ERICK :: 08

Kedatangan seorang lelaki tinggi dengan Iriana membuat Ana khawatir bila seandainya terjadi apa-apa oleh Iriana.

Apakah dia akan meminta tebusan kepada keluarga Lenkov? Tetapi penjahat mana yang menculik kemudian meminta tebusan langsung ke rumah korban? Bisa-bisa langsung ditangkap.

Tapi tunggu, ini bukanlah sebuah penculikan. Melainkan Iriana yang membawa pacarnya masuk ke dalam rumah untuk diperkenalkan ke keluarga Lenkov.

Ana membukakan pintu. Tanpa menyadari kehadiran Ana di balik pintu yang sudah terbuka, Iriana melengos masuk beserta Erick di belakangnya.

Sayang, Erick mengetahui ada seseorang di belakang pintu. Matanya bertabrakan dengan iris biru Ana yang kala itu sedang bersembunyi di belakang gelapnya pintu rumah.

Bergegas, Fitasha datang ke ruang tamu dengan sumringah.

"Ma, perkenalkan, ini pacar Iriana, Erick."

Fitasha tersenyum, kemudian matanya melempar pandangan ke Erick. Dia mengenal Erick sejak lama, karena Erick adalah anak dari sahabat Radislav, yaitu dr. Elvano Frederic.

"Erick, kamu bersekolah di Thronakht?" Fitasha bertanya. Tak mungkin Iriana mengenal seorang pria di jalanan.

"Betul." Jawab Erick.

"Kalian baru berkenalan?"

"Iya, kami baru berkenalan."

Fitasha menepuk jidatnya, seakan dia tidak merelakan kalau Iriana dan Erick baru berkenalan sekarang.

"Kalian ini loh, bapak kalian saja sudah bestie-an dari dulu. Kenapa kalian baru kenalan sekarang?" Fitasha terkekeh sembari menepuk punggung Erick.

Bukan sebuah tepukan pelan, sih. Sedikit bertenaga.

"Mau makan bareng, gak?"

Fitasha menawarkan makanan kepada Erick untuk menjalin komunikasi yang mendalam. Seperti biasa, orangtua pasti suka membuat anaknya malu di depan pacarnya.

"Boleh, deh, Tan."

Jawaban itulah yang merupakan jawaban kematian bagi Ana. Pasalnya, Fitasha pasti memintanya membuatkan makanan, yang pastinya akan mengganggu kegiatan Ana.

Fitasha menepuk tangannya di udara sebanyak tiga kali, memanggil Ana untuk keluar dari permukaan dan memasak makan malam untuk Iriana dan Erick.

"Anastasia! Buatkan kami ayam panggang!"

"Iya."

Ana menunjukkan wujudnya, tepat di depan mereka berdua. Mata yang sembab, rambut terurai berantakan, kacamata bertengger di sana, serta jaket yang menutupi lehernya. Benar-benar penampilan yang tidak enak dipandang.

Ana berdiri di depan kulkas, mengeluarkan ayam dan bumbu-bumbu yang harus digunakan untuk menyiapkan makanan malam ini.

Dia mengoleskan bumbu pada ayam tersebut berulang kali sampai terlihat mantap untuk dipanggang.

Barulah dia menyalakan pemanggangan dan membuat ayam tersebut dibolak-balik sampai benar-benar matang oleh alat tersebut.

Sementara Ana berkutat dengan masakannya, Erick yang sedang berbicara dengan Iriana dan Fitasha tampak kasihan dengan apa yang mereka lakukan terhadap Ana.

Dari bentuk tubuhnya, Erick yakin bahwa Ana memiliki satu darah dengan Iriana, bukan pembantunya.

Ana tidak keluar saat ia datang, tetapi Ana memasak untuk dirinya. Sungguh bukan hal yang etis.

Dia ingin membantu, tapi dia orang baru dan khawatir bila Fitasha marah dan menuduh dia tertarik dengan anak perempuannya yang lain.

Saat Ana mengeluarkan ayam dari pemanggangan dan memotong-motongnya, Erick hanya dapat menatap dengan nelangsa, berharap dia bisa saja memberi sedikit saja bantuan.

 

Erick berada di luar kamar Iriana. Dia tidak yakin untuk menunggu di dalam sana, mengingat bahwa seorang lelaki asing di dalam kamar seorang perempuan adalah hal yang tabu.

Apalagi ini keluarga Lenkov yang seharusnya tidak membenarkan adanya perzinaan di lingkungan mereka.

Sembari menunggu, tatapan Erick jatuh pada Ana yang sedang mengelap jendela rumah. Tangannya begitu telaten membersihkan sudut-sudut jendela.

"Hey, kau!"

Panggilan Erick memecah suasana rumah. Ana yang sedang menikmati pekerjaannya, malah menatap sinis ke arah Erick tanpa mengatakan sepatah kata apapun.

"Mau ikut jalan-jalan dengan kami?"

"Tidak."

"Sangat sibuk?"

"Sekali."

Tampaknya, Erick perlu perjuangan ekstra untuk dapat berkomunikasi luwes dengan gadis baru yang dia temui di rumah pacarnya, Anastasia Lenkov.

 

Kencan pertama Iriana dan Erick tidak seindah yang dapat dibayangkan. Nyatanya, Erick sama sekali tidak tertarik dengan topik yang Iriana angkat pada kesempatan kali ini.

Saking bosannya, Erick hanya dapat menjawab "Ya.", "Oh ya?", atau "Menurutku, tidak.". Inilah kenapa kita harus mencari orang yang tepat untuk dapat diajak berbicara.

Merasa tidak didengarkan, Iriana memprotes Erick yang sedang mengemudi.

"Erick! Kamu dengar tidak, sih?" ketus Iriana sembari menendang angin secara kesal. Hal tersebut membuat Erick menghela napas lambat. Karena jujur saya, social energy Erick terlalu rendah malam ini.

"Aku dengar, kok. Hanya saja, aku sedang fokus mengemudi," Erick menepikan mobilnya ke pinggir. Dia tidak mau ada kecelakaan karena terlalu fokus mendengarkan naskah dongeng dari Iriana.

"Kamu cerita, aku dengarkan. Oke?"

Pelayanan romantis seperti ini membuat Iriana malu dan merasa tersanjung.

"Erick...."

"Iya?"

"Mobilnya, lanjutkan. Kita bahas hal-hal yang ringan saja, ya?"

Ide yang bagus. Erick kembali melanjutkan perjalanan dengan mobilnya yang memiliki atap terbuka itu.

"Ngomong-ngomong, yang tadi kakakmu, ya?"

Iriana mengernyit. "Siapa?"

"Yang pakai kacamata."

"Betul, kakak ku. Dia orangnya aneh, jarang keluar kamar dan sering menghabiskan waktu di sana," Iriana menghela napas pelan sebelum melanjutkan bicaranya.

"Semua orang ingin sepertiku ingin berada di luar ruangan. Sebaliknya, menurut Anastasia, mengunci diri itu hal yang terbaik."

Erick berpikir sejenak sebelum menyatakan pertanyaan selanjutnya. "Namanya Anastasia?"

"Iya, Anastasia. Anastasia Lenkov. Dari namanya saja seperti pembunuh berantai."

"Haha, benar."

"Dia juga menyukai hal-hal berbau misteri dan pembunuhan. Menurutnya, hal tersebut perlu dipecahkan misterinya. Anastasia selalu penasaran dengan banyak hal aneh di dunia ini." dengan semangat, Iriana menceritakan betapa unik kakaknya itu.

"Dia suka misteri? Gore? Creepy?"

Iriana mengangguk pelan. Ringisan kecil keluar dari mulutnya. "Iya."

"Iriana, sepulang dari kencan ini, berikan aku kontaknya. Ada hal yang perlu aku bahas lebih lanjut kepada Anastasia."

Tuhan, Iriana anak yang polos. Dia langsung memberikan Erick kontak Ana.

 

Ting!

"Siapa sih? Ganggu amat!"

Ups, Ana tidak berada di perasaan yang baik sekarang. Dia menutup bukunya ketua, kemudian mengecek ponsel.

Erick.

"Gak jelas." spontan, Ana langsung memblokir kontak tersebut. Room chat-nya harus bersih dari apapun.

Mendadak, Ana merasa dingin. Keringat berada di pelipisnya. Sesak, takut, hingga pada akhirnya,

BRUK!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!