...🪄🪄🪄...
Aktifitas Aletta yang tadinya membuat foxs lagi-lagi terhambat karena insiden pencemaran rumah yang dilakukan Niles, adiknya. Setelah mengomel sampai nyaris terjadi adegan pencabutan bulu ekor, Aletta akhirnya membersihkan sendiri lantai rumahnya. Niles menolak mengambil wujud manusia, ia berdalih harus mengobati lukanya dulu atau proses transformasinya akan terhambat. Aletta pun tidak dapat bertindak jauh, Niles sudah histeris setelah melihat ekornya sebagian buntung. Mau bagaimana lagi, merengek pun Niles tidak akan peduli. Dengan sedikit bantuan dari Camelia, perang antar kakak beradik itu akhirnya bisa dilerai. Walaupun Camelia harus menahan sabar karena sepanjang Aletta mengepel lantai, tak sedetikpun mulutnya berhenti mengoceh.
Ngomong-ngomong soal foxs, itu adalah lampu sihir tiruan yang coba Aletta buat berdasarkan pengalaman berkerja di Pyrgos--menara alkemis yang masih beroperasi hingga saat ini. Bangunan itu seharusnya masih bagian dari istana, tetapi setelah pergantian kepala pengurus, tempatnya dipindahkan hingga mengambil jarak lima belas meter dari belakang istana. Kepala pengurus baru itu hanya mengatakan membutuhkan lahan baru untuk penunjang isi menara lalu setelah mendapat persetujuan Ratu Serafina, beberapa tahun kemudian hutan bagian utara itu sudah berubah menjadi kebun tanaman sihir dengan sebuah gedung tinggi di tengah-tengahnya.
Serbuk yang merupakan partikel pendukung foxs adalah bubuk sihir yang hanya bisa dihasilkan di sana. Merupakan bahan langka karena hanya para alkemis yang dapat mengolahnya. Foxs asli keluaran Pyrgos sebenarnya diperjualbelikan secara terbuka, tapi itu merogoh kocek yang tidak sedikit. Jadi kebanyakan hanya para penyihir kelas atas dan para amagine yang cukup mapan yang memiliki penerangan ajaib itu di rumah-rumah mereka. Aletta sendiri memang bekerja di menara alkemis, tetapi sebagai seorang amagine yang tidak memiliki kemampuan sihir telah menghambat dirinya untuk memperoleh upah yang lebih cukup. Selain itu ia sulit beradaptasi.
Selagi Aletta melampiaskan amarahnya pada lantai-lantai basah, Camelia duduk di pojokan sembari menilai keduanya. Niles masih belum bertransformasi, bertengger di dekat jendela menunggu reaksi dari obat yang diberikan Camelia pada ekornya.
"Kalau diperhatikan kau ini sudah mirip seperti ..." Camelia menerawang sembari memikirkan satu burung lain yang ekornya lebih pendek.
Niles memandang curiga, sudah cukup ia ditertawakan karena kekurangan bulu ekor.
Diam-diam ia mengutuk hewan berbulu hitam yang sudah mencuri ekornya.
"Jangan katakan!" pekiknya setelah bisa menebak burung seperti apa yang sekarang ada di kepala Camelia.
Sayangnya wanita itu hanya abai.
"Oh aku tahu bukankah dia yang sering bersuara menakutkan dan berkeliaran di malam hari?"
"Jangan katakan!"
Burung yang bersuara menakutkan dan berkeliaran di malam hari? Niles semakin geram saat gambaran burung itu terpampang nyata di pikiran. Dengan cepat ia mengambil wujud manusia.
"Aku tidak sudi disamakan dengan burung hantu!"
Camelia terbahak lebih keras tidak dapat menahan geli di perutnya. Aletta yang sudah selesai dengan urusannya muncul di pintu tengah, ia ikut terkekeh. Amarahnya seketika hilang karena mendengar bualan Camelia itu.
"Jadi kau masih punya muka untuk berkeliaran di area klan binatang buas?" celetuk Aletta Puas. Sulit membuat adiknya sadar, setidaknya adiknya mungkin bisa lebih berpikir setelah kehilangan ekornya yang gagah.
"Ya tentu saja, aku cukup layak. Sandingkan saja aku dengan beberapa elang dan kalian tidak akan melihat falkon di antara kami." Bulu burung yang tersemat di kedua pundak Niles bergerak saat pemuda itu menyisir dengan bangga rambut karamelnya ke belakang.
Camelia menyeringai. Ia melirik Aletta dan mengangkat sebelah alisnya. "Harga dirinya seberat apa? Kau punya adik yang cukup angkuh."
"Hanya orang-orang terpilih yang boleh sombong dan aku cukup layak," Niles dengan teguh menyela.
Aletta yang tidak tahan mengibas tangan ke udara. Ia memamerkan senyuman yang tampak di paksakan. "Ya ya ya aku hanya menyarankan tetaplah dalam wujud itu sampai ekormu sedikit lebih terlihat." Ia menoleh pada Camelia, "... Jadi solusi apa yang bisa kau berikan untuk lampu kita ini, Camel?"
"Kau benar-benar payah," Camelia mencibir. Ia kesal karena Aletta merubah suasana begitu saja dengan pertanyaan itu. "Dari jarak ini saja aku bisa melihat kau memasukan bubuk nerfiss terlalu banyak. Padahal serbuk zafeer nyaris berwarna hitam, tapi berada di antara bubuk putih yang kontras itu saja dia hampir tidak terlihat. Walaupun kedua material itu mengandung energi sihir, kau hanya menggunakan serbuk safir alami untuk refleksi cahaya. Menurutmu apa nyalanya bisa bertahan?"
Aletta mendengarkan dengan saksama, tetapi begitu Camelia berhenti bersuara, kedua alisnya langsung mengerut."Persingkat saja, jadi aku harus menambahkan serbuk zafeer atau mengurangi bubuk nerfiss?"
Memejamkan matanya sesaat, Camelia berkata dengan emosi tertahan. "oh astaga, tambahkan yang kurang."
Ada jeda hening singkat. Seolah mendapatkan kejut listrik, Camelia menoleh dengan cepat saat menyadari ucapannya yang tidak akurat. Tangannya terangkat berniat menghalau pergerakan Aletta. "Jangan tambahkan lebih dari dua jumput—"
Sayang sekali peringatan itu baru mendarat setelah suara ledakan terdengar. Nelis yang duduk menyilang kaki, menggeleng-gelengkan kepala melihat kepulan asap hitam sudah menyelimuti kakaknya. Ia berdecak tiga kali sebelum berkata, "lain kali kau harus memberi intruksi yang tepat." Tatapan Nelis semakin nanar saat melanjutkan," ... terasa aneh dua kepribadian menyatu dalam satu tubuh, ceroboh dan suka mengoceh ... ah kau harus mengepel lantainya lagi Kak."
Kepulan asap menyebar saat tangan Aletta mengibas di udara. Itu akhirnya membuat wajah Aletta perlahan terlihat. Camelia yang tadinya ikut terkekeh langsung menetralkan ekspresinya. Dengan perasaan bersalah, ia lantas berkata, "sepertinya aku akan ikut membantu."
...🪄🪄🪄...
Camelia langsung berangkat menuju hutan begitu fajar menyingsing. Ia harus mencari tanaman gotu kola untuk menebus kesalahannya kepada Aletta. Ledakan yang telak mengenai wajah teman Camelia itu menyisakan bekas kemerahan di beberapa titik. Tidak heran mengingat bagaimana lampu sihir itu berakhir. Seharusnya tidak terasa sakit karena Aletta tidak mengeluh sama sekali. Namun, karena bahan yang digunakan mengandung energi sihir, Camelia merasa bercak kemerahan itu tidak akan mudah hilang jika dibiarkan. Tentu saja Aletta belum menyadarinya. Jadi ia harus bergegas sebelum diceramahi dan mendapatkan tuntutan atas tuduhan merusak jalur jodoh orang lain. Oh sungguh! Memikirkannya saja sudah membuat Camelia bergidik.
"Ini masih belum musim buah, apa sulit menemukannya?" Camelia bergumam sembari menilik beberapa pohon di atas. Padahal musim semi sudah berjalan beberapa minggu, tapi belum ada tanda-tanda pohon akan berbuah. Apa sebenarnya hal ini tidak saling berkaitan?
Setelah membuang pandangan ke bawah, Camelia tertarik pada bunga ungu liar yang mekar sangat banyak. Camelia tahu itu bunga kencana. Namun, bukan itu sebenarnya yang menarik atensinya.
Ia berjalan mendekat, lalu memetik sesuatu yang lain dari pohon bunga itu.
"Aku tidak tahu apa kau termasuk buah, tapi sejauh aku memandang hanya kau yang aku temukan." Camelia menilik sesuatu berwarna coklat di tangannya. itu buah kering milik bunga kencana. Camelia suka dengan sensasi meletup tiba-tiba ketika buah kering itu menyentuh air, jadi tanpa ragu ia memasukkan satu ke dalam mulutnya. Ia mengambil beberapa lagi sebelum melanjutkan jalan. Seperti yang diharapkan buah pertama yang masuk sudah meletup di dalam sana. Agak menyebalkan merasakan biji-biji kecil yang lengket menempel di lidah, tapi setidaknya itu sedikit ampuh untuk membunuh rasa bosan.
Gotu kola adalah tanaman liar yang mudah tumbuh di mana saja apa lagi di tempat lembab. Setelah mengingat ada danau di hutan ini, tanpa menunggu lagi Camelia langsung menuju ke sana. Seperti yang diharapkan Camelia melihat tanaman yang ia cari tumbuh sangat banyak di bibir danau.
"Tahu begini aku seharusnya tidak terlalu khawatir. Berapa banyak yang harus aku ambil?" Berpikir untuk itu, Camelia belum menentukan berapa helai daun yang harus ia petik. Namun, ia merasa setidaknya harus menyiapkan wadah agar daun-daun itu nantinya tidak tercecer di dalam tasnya. Lantas Camelia mulai mengacak-acak isi tasnya. Benda pertama yang ia temukan adalah cermin. Pada awalnya Camelia tidak begitu peduli, cermin itu hanya seukuran telapak tangan. Segera ia pindahkan ke tangan lain agar tidak menganggu pencarian. Namun, cermin dengan ukuran lebih besar terus ia temukan. Lagi dan lagi bahkan kali ini dengan ukuran yang semakin besar. Tangannya sudah tidak dapat menampungnya, ia meletakkan semua benda itu ke tanah.
"Aletta memiliki cermin sebanyak ini di rumahnya? Dan aku tidak percaya aku memasukkan semuanya!"
Ada sekitar sembilan buah yang kini berserakan di tanah. Yang terakhir ia keluarkan berukuran sepanjang lengannya. Camelia tidak menyadari ada sebanyak ini. Semalam ia hanya asal memasukkan ke dalam tas karena berpikir cara menunda masalah adalah dengan membuat Aletta tidak melihat wajahnya sama sekali. Ia tidak menyesali. Hanya sedikit syok setelah menghitung jumlahnya.
"Apa dia bercermin setiap saat? Oh yang benar saja!"
Camelia meraih lubang tasnya kembali. Kekesalannya mereda setelah memegang sesuatu yang kecil dengan permukaan seperti karung goni. Ia akhirnya menemukan wadah yang tepat. Namun, begitu ingin menarik kantung kecil itu, ada benda lain yang menahannya. itu benda yang pipih, Camelia tidak memikirkan apa-apa dan hanya menggesernya dengan sabar. Siapa sangka bibir tasnya menjadi semakin terhalang sehingga Camelia harus menariknya keluar. Wajah santainya berubah begitu merasakan bobot benda itu yang ternyata sangat berat. Kedua tangan Camelia harus berkerja ekstra. Begitu sudah setengah dari benda itu muncul, Camelia menggeram saat menyadari apa sebenarnya benda ini.
"Yang benar saja! Aku juga memasukkan cermin seukuran pintu tadi malam?!" Otot lengan Camelia mulai tidak tahan. "Ini sangat berat!"
...🪄🪄🪄...
Masalah Aletta bukanlah sesuatu yang rumit, harusnya. Namun, Camelia sudah membuang tenaga yang tidak sedikit dalam usahanya. Setelah membuat otot-otot lengannya kebas karena cermin sialan itu, kini ia nyaris membuat kakinya terkilir. Camelia benci mengatakannya, tapi ... lagi-lagi penyebabnya karena cermin itu!
Ia mengambil istirahat panjang tentu saja untuk melerai lelah, yang ia isi dengan duduk merenung di bibir danau. Cukup dramatis mengingat suasananya; danau panjang terbentang dengan refleksi langit yang jatuh tepat di semua sisi, hamparan daun-daun gotu kola mengisi bibir danau dengan tinggi seragam dan lebarnya terlihat seolah sengaja dirangkai, dan jangan lupakan sebaran cermin-cermin yang memenuhi permukaan tanah membuat Camelia merasa sedang berada di atas awan karena cermin-cermin itu juga memantulkan gambaran langit. Namun, semua itu buyar saat ia berdiri dan mengumpulkan niatnya kembali untuk mengambil daun-daun yang menjadi targetnya sejak tadi. Bak berada di atas panggung gelap, Camelia hanya menoleh sebentar ketika jutaan cahaya sudah menghujani pandangannya dengan kecepatan yang tak tertebak. Sayang sekali Itu bukan lampu sorot jadi Camelia tidak akan menunggu suara tepuk tangan!
Camelia refleks menutup mata. Ia mengira akan kehilangan penglihatan saat itu juga. Siapa sangka, begitu ia mengintip dari balik jemarinya, rupanya cahaya-cahaya itu berasal dari cermin yang memantul. Tidak kuasa menahan tekanan di matanya, Camelia mundur untuk menghindari sengatan perih itu. Namun, medan yang tidak rata membuat sisi lain pijakannya menempati ruang kosong. Beruntung dengan kesigapannya, ia berhasil memutar tubuh dan mendarat dengan tidak anggun di antara rimbunnya daun-daun gotu kola. Salah satu boots yang ia kenakan sedikit melorot. Celana kulit dan tangannya mungkin tercoreng oleh tanah becek, tapi setidaknya ia tidak menggiling kakinya. Semua aman dan yang paling penting ia mendapatkan apa yang ia cari.
"Wah! Apa ini lucu?" Camelia bergegas berdiri. Membersihkan bercak tanah di tangannya dengan raut kesal. Ia menatap cermin-cermin itu dengan sinis. "Kalian mempermainkanku?!"
Pikiran tentang menghanyutkan semua benda itu ke danau baru saja terlintas. Namun, gambaran wajah murka Aletta yang baru saja muncul di kepala membuat ia segera mengurungkan niatnya. Camelia beralih memandang hamparan tanaman gotu kola. Ia mengembuskan napas berat.
"Baiklah, mari ambil ini dan pulang."
Sejak tadi ada sesuatu yang mengganjal di gigi Camelia yang terus berusaha ia lepas. Camelia menduga itu biji buah bunga kencana yang masih tertinggal di mulutnya. Namun, dendamnya pada cermin-cermin ini membuat ia lupa sejenak. Seandainya tidak memberi kesan buruk, Camelia mungkin akan berinisiatif menggunakan salah satu cermin itu untuk membantunya melepaskan. Namun, lupakan saja. Camelia sangat tidak sudi!
Benar-benar pagi yang menjengkelkan, pikir Camelia. Ini tidak ada bedanya dengan saat belasan tahun lalu ketika ia terus gagal membidik anak panahnya. Sungguh sangat menyebalkan! Camelia sampai menghindar, merasa enggan melewati cermin-cermin itu. kantung kecil berisi daun gotu kola ia masukkan secara kasar ke dalam tasnya. Masih dengan suasana hati yang buruk, Camelia mengambil anak panah yang tersampir di pundak lalu mencari busur di antara jutaan isi tasnya. Tanpa mengukur ke mana target yang akan ia ambil, Camelia menarik tali busur dengan kuat. Seolah semua kebencian ia tumpuk di ujung anak panah, pundaknya menjadi ringan dan sesak di dadanya perlahan berkurang begitu anak panah itu melesat jauh ke depan. Sensasi kepuasan seketika mendominasi. Salah satu sudut bibirnya akhirnya ditarik.
"Waktuku terbuang banyak pagi ini." Gemuruh di perut Camelia terdengar. Ia bahkan melihat ada celah di antara korset yang menempel di pinggangnya. "Ah aku bahkan belum sempat sarapan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
La Vey
aku kira burung Kluruk yang biasanya bunyi waktu mau pagi.
2023-04-20
1
Apidut
udah kek kantong ajaib 🤣
2023-04-03
0
Little Dream
Kapan Camelia dapet titah mencari anak hilang sebagai Garnisun? eh Garnisun kan ya namanya?
ya pokoknya itulah atau... bukan camelia kah yang cari?
2023-03-28
0