Terkepung

Di puncak bukit yang tak terlalu tinggi, Ao dan Tiara sedang rebahan usai melalui perjalanan mendaki sekitar setengah jam lamanya.

Tiara merasa sedikit bersyukur. Karena cuaca sedang teduh.

Di awal perjalanan tadi Tiara sempat ragu untuk mendaki saat ia melihat langit yang teduh.

Flashback sebelum pendakian..

"Bagaimana jika nanti hujan, O? Aku lupa untuk membawa payung.. Apa kita bisa mengambil payung dulu di rumah mu? Kau punya payung kan?" tanya Tiara dengan raut wajah cemas.

"Tenang saja, Tiara. Kau akan aman bersama ku. Jadi tak perlu takut pada hujan. Karena aku akan melindungi mu!" tutur Ao dengan pandangan kukuh.

mendengar pernyataan Ao itu, mau tak mau Tiara oun menjadi jengah.

"Bukan begitu, O.. Tak ada salahnya kan bila kita membawanya?" Tiara tetap bersikukuh untuk membawa payung. Sementara hatinya berusaha keras menetralkan kembali debur jantungnya yang berdegup tak karuan.

"Baiklah.. aku akan mengambil payung ke rumah. Tunggu sebentar di sini ya. Aku akan segera kembali!" sahut Ao yang pada akhirnya mengalah pada keinginan Tiara.

Flashback selesai.

Kembali pada Ao dan Tiara yang kini sedang rebahan di atas bukti.

Tiara menikmati momen ini dengan sebaik mungkin. Angin yang berhembus pelan, menyibak rambut panjangnya secara perlahan.

Tadinya Tiara menguncir tinggi rambutnya di atas kepala. Ini dilakukannya demi kenyamanan saat mendaki bukit. Sehingga ia tak akan kegerahan bila rambutnya dikuncir tinggi.

Tapi setelah berada di puncak bukit. Tiara merasa tak nyaman kalau aAo mengajaknya rebahan di atas rerumputan rendah. Sehingga ia pun melepas kunciran di kepalanya itu, dan rambutnya pun tergerai bebas di atas rumput yang sedikit lembap.

"Sudah lama aku gak jalan-jalan seperti ini. Makasih ya, O.. sudah mengajak ku ke tempat yang indah ini.." ujar Tiara tiba-tiba dengan kedua mata yang masih terpejam erat.

"Sama-sama. Aku juga suka dengan tempat ini. Karena hanya ketika berada di rumah ini sajalah aku bisa menjadi diriku sendiri.. Biasanya.." sahut Ao yang kini tidur menyamping sambil melihat profil Tiara.

Jarak antara keduanya sekitar satu meter lebih. Tiara masih tampak nyaman berpura-pura tidur di atas bukit yang teduh itu.

Sampai kemudian terdengar suara yang memecahkan keheningan di antara keduanya.

'Kuruyuuk....'

Kedua mata Tiara seketika terbuka. Dan ia langsung menoleh ke sampingnya. Di kala kedua netranya beradu pandang dengan kedua mata Ao, wajah Tiara oun seketika berubah jadi merah padam.

"Maaf.. sarapan ku memang agak sedikit tadi pagi.." seloroh Tiara dengan suara pelan.

Ao tersenyum lebar. Ia kemudian bangkit berdiri dan menarik tangan Tiara untuk ikut bangkit bersamanya.

"Ayo kita membuka bekal kita. Beruntung aku membawa beberapa lapis roti untuk mu. Kamu masih suka selai cokelat kan?" seru Ao menghibur Tiara.

Pandangan Tiara pun seketika kembali ke wajah Ao. Kali ini kekaguman terpancar jelas di wajahnya yang sedikit tirus.

Ya. Ao menilai Tiara agak sedikit tirus. Ini mengkhawatirkannya. Namun Ao tak bisa mencegah Tiara untuk tetap bekerja. Karena bagaimanapun gadis itu bekerja demi menghidupi keluarganya.

Siapalah dirinya yang ingin melarang Tiara bekerja. Karena kalaupun ia menawarkan hartanya untuk dinikmati bersama Tiara, Gadis itu menurutnya tak akan mau menerima hadiah secara percuma.

Ponsel yang ia berikan pada Tiara adalah benda berharga kedua yang pernah ia hadiahkan untuk Tiara. Setelah sebelumnya ia pernah menghadiahkan sebuah pusaka keluarganya yang berbentuk kalung dnegan batu ruby seukuran jempol lelaki dewasa. Namun hadiah itu malah dikembalikan oleh Tiara kepadanya.

Dan inilah salah satu hal yang menarik dalam diri Tiara bagi Ao. Karena gadis itu begitu sederhana, jujur dan juga prinsipil.

Juga stau hal yang paling istimewa dalam diri Tiara. Bahwa gadis itu begitu mudah membuka hatinya dan berbagi, bahkan kepada orang yang tsk dikenal olehnya sekalipun.

Selanjutnya Ao dan Tiara pun membuka perbekalan dalam tas ransel masing-maisng. Ao lalu mengeluarkan sebungkua roti tawar premium, serta beberapa jar selai yang berbeda rasa.

Sementara dengan malu-malu, Tiara mengeluarkan sekotak makanan dari dalam tas nya.

"Apa ini?" Tanya Ao sambil mencubit makanan seukuran jarinya.

"Ini kue cubit.. Aku gak tahu mau bawa apa. Bawa nasi kayaknya terlalu berat. Jadi aku cuma buat kue cubit aja deh.." tutur Tiara dengan malu-malu.

"Kue cubit? menarik. Bentuknya memang pas untuk dicubit.." komentar Ao sebelum mencicipi salah satu kepingannya.

"Mmm.. enak. walaupun aku tak terlalu suka dengan yang manis. Tapi aku suka kue ini.. Boleh aku minta lagi?"

"Kau suka, O?"

"Ya. Ini enak. Ini.. kau juga makanlah.. Bukankah perut mu tadi sudah berdering nyaring?" canda Ao seraya mengulurkan sekeping kue cubit ke depan mulut Tiara.

Merasa tak enak lagi untuk menolak suapan itu, akhirnya Tiara pun membuka mulutnya dan menikmati kue cubit buatannya.

Tak lama kemudian, ia sedikit merengut. Dan ini langsung menarik perhatian Ao.

"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Ao perhatian.

"Mm.."

Tiara menunggu sampai makanan di mulutnya habis, barulah ia berkomentar.

"Kue nya memang tak manis, O. Apa kamu berbohong padaku saat mengatakan kalau kamu menyukai ini? Menurut ku kue buatan ku ini tak ada rasa.."

"Ada kok. Ada manis nya sedikit.."

"..."

Ao lalu melihat Tiara yang merengut saat mengambil potongan kue yang kedua. Karena itulah kemudian ia berinisiatif.

"Begini saja. Kalau memang menurut mu kue ini kurang manis, kamu colek saja ke selai yang ku bawa ini. Silahkan!" ujar Ao seraya menyodorkan beberapa jar yang berisi ragam rasa selai yang berbeda. Ada rasa cokelat, strawberry, dan juga rasa kacang.

"Tak apa-apa?" tanya Tiara meminta ijin.

"Ambil lah, Ra! Ini.. coba rasakan lagi yang ini. Sekarang pasti lebih manis. Bagaimana?" tanya Ao yang kembali menyuapi Tiara potongan kue cubit ke duanya.

Meski Tiara sebenarnya merasa jengah, ia tak bisa menolak suapan itu demi kesopanan. Apalagi jumlah selai yang dicolek Ao pada kue cubit yang ia suapkan terbilang banyak. Ini saja sudah membuat mulut Tiara jadi banjir oleh saliva nya sendiri.

"Mm... Ini enak. Terima kasih.. Boleh aku makan sendiri?" pinta Tiara kemudian.

"Boleh. silahkan.." sahut Ao yang kembali mengambil kue cubit.

Kali ini ia langsung menyuapi ke mulutnya sendiri tanpa mencolek kan selai terlebih dulu. Lelaki itu memang tak terlalu menyukai yang manis-manis.

"Di sini kau rupanya, Yang Mulia.. Aku tak menyangka akan melihat mu duduk santai di atas bukit yang sepi ini.. berduaan dengan seorang wanita.. lebih tepatnya lagi adalah wanita dari golongan manusia.."

Suara sapaan lelaki yang tiba-tiba saja muncul di belakang Tiara itu sontak mengejutkan Ao dan juga Tiara.

Dalam sekejap, Ao langsung menarik Tiara hingga gadis itu kini berada di belakangnya. Sementara Ao memandang sengit ke arah tamu lelaki yang tak diundang itu.

"Kau..?!!" Ao melayangkan pandangannya ke belakang lelaki itu. Dan tersentak kaget saat dua lelaki lain muncul di belakang lelaki pertama. Ia menyadari, kalau ia dan Tiara telah terkepung saat ini.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!