Menyukai Manusia

"Kenapa?" tanya Tiara lagi.

Tak ada jawaban untuk pertanyaan Tiara itu. Lalu Tiara teringat pada hal lain.

"Oya. Ketua geng itu!" seru Tiara tiba-tiba.

Ucapannya ini mampu memecah keheningan yang tadi sempat mengisi udara. Dan San pun menjawab pertanyaan Tiara yang belum terjawab.

"Tak tahu apa maksudmu dengan 'ketua geng', tapi yang jelas kita bukanlah orang yang mereka kejar."

Ucapan San ini terdengar diucapkan dengan sangat hati-hati. Lalu ia kembali berkata,

"Kamu seharian tidur di sini, Tiara?" itu adalah sebuah pertanyaan. Anehnya, Tiara merasa itu diucapkan sebagai sebuah pernyataan.

"Tidur?"

Tiara heran dengan pertanyaan itu. Lalu ia pun menyadari di mana mereka berada kini.

Mereka berada di lumbung padi tempat Tiara sempat bersembunyi dari kejaran para gangster tadi pagi.

Tiara mengerutkan dahi ketika mendapati cahaya lembayung yang masuk dari pintu lumbung yang terbuka lebar.

"Sial! udah sore! ayo pulang!" ajak Tiara pada tiga kawannya.

Mereka pun beranjak bangun dan bergegas keluar dari lumbung dengan Tiara yang melangkah cepat-cepat paling depan.

"Kamu gak tidur seharian kan, Ti?" tanya Flo di samping kirinya.

"Apa? tidur? enggak lah! kan Tia cuma pingsan sebentar. Iya kan O?"

"Aku gak tahu. Aku kan sejak dikejar-kejar tadi pagi, gak lihat kamu lagi," tutur Ao mengaku.

Tiara terkejut dan menghentikan langkahnya. Ia lalu membalikkan badan dan menatap Ao.

"Kan kita dikurung bareng sama gengster itu, O!" ucap Tiara dengan nada heran dan sedikit kesal.

Ao sendiri kini malah melihat Tiara dengan pandangan seperti kebingungan. Ia menatap San dan Flo bergantian. kedua temannya itu pun merasa bingung dengan ucapan Tiara.

"Apa..siapa yang dikurung siapa? kapan?" tanya Flo pada Tiara.

Kali ini Tiara tak mampu menyembunyikan kejengkelannya karena ke'alpa'an memori ketiga temannya itu.

"Ya Tia sama Ao, lah! Siapa lagi? kan kalian yang nyelametin kita dari kurungan gangster itu. Gimana sih?"

Lalu Tiara melihat wajah ketiga temannya yang semakin kebingungan.

"Tiara.. yang kutahu, sejak tadi pagi kita berpencar lari, aku, San, sama Ao tuh di sekolah. Kami gak ngelihat kamu masuk kelas. Dan Kami baru tahu kalo kamu gak masuk kelas sewaktu ibumu dateng ke rumah Ao tuk nanyain kamu yang belum juga pulang. Akhirnya kami sibuk nyari kamu ke mana-mana dan ngedapetin kamu tidur di lumbung padi!"

"HAH!!?" Tiara pun terkejut setengah mati.

***

Di sebuah hutan, sekitar 230 km dari tempat rumah Tiara berada. Ao, San dan Flo kini berdiri dalam diam di antara barisan pohon Damar yang berjajar rapi.

Mereka baru saja tiba di tempat itu sekitar lima menit lalu. Dan hingga kini, lima menit mereka lalui dalam diam dan sunyi. Sementara senja mulai menampakkan lembayungnya di kaki langit sebelah barat.

Setelah berdiam diri cukup lama, kesunyian hutan itu pun pecah oleh kata-kata Ao.

"Kau tahu kesalahanmu, Flo!" ucap Ao tenang.

Saat mengatakan itu, Ao nampak melihat ke arah senja berada. Sementara San dan Flo berdiri sekitar satu meter di belakangnya. Mereka berdua menunduk dalam diam.

"Hamba salah, Tuanku.." ucap Flo sembari makin menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Kau tak menyelesaikan tugasmu semalam dengan baik. Sehingga membuat kita harus melalui hal tadi."

"Hamba salah, Tuanku..."

"Jadi, apa yang sebaiknya ku lakukan padamu, Flo?" tanya Ao kembali dengan tenang.

"Hamba siap menerima pedang cahaya, Tuanku!" ucap Flo masih dengan kepala menunduk.

"Begitukah?" tanya Ao kembali.

"Ya, Tuanku. Hamba...siap!" ucap Flo lagi. Kali ini dengan kepala sedikit ditegakkan menatap kaki Ao.

Kembali. Keheningan mengisi udara di sekitar mereka. Sampai kemudian, Ao kembali berbicara. Kali ini ia bicara dengan nada penuh tekanan.

"Kesalahan mu adalah membiarkan orang-orang Chan mengikuti mu semalam. Sehingga mereka tahu bahwa kau adalah orang terakhir yang mereka lihat bersama Chan. Dan itulah sebabnya mereka mencoba menangkap mu tadi pagi. Sayangnya tak berhasil dan malah menangkap Tiara!"

"Dan selanjutnya.. Kita harus membebaskan Tiara dari tangan mereka, walau itu telah menyebabkan penyamaran kita diketahui oleh kelompok King lain. Kesalahanmu adalah itu. Dan kau memintaku untuk menebas mu dengan pedang cahaya?!" Ao mulai terlihat geram.

"...."

Flo tak mampu menjawab apa-apa. Ia hanya kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia pasrah pada apapun keputusan Tuannya, Ao, terhadapnya.

"Kalau begitu bagaimana denganku!? bagaimana denganku, sebagai King Amman yang kini malah tertarik pada seorang manusia!?" Ucap Ao dengan suara keras. Saat mengucapkan kata-kata itu, ia agak menolehkan kepalanya ke arah kiri. Cukup memperlihatkan sedikit wajahnya pada kedua abdinya, San dan Flo.

"Tuanku?!" Ucap San dan Flo bersamaan.

San dan Flo terkejut mendapati sebuah ekspresi asing di wajah tuannya. Sebuah ekspresi seperti tersiksa...

Tak lama, Ao kembali menghadapkan wajahnya ke depan. Ke arah barat langit yang kini telah sempurna menenggelamkan sosok matahari.

Hutan kini gelap sempurna. Hanya sedikit cahaya hijau dan biru di langit barat, bekas tempat tadinya lembayung senja berada.

Dan bersamaan dengan perubahan di atas langit sana, perubahan pun menghampiri ketiga sosok hidup di hutan itu.

Ao, San dan Flo. Sosok mereka kini bukan lagi remaja manusia lelaki dan perempuan. Wujud mereka telah berubah menjadi seperti jelmaan bayangan. Sosok berwujud bayangan manusia berwarna hitam. Dengan warna mata kemerahan, kecuali satu sosok yang berdiri paling depan.

Itu adalah sosok yang tadinya adalah Ao remaja. Warna mata sosok itu bukan kemerahan, melainkan keemasan. Mereka bertiga adalah Ghullian, makhluk bayangan.

Ghullian Ao kemudian menunduk untuk melihat rupa tangannya.

"Tangan ini..Kegelapan ini..aku telah membandingkannya dengan cahaya yang dimiliki oleh manusia. Itu memang sedikit membuatku iri. Karena tak semua dari kaum kita yang bisa hidup di bawah cahaya matahari. Tapi..."

Ghullian Ao mengepalkan tangannya lalu menatap ke depan, ke barisan pohon yang masih bisa jelas dilihat oleh mata emas-nya. Seolah kedua bola mata itu telah cukup banyak menyimpan cahaya matahari pada siang hari tadi.

"Tapi.. yang paling membuatku iri adalah dia. Manusia itu! ia memiliki ibu yang begitu....perduli padanya...sementara ibu...ku..."

"Tuanku..!" Ucap San dan Flo, lagi-lagi bersamaan.

San dan Flo mulai paham ke arah mana maksud pembicaraan Tuannya ini. Dan mereka juga tahu pada siapa manusia yang sedang membuat iri tuannya kini.

Dia. Tiara. Tapi tertarik pada anak itu?

'bagaimana bisa?' tanya mereka dalam hati.

San dan Flo tak bisa berpikir jauh lagi. Karena kemudian, Tuan mereka kembali bicara.

"Dia...manusia itu.. bagaimana bisa dia begitu percaya dengan penjelasan kita tadi, setelah ia menyaksikan perubahan sosokku sebagai ghullian. Bagaimana bisa ia tak merasa takut padaku? dan bahkan dengan lancangnya memelukku!" ucap Ghullian Ao berapi-api.

"itu...hamba juga tak mengerti, Tuan," ucap San pelan. Di sampingnya, Flo sedikit menganggukkan kepala, mengiyakan kalimat San juga untuknya.

"Aku bahkan tak pernah dipeluk oleh orangtuaku sendiri. King Jey terlalu sibuk melempar ku ke lubang prajurit. Menuntut ku untuk menjadi pewarisnya yang agung. Dan ibuku sibuk mendorongku untuk mengikuti segala perintah King Jey. aku tak pernah merasakan kasih mereka, bahkan hingga saat ini,"

"Dan tadi... ketika anak itu memelukku... Aku sempat merasa bahwa aku bukan menjadi horor manusia. Melainkan Akulah yang membantu dia menghilangkan rasa takutnya..."

Keheningan kembali mengisi udara. Hanya untuk beberapa detik saja, karena Ghullian Ao kembali melanjutkan ucapannya.

"Aku. Semakhluk Ghullian.. merasakan sebuah ketertarikan padanya, seorang manusia...Aku. King Amman Orghlast... menyukai Manusia. Tiara.."

San dan Flo terkejut dengan kalimat tuannya tadi. Kini mereka memberanikan diri melihat sosok tuannya secara keseluruhan.

Tuan mereka, King Amman, yang menyamar sebagai anak manusia bernama Ao kini tampak menengadahkan kepalanya ke atas. Ke arah bulan sabit yang bersinar di langit malam yang sepi bintang.

Mereka menyaksikan kepalan tangan Tuan mereka, yang seolah menunjukkan kegusaran serta kegelisahan yang tengah menghinggapi pikiran sang tuan.

Tak ada kata-kata penghiburan yang bisa mereka ucapkan. Hanya keyakinan serta kesetiaan saja yang bisa mereka berikan untuk tuannya dalam satu kata yang mereka ucapkan kemudian,

"Tuanku..."

Dan perlahan, terdengarlah melodi yang disiulkan oleh para serangga hutan di kejauhan. Melodi alam yang mencoba membalut keheningan hutan di malam itu dalam melodi yang berima.

krik. krik.... krik. krik..

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!