...Peta Zoeearth...
...by Thyta...
...****************...
Beberapa orang duduk mengelilingi meja lonjong panjang di ruang pertemuan istana. Seorang wanita berpenampilan mulia duduk paling ujung. Sebuah tiara emas bertengger di rambutnya yang hitam, mengukuhkan kedudukannya sebagai seorang ratu di Zoeearth.
Perkumpulan itu sudah berlangsung sejak tadi, merupakan rapat dadakan karena pemimpin Klan Agrios — klan binatang buas — tiba-tiba datang dengan amukan juga kehadiran perwakilan ras amagine yang ingin menyampaikan keluhan. Suasana sudah tidak sericuh sebelumnya, Kenan sang pemimpi Klan Agrios sudah ditenangkan.
"Sudah berapa lama penculikan ini terjadi Aldwin?"
Pria berkulit paling gelap meremas jemarinya. Wajah penuh kegusaran itu tampak jelas, tanpa sadar ia menggeleng dalam diam sebelum akhirnya menatap sang pemberi pertanyaan untuk menjawab. "Awalnya saya mengira hanya satu orang Yang Mulia. Namun, setelah memeriksa lagi ada tiga rumah yang sudah lama kosong. Sulit menentukan kapan dan sudah berapa lama mereka hilang. Tidak ada yang menyadari sebelumnya karena rata-rata yang diculik adalah wanita yang tidak lagi bersuami dan anak-anak yang tidak memiliki orang tua."
"Semua dari ras amagine?" Ratu serafina kembali bertanya.
"Benar Yang Mulia." Kali ini seorang berbaju zirah yang menjawab, sementara Aldwin turut merespons dengan anggukan.
"Tidak ada jejak yang kalian temukan?" Masih Ratu Serafina yang memberi pertanyaan, tapi tatapannya tidak lepas dari pria berbaju zirah, Ramos.
"Kesatria yang berjaga hanya melaporkan adanya aroma busuk di tempat kejadian. Semua tampak baik-baik saja. Aroma itu bahkan tidak lagi tercium setelah jarak dua meter. Kami menduga itu alasan kasus ini tidak cepat terkuak."
Entah kenapa semua orang tiba-tiba memandang ke satu arah, atmosfer seketika berubah saat gebrakan meja terdengar.
"Kalian menuduh Klan Agrios pelakunya?!" Emosi Kenan yang sudah padam kembali tersulut. Pria pemakai topi bulu beruang itu sangat tidak terima. Klan Agrios memang terkenal keras dan bengis. Namun itu hanya naluri hewaniah. Bagaimanapun mereka tetap setengah manusia yang memiliki hati nurani.
Ratu Serafina memperbaiki posisi duduknya. Ia tampak hati-hati saat berkata, "Kenan, kita di sini tidak menyudutkan klan-mu. Dengan belum terkuaknya pelakunya, siapa pun bisa jadi tersangka. Aku tidak mengharapkan tuduhan itu benar. Namun, kau harus tetap memeriksa kalau klan-mu benar-benar tidak bersalah."
"Tck! Kalian tahu bukan hanya Klan Agrios yang patut dicurigai, tapi seolah kekacauan hanya berasal dari kami, kalian bahkan tidak mempertimbangkan keberadaan makhluk itu!"
"Apa maksudmu Kenan?"
Bukan hanya Ratu Serafina yang bereaksi, semua orang dalam ruangan itu kini menatap Kenan dengan penuh tanya.
Tanpa di duga Kenan menyeringai. "Menurut kalian siapa di sini yang dapat datang dan menghilang secepat angin? Ribuan tahun lalu semua orang membenci Death Valley dan seisinya. Jadi ketika ada masalah seperti ini, bukankah dia patut untuk dicurigai. Kenapa dia tidak hadir? Bukankah dia juga harus memberi kesaksian?"
Hanya Ratu Serafina yang dapat memahami kalimat itu dengan baik sementara yang lain masih meraba-raba. Ketika sang ratu memikirkan satu nama, saat itu terpaan angin tipis datang dengan cepat membelai tengkuk semua orang. Ketika mereka menyadari, sosok berjubah hitam sudah muncul di sudut ruangan. Tudung yang menutupi kepala ia turunkan. Tangannya bersedekap santai. Punggungnya bersandar di dinding sementara kakinya menendang-nendang udara.
"Ragash." Tanpa sadar Ratu Serafina bergumam pelan.
Pria berjubah hitam itu tiba-tiba bersuara. "Ah ... daun telingaku terus bergoyang sejak tadi rupanya ada yang sedang memikirkanku." Lirikannya tiba-tiba menoleh ke satu orang. "Kau merindukanku Tuan Beruang?"
Seringaian di wajah Kenan bertambah. "Ras vampir memang panjang umur."
Dalam satu kedipan mata, Ragash sudah berpindah ke kursi yang kosong. Sorot matanya tajam saat tatapannya lebih dekat bertemu dengan Kenan. Namun, sesaat kemudian ia terkekeh.
"Lama tidak bertemu Ratu Serafina ... juga kalian semua. Apa yang aku lewatkan?" Ragash masih dengan senyum santainya, mengabaikan wajah serius semua yang di sana.
"Ragash, ada yang ingin kau jelaskan?" Suara Ratu Serafina terdengar tenang namun sorot matanya menunjukkan ia baru menahan sesuatu.
Yang ditanya malah menguap. "Tentang apa, tidur panjangku? Daging bangkai binatang? Buah yang hambar? Ah semua itu benar-benar buruk. Lihatlah kulitku nyaris berkeriput. Aku sampai —"
Gebrakan meja tiba-tiba terdengar dari arah kursi lain, Ragash menghentikan ucapannya.
"Seorang balita saja bisa mengerti pertanyaan itu, apa kau sedang mengelak?!"
Emosi yang terbit di benak Ratu Serafina dan Kenan tiba-tiba surut. Keduanya terpaku melihat wajah geram Aldwin, tidak disangka pemimpin ras amagine itu baru saja meninggikan suaranya.
Ragash juga cukup tersentak, tapi sesaat kemudian raut wajahnya sudah berubah. Ekspresi memelas sangat tampak dibuat-buat saat ia berkata,
"Kesadaranku belum benar-benar baik tapi kalian sudah melontarkan pertanyaan aneh. Jangan salahkan aku kalau jawabanku melantur."
"Kau benar-benar tidak tahu masalah ini?" Ratu Serafina kembali memastikan.
Ragash sudah mendengar kabar tentang adanya penculikan di Desa Saman saat ia menuju ke kerajaan. Walaupun begitu, ia memang tidak tahu masalah yang sebenarnya. Jadi ia hanya acuh tak acuh dengan semua tuduhan itu.
"Bagaimana orang tidur bisa tahu keadaan di luar?"
Kenan berdecak. "Sangat pandai bersilat lidah! Jadi itu yang membuatmu bangga berumur panjang selama ini?"
Ragash hanya tersenyum. "Lalu kau apa? Kau ingin aku memuji bulu beruangmu itu? Lucu sekali!"
Buku-buku tangan Kenan mencuat, sebelum emosinya meledak, Ratu Serafina sudah melerai.
"Sudah, tidak perlu saling menyalahkan. Ramos, kerahkan beberapa kesatria tambahan. Kita tidak bisa menemukan jawaban jika pelakunya belum tertangkap."
Ramos yang sedari tadi menahan napas berusaha menetralkan ekspresinya. Melihat perubahan emosi dari orang-orang di depannya, butuh sedikit usaha menarik pikiran jernihnya ke permukaan. Ia bahkan nyaris salah bicara. "Ampun Yang Mulia, keberadaan kesatria hanya membuat pelaku semakin berhati-hati."
Aldwin yang sudah tenang turut bersuara, "Benar Yang Mulia. Kesatria penjaga yang tersebar di seluruh Troas seharusnya sudah cukup menangani masalah ini."
"Dengan kata lain .... " Kenan dengan cepat menyela. "Pelakunya sangat baik membaca situasi, ia bertidak sangat hati-hati sampai tidak terdeteksi oleh para penjaga. Dia tidak bisa diremehkan."
Ucapan itu membuat Aldwin mengangguk. Semua orang memiliki pemikiran sama. Hanya Ragash, pria berjubah hitam itu seperti tidak benar-benar mendengarkan pembicaraan. Kepalanya hanya bergerak mengikuti siapa yang berbicara.
"Apa kota ini membutuhkan seorang garnisun?" Aldwin tampak hati-hati saat berkata namun ucapan itu sudah membuat ekspresi beberapa orang berubah. Bahkan Ragash mematung sejenak, pria itu tiba-tiba memusatkan pikirannya. Ia membatin, Oh jadi benar-benar seserius ini?
"Aku memiliki kandidat dari Klan Agrios jika memang diperlukan."
Ratu Serafina tidak menggeleng atau mengangguk terhadap tawaran Kenan itu. Ia masih sedang berpikir.
"Aku akan memilih orang yang pantas Yang Mulia, bahkan jika itu harus aku yang turun tangan," Ramos juga turut menawarkan. Namun Ratu Serafina tetap bergeming.
"Garnisun kerajaan sudah lama tidak bergerak." Ratu Serafina akhirnya bersuara setelah sekian detik. "Aku berharap kita tidak perlu mengerahkan garnisun dalam jumlah besar untuk menuntaskan masalah ini." Ia menjeda ucapannya, tatapannya menerawang sementara sorot mata itu menunjukkan kegelisahan. "Aku tidak tahu seberapa besar masalah ini, karena kita harus bergerak dalam diam, kurasa seseorang akan cocok menangani masalah ini. Dia bukan garnisun berpengalaman, juga bukan yang terkuat. Namun, ia memiliki tekad yang kuat untuk menuntaskan semua tugasnya. Aku rasa dia bukan pilihan buruk."
Ramos sebagai panglima kesatria penjaga yang juga bisa merangkap sebagai garnisun sewaktu-waktu, mencoba menerka siapa yang ratu maksud dari kesekian anggotanya. Cukup lama ia berpikir sampai akhirnya ia berhenti pada satu nama. Ramos lantas beralih menatap sang ratu, senyuman di wajah sosok mulia itu entah kenapa menambah keyakinan Ramos.
Gadis itu?
...🪄🪄🪄...
"Sedikit lagi, sedikit lagi."
Seorang wanita berusia dua puluan tengah bertengger di dahan pohon. Sebelah tangannya memeluk batang sementara tangan bebas lainnya meraih-raih ke udara. Pohon kersem ini memiliki ranting yang kecil-kecil, seharusnya mudah jika ditarik dari bawah. Namun, sosok yang mengincar buah-kecil-merah ini harus memberikan sedikit usaha karena pohon itu hanya menyediakan buah di pucuk paling atas.
"Dapat!" Entah apa yang dipikirkan wanita berambut brunette sesiku ini, seolah meraih buah itu adalah cita-cita paling mulia, setelah mendapatkannya ia bahkan lupa kalau pegangannya sudah lepas dari dahan dan tentu saja tanpa harus menunggu persetujuan tubuh itu akan langsung merosot ke bawah.
Pasrah. Usaha terakhir yang ia lakukan hanya menutup mata. Tidak ada teriakan ketakutan pun raut kekhawatiran. Tangan itu bahkan masih sempat memasukkan beberapa buah ke dalam mulut. Lalu saat merasakan tubuhnya melambat bahkan melayang, dengan santai kedua kakinya diturunkan.
"Aku masih bertanya-tanya kenapa seorang amagine suka sekali membahayakan diri? Apa mereka terlalu putus asa jadi ingin cepat-cepat mengakhiri hidup?"
"Justru menjadi amagine itu beruntung Aron. Apalagi dikelilingi makhluk-makhluk ajaib seperti kalian."
Pria bernama Aron itu berjalan mendekat. Ia menaikkan sebelah alis tapi tidak kunjung berbicara.
"Lihat ... Aku tidak perlu repot-repot mengkhawatirkan diri ketika jatuh dari pohon, belum saja aku berteriak, pertolongan sudah datang."
"Bodoh." Intonasi tenang itu diikuti oleh jari yang mengetuk pelan puncak kepala pihak lain. Tangan itu juga sempat menggeser posisi sehelai daun yang hinggap di sana. "Jangan menyepelekan keselamatanmu, aku belum tentu terus ada tiap kau kesusahan."
Bukannya berterima kasih, wanita yang diceramahi malah terkikik. Sikunya bahkan dengan lancang mendarat di perut pria itu. Aron yang tidak siap hanya bisa melotot sebagai protes.
"Camel!" refleksnya kaget.
"Ahahaha maaf, maaf. Kau sudah seperti Paman Aldwin kalau serius begitu. Lagi pula aku ini amagine spesial. Kau lupa? Aku bisa jaga diri." Kali ini telapak tangan Camelia yang menyapa punggung Aron. Tidak sedang menggoda. Itu hanya sebuah tepukan bahu untuk meyakinkan sang pendengar.
"Kau tidak kembali? Seorang kesatria sepertinya sedang mencarimu."
"Sebenarnya aku belum ingin. Apa rapatnya sudah selesai?"
Aron mengangguk. "Kau satu-satunya kesatria perempuan dari ras amagine. Kau yakin tetap ingin menjadi garnisun?"
Kesatria penjaga sudah ada sejak masa-masa kelam Zoeearth. Meski sudah tertinggal lama, kekacauan yang pernah tercipta menyebabkan sistem keamanan yang diterapkan tidak luntur hingga saat ini. Garnisun pun tetap dibentuk. Mereka adalah kesatria pilihan yang nantinya akan mendapat tugas khusus. Camelia sudah menjalani setengah hidupnya sebagai kesatria penjaga, jadi ia ingin pengalaman yang lebih dari itu.
"Bibiku saja tidak melarangku kenapa kau khawatir?"
Aron mengembuskan napas halus.
"Tugasmu selama ini tidak cukup?"
Setelah membiarkan seekor tupai menaiki lengannya, Camelia baru menoleh untuk menjawab. "Hanya menjadi kesatria?" Ia berdecak. "Kau tahu tugas terkahirku di Albama? Kami hanya menyelesaikan kasus perampokan! Apa yang menegangkan dari itu?"
"Bukannya itu cukup?" Aron menatap Camelia dengan alis berkerut. "Kau hanya ingin hidupmu berguna, 'kan?"
Belaian di puncak kepala tupai ditekan sedikit lebih keras, Camelia mendengkus. "Astaga Aron! Kau tidak mengerti. Kau tahu siapa para perampok itu? Mereka hanya anak-anak di bawah dua belas tahun! Apa yang bisa kami lakukan? Hukuman cambuk pun tidak dibenarkan untuk mereka. Kami hanya mendapat kalimat maaf dan yah semua selesai begitu saja."
"Tapi Camelia...." Aron beralih memegang pundak wanita di depannya membuat tupai yang tengah bermain dengan keliman pakaian Camelia pergi menjauh. "Kau seorang amagine, " tekan Aron lagi. Berikutnya tatapannya menjadi berat, sisa ucapannya tertahan di tenggorokan.
Mendengar itu senyuman di wajah Camelia memudar. "Kau selalu saja begini." Ia menghindar, melerai pegangan itu juga menjauh dari tatapan Aron. "Aku tidak suka diremehkan."
"Aku tidak bermaksud—"
"Aku sudah terlahir begini Aron. Kau pikir mudah bagiku untuk menerima semua ini?Aku jelas keturunan penyihir bahkan bibiku seorang wizard, tapi kenapa aku berbeda? Aku cacat Aron! Aku bahkan lebih rendah dari seekor hewan biasa!"
"Camel—"
"Yah para amagine memang terlahir tanpa sihir. Mereka tidak bisa mengendalikan mҽҽña karena darah mengikat mereka seperti itu. Aku berbeda Aron aku hanya meminjam nama ras mereka, aku bukan seorang amagine. Aku juga tidak pantas menyandang gelar penyihir. Lalu siapa aku?"
Tangan Camelia mengepal memperlihatkan buku-buku jarinya. Percakapan ini entah bagaimana menyulut emosi. Namun, belum sempat ia melampiaskan lebih jauh, sebuah suara dari arah samping merebut atensinya.
Ada suara patahan tulang.
Aron menangkap perubahan itu dan langsung mengekor ketika melihat Camelia bergerak. "Ada apa?" bisiknya.
Camelia tidak menjawab hanya menempelkan jari telunjuk ke bibirnya. Ada semak belukar di depan, begitu itu disibak penampakkan sosok berjubah hitam yang sedang berjongkok di tanah masuk dalam bidang pandangnya.
Baik Camelia maupun Aron dapat melihat dengan jelas aktivitas apa yang sedang dilakukan sosok berjubah di sana.
Camelia menyeringai, "Bukankah pendengaran vampir sangat peka? Mereka menjadi sangat bodoh ketika sedang makan."
Intonasi itu penuh penekanan. Aron tetap diam saat melihat Camelia mengeluarkan busur dan panahnya. Tepat saat anak panah akan dilucurkan, ia mendengar Camelia berteriak, "beraninya kau memakan tupaiku!"
Sosok di sana mendengar dengan jelas. Namun, belum sempat ia bereaksi, tupai yang menggantung di tanganya menghilang bersamaan dengan anak panah yang melesat cepat. Melihat bagaimana makanan penutupnya berakhir menempel di pohon, ia menyeka sudut bibirnya dan berkata dengan suara rendah. "Siapa yang menganggu waktu makanku."
"Apa makhluk malam seperti kau masih punya wajah berkeliaran di sini? "Camelia berjalan mendekat, ia mencibir melihat beberapa bangkai binatang berserakan di tanah. Ia bahkan mengutuk saat melihat ada buah-buah yang tidak termakan dengan baik. Ia mengumpat. "Menjijikkan!"
Ragash adalah satu-satunya makhluk malam yang bertahan saat ini. Ia diciptakan dari laut hitam, Death Valley. Seperti halnya laut hitam yang mengisap darah, Ragash juga bangkit sebagai makhluk yang mengonsumsi darah. Semua orang kemudian menyebutnya vampir. Selama ini ia dalam pengawasan Ratu Serafina. Ragash dibiarkan berkeliaran selama tidak mengonsumsi darah manusia. Namun, melihat bagaimana dia makan, Camelia merasa perbuatan ini sama-sama tercela.
"Kakek Tua, pulang saja kau ke laut hitam!"
Ragash tadinya sangat marah, tapi melihat siapa dua orang ini ia hanya memejamkan mata dan tersenyum. "Oh kau Anak Nakal?" Ia menyeringai, "Lama tidak bertemu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
bunga karya
2023-05-09
0
Takaa
laiya hatinya setengah hewan juga setengah manusia, jadi marahnya setengah setengah 🤣🤣
2023-05-03
0
Dr. Rin
bagus novelnya thor tinggal jejak dlu nanti baca2. tetap semangat tulisan dan penyampaiannya keren
2023-04-14
1