TLE 16

Gerald tidak ingat sejak kapan ia berada di sini, tempat ia berpijak terlalu asing. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan ilalang membentang sangat luas. Angin yang bertiup menerbangkan juntaiannya ke arah yang sama.

Tangan Gerald terangkat untuk membelai setiap helainya. Permukaan yang kasar menyentak kesadaran Gerald. Namun, tidak ada sedikit pun dalam pikirannya untuk mempertanyakan tentang nyata dan tidaknya keberadaannya saat ini. Matanya menyapu sekitar, sementara lengkungan di dahinya nyaris menyatu.

Gerald yakin hanya memejamkan mata sejenak ketika aroma harum bunga tiba-tiba mengisi indra penciuman. Itu menyulut kebingungan juga rasa penasaran, mendorong Gerald untuk menoleh ke belakang; tempat datangnya wewangian itu.

Dalam ingatannya, ia hanya memutar badan tanpa bergeser untuk langkah yang jauh. Namun, pemandangan sekitar berubah begitu saja tanpa permisi. Lautan ilalang tadi, seolah tidak pernah ada, kini tergantikan oleh ramainya kelopak ungu yang mekar sangat banyak. Entah kenapa Gerald mengenali bunga ini. Yang secara spontan langsung ia sebutkan.

Bunga kencana?

Gerald mengedarkan pandangan hanya untuk bertemu kilau cahaya di kejauhan. Gerald tidak tahu tentang waktu kedatangannya, tetapi matahari yang menyilaukan itu sudah mau terbenam.

Mata Gerald menyipit, tangannya terangkat untuk menghalau cahaya itu. Lalu dari celah jarinya, Gerald menangkap presensi seseorang.

Tangan Gerald refleks diturunkan. Cahaya memudar seiring kemunculan seseorang yang kini wujudnya semakin jelas. Mata Gerald terkunci di sana, memandang sosok yang membelakangi tampak anggun, berkilau bak cahaya bulan.

Gaun merahnya berdesir diterpa angin, sementara rambut panjangnya indah tergerai.

Apakah ia baru saja melihat dewi? Gerald bertanya dalam pikirannya.

Sosok wanita di sana berbalik dalam ritme yang terlampau anggun. Seanggun penampilannya.

Saat itu Gerald baru menyadari rambut panjang di sana berkilau dalam warna perak yang menawan.

Gerald tertegun, tetapi ada sesuatu yang menggangu.

Wajah itu ... sekuat apa pun Gerald berusaha melihatnya, tidak ada yang bisa ia dapatkan selain bibir yang sedang tersenyum. Seolah ada kaca tipis yang menghalangi sebagai wajah itu, Gerald hanya melihat setengah wajah yang samar. Gerald tidak bisa mengenalinya.

Siapa dia?

Pandangannya masih berusaha mencari jawaban, lalu saat matanya bertemu dengan leher jenjang itu, Gerald kembali tertegun karena mengenali sesuatu. Kalung dengan liontin biru yang bertengger di sana ... Gerald mengenalinya.

Refleks Gerald meraih lehernya. Lalu ia kembali tertegun. Ke mana kalung yang selama ini ia pakai?

Pikirannya lalu berhenti berproses saat kembali melihat kalung yang dikenakan wanita itu.

Apakah itu kalung yang sama?

Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala. Namun, semua itu terhenti ketika bibir indah di sana mulai bergerak. Sosok itu seperti mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada suara yang dapat Gerald dengar.

Setelah mengamati sebentar, Gerald baru memahami jika gerakan bibir yang berulang itu tengah menyebutkan nama seseorang. Sesuatu di dada Gerald terusik saat ia menyadari bahwa bukan namanya yang disebut.

Sebelum semua kebingungannya benar-benar terjawab Gerald merasakan keanehan ketika sekitar mulai menjadi tidak jelas. Seolah ditenggelamkan dalam air, padangan Gerald memburam oleh riak gelombang. Lalu beberapa saat kemudian semuanya menjadi gelap.

...•••••...

"Hei ...bagun!"

Agaknya terlalu tidak sopan meneriaki seseorang yang baru menolongmu. Namun, Camelia tidak lagi peduli. Ia sudah berusaha bersikap lembut, tapi hasilnya sia-sia. Pria di depannya ini tidak mau bangun. Jadi ia mengganti metodenya.

"Kalau kau tidak mau bangun aku—"

Camelia menghela napas lalu diembuskan.

"Baiklah, jangan terlalu kejam, dia baru saja menolongmu," ucapnya bermonolog.

Camelia memindai sekitar. Ia tidak ingat bagaimana pria bertopeng tadi pergi, keadaan sudah menjadi tenang ketika ia menyadari.

Camelia membiarkan Gerald yang tadinya tertidur di pahanya, kini berbaring di tanah. Ia memilih pergi mengambil pedangnya. Kali ini memutuskan untuk disarungkan di pinggang.

Setelahnya ia mendekat untuk melihat Gerald dari posisi berdiri.

Jadi dia yang mungkin menjadi jodohku? Ia menilik setiap inci wajah itu. Kenapa terasa agak...aneh?

Setelah jeda sesaat ia menggeleng dan berlutut di sampingnya.

"Lupakan, mari urus dia dulu. Bagaimana cara membangunkannya?"

Camelia menoleh untuk mencari air. Karena tidak melihat tanda-tanda keberadaannya, ia kembali menggeleng dan tiba-tiba berpikir, "baiklah, dia tidak sedang sulit untuk bangun. Dia baru saja terluka. Pikirkan cara lain."

Setiap sakit atau melihat tabib sedang mengobati seseorang, sang tabib selalu menyentuh alat vital untuk memeriksa denyut nadi. Jadi Camelia berpikir untuk menirunya.

"Tidak ada di sini." Camelia berpindah dari pergelangan tangan ke leher.

"Apa dia akan mati? Kenapa denyut jantungnya sangat lemah?"

Untuk pemeriksaan yang lebih akurat, Camelia menunduk dan menempelkan telinganya tepat ke jantung. Ia bersandar cukup lama di dada bidang itu hanya untuk mengangkat kepala dengan raut terkejut.

"Gawat!"

Pernapasan Gerald mulai melemah, itu yang bisa Camelia simpulkan. Ia meyakini itulah yang menjadi penyebab mengapa pria ini belum juga bangun. Sebagai gantinya, wajah Camelia mulai serius ketika ia memikirkan satu metode lain.

"Apa akan berhasil? Aku belum pernah mencobanya."

Camelia menyentuh bibirnya, lalu berpikir sebentar.

Ia hanya perlu meniup udara ke dalam mulutnya. Itu tidak sulit sama sekali, hanya saja Camelia ragu bagaimana udara yang ia tiupkan bisa membuat orang ini bernapas?

Namun, tidak butuh waktu lama wanita itu mulai mendekatkan wajahnya.

"Sedikit lagi kau maju, aku akan membunuhmu."

Perjalanan Camelia baru setengah jalan ketika suara dingin seseorang datang menyapanya.

Camelia mematung di tengah-tengah sebelum menarik wajahnya dengan cepat.

...•••••...

Alih-alih lari untuk bersembunyi, wanita yang tidak tahu diri ini terus mengekor di belakang dengan banyak pertanyaan yang ia lontarkan.

"Kau yakin kau tidak apa-apa?"

"Apa yang kau lakukan di Troas?"

"Aku melihatmu memeriksa rumah Nory, apa yang kau cari?"

Pertanyaan-pertanyaan itu berubah dalam waktu yang singkat ketika tidak mendapatkan tanggapan satu pun. Namun Camelia tidak menyerah dan dengan hati-hati melempar umpan terakhir.

"Aku tahu sesuatu tentang Alaric."

Umpan diterima. Gerald akhirnya berhenti untuk berbalik melihatnya.

"Katakan."

Camelia tersenyum penuh kemenangan. "Informasi tidak datang secara gratis, jawab pertanyaanku."

Sayangnya yang ia terima adalah tatapan dingin sebelum akhirnya ditinggalkan sekali lagi.

...•••••...

Gerald tiba di depan rumah Nory dan merasakan seseorang juga baru saja berhenti di belakangnya.

"Kau benar-benar masih membututi rumah ini?"

Tidak ada balasan dari pertanyaan itu. Alis Camelia bertaut melihat pria itu masuk begitu saja.

"Yah kau benar-benar membututinya. Kau bahkan tahu kapan rumah ini kosong."

Camelia turut mengekor pada akhirnya. Di dalam sana Gerald menilik sekitar ruangan dengan sangat serius. Camelia tidak bisa tidak bertanya.

"Apa sebenarnya yang kau cari."

"Kau punya utang penjelasan." Gerald menanggapi tanpa melihat lawan bicaranya.

Camelia mengangkat bahu. "Aku belum menemukan jawabanku."

"Apa ada wanita dewasa yang tinggal di sini?"

Camelia menyeringai. "Tidak ada pertanyaan tambahan sebelum aku mendapat jawabanku."

Gerald memejamkan mata, menyerah.

...••••••...

Sementara itu, di Elwood, kediaman Klan Agrios. Mauren dan Fiola serta seorang pekerja Pyrgos lainnya sedang beristirahat sembari makan siang di rumah Fiola. Para pekerja Pyrgos itu tidak sengaja bertemu lalu mengadakan acara kecil-kecilan. Mauren memanfaatkan libur akhir pekan dengan berkelana ke luar Troas, itulah sebabnya ia sampai terdampar di acara dadakan ini.

Boleh dibilang ini hanyalah jamuan penutup untuk sekedar mengganjal perut. Namun, Mauren sebagai satu-satunya wizard yang bukan berasal dari Elwood, sungguh tercengang dengan daging melimpah yang ada di atas meja. Ia mungkin lupa bahwa klan Agrios adalah karnivora sejati.

Mauren mencoba melupakan kekagumannya dan hanya makan dengan tenang.

"Bagaimana pengalamanmu bekerja di Pyrgos, Fiola?" Mauren bertanya di sela kunyahannya. Mereka berada di tempat kerja yang sama namun jarang untuk mengobrol santai. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk menutupi kekurangan itu jadi Mauren tidak ingin menyia-nyiakan.

Fiola menganggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Awalnya benar-benar sulit. Tapi sekarang aku mulai terbiasa."

Seorang wanita di sebelahnya mengangguk. "Tidak masalah Fiola, semua orang memiliki awal yang sama sepertimu."

"Um." Fiola tersenyum. "Jarang sekali kita berkumpul seperti ini. Seandainya Aletta bergabung bersama kita, ini seperti liburan yang lengkap."

"Biar kutebak," Mauren menanggapi. "dia sedang berkutat dengan eksperimennya atau mungkin sedang larut dalam pikiran berlebihannya?"

Mendengar ini, Fiola dan Raina tertawa.

"Oh kalian lanjutlah. "Fiola memotong di sela tawanya. "Aku harus mengantar pil di kediaman Tuan Tirian. Anggaplah rumah sendiri."

Mauren terlihat bingung tetapi kemudian mengangguk. Sementara Raina terlihat santai.

"Pergilah aku akan menemaninya."

Sepeninggal Fiola, Mauren tidak bisa menutupi rasa penasarannya lebih lama. Ia lalu menghadap Raina untuk bertanya.

"Pil apa yang dia maksud?"

Raina berpikir sebentar sebelum menjawab. "Kau tahu klan kami memiliki wujud lain dalam bentuk hewan?"

Melihat Mauren mengangguk, Raina melanjutkan. "Beberapa jenis dari kami memiliki kesempatan untuk berevolusi. Kami menyebutnya perkembangan. Sebagai contoh: seekor ular laut bisa berevolusi menjadi naga dengan beberapa pelatihan."

Raina memasukan daging kedalam mulutnya sebelum melanjutkan. "Tuan Tirian membentuk komunitas dan mengumpulkan orang-orang yang berpotensi berevolusi. Pil yang Fiola antar berguna untuk membantu perkembangan mereka. Tuan Tirian meminta secara khusus pada Ratu Serafina dan Tuan August untuk menyediakan setiap bulannya."

"Aku sungguh baru mengetahuinya." Mauren masih memiliki kejanggalan lain. Setelah melihat seluruh ruangan, ia kembali berkata, "Dari rumah ini, aku melihat Fiola adalah orang yang berkecukupan."

Raina memotong. "Ya, dia keponakan Tuan Kenan. Kau tahu pemimpin klan kami?"

Raina mengangguk, "ah jadi begitu. Dia cukup kaya untuk mau bekerja di Pyrgos."

Raina mengangkat bahu. "pikiran orang kaya memang tidak terduga."

Mauren tidak sengaja menoleh ke arah makanan Fiola yang masih tersisa. Melihat isi piring itu yang berbeda dengan jamuan pada umumnya di meja itu, kebingungan lain kembali terbentuk. "Apa kalian juga memakan sayuran?"

Raina yang mengikuti arah pandang Mauren tersenyum paham.

"Sebenarnya tidak. Tapi Fiola sedikit istimewa."

"Istimewa?"

"Kau bisa menebak apa wujud aslinya dari makanan yang dia makan."

Mauren mengernyit. Lalu saat tatapannya bertemu pada irisan wortel yang mendominasi piring itu, ia tertegun.

"Kelinci?"

...••••...

Terpopuler

Comments

Little Dream

Little Dream

Sabar banget si Gerald. 😅

2023-04-16

1

Little Dream

Little Dream

Penonton Kecewa :")

2023-04-16

1

Little Dream

Little Dream

AAAAAAAA BAPER AING

2023-04-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!