memakai baju zirah. Ia hanya menggunakan blouse vintage putih dengan balutan korset di pinggangnya sebagai atasan. Sementara tubuh bawahnya mengenakan celana kulit hitam yang dibalut skirt sewing patterns selutut. Walaupun begitu, karena posisinya yang bergabung dengan kesatria lain, wanita-wanita itu berhasil ia bungkam. Namun, seorang wanita dengan wajah sinis melempar tatapan cemooh sebelum bergabung kembali pada barisan. Kasak-kusuk bisikan masih terdengar.

Aron yang berada di sampingnya menegur. "Camel, jaga sikapmu."

Camelia hanya acuh sembari memutar-mutar botol obat porselen di tangannya. Ia baru saja memarahi kedua penduduk yang kontra dengan pil penawar ini, tetapi ia yang juga sebenarnya sama saja hanya bisa menerima kenyataan pahit karena ia juga seorang amagine.

"Mereka terlalu banyak bicara. Aku yang sudah punya rencana membuang botol ini saja tidak seberisik mereka."

Aron menatapnya. "Kau ingin membuangnya?"

Camelia mengangguk. "Kenapa? Tubuhku cukup kuat jadi aku tidak membutuhkan pil ini."

Aron menghela napas. "Kau baru saja mengatakannya, aku tidak ingin melihat ada mayat lagi."

Tawa Camelia terdengar. "Aku hanya menakuti mereka. Sebagai rakyat yang baik mereka harus patuh."

"Kau juga."

Camelia menggeleng sembari menggoyangkan tangannya.

"Tidak, aku menolak menjadi baik."

Aron menyerah.

...••••••...

Waktu telah banyak berlalu, warna oranye telah muncul di langit barat. Barisan yang mengantri hanya tersisa empat orang. Camelia yang telah melihat Aletta dari dekat tidak bisa tahan untuk memanggilnya.

"Alet! Kau tidak menjatuhkan botol-botolnya, 'kan?"

Pada hari sebelumnya, dalam keadaan ini Aletta pasti akan kembali berteriak setidaknya untuk membela diri tidak peduli sedang di mana mereka berada. Namun, kali ini wanita itu hanya melihat ke arahnya sebentar sebelum kembali melanjutkan tugas. Jelas ini adalah keanehan yang jarang Camelia dapatkan.

Sementara itu, Aron yang baru kembali setelah mengobrol dengan kesatria lain, bertanya saat melihat wajah bingung Camelia.

"Ada apa."

Camelia sedikit bingung, tetapi kemudian mengangkat bahu.

"entah ... hanya seorang teman yang sedang kelainan."

...••••••...

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

👌👌👍👍..,,

2023-05-11

0

Ayano

Ayano

Ya allah pertanyaannya 😅😅

2023-04-22

1

Ayano

Ayano

Kok ngakak ya bacanya ya allah 🤣🤣🤣

2023-04-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!