‘Karena itu, aku juga mau berjuang untuk mendapatkanmu An.’
Mobil yang di bawa Kelvan, masuk dalam area komplek perumahan Ana.
“Eh? Kau tau alamat rumahku?” Ana bertanya dengan heran pada Kelvan, sedangkan laki-laki itu hanya mengangguk lalu tersenyum.
“Darimana kau tau alamat rumahku?” Kelvan terkekeh gemas melihat gadis itu masih menatapnya heran. Dia lalu mengacak rambut Ana membuat Ana cemberut, dan membuatnya tampak semakin menggemaskan dimata Kelvan.
“Tentu saja aku tau.” Kelvan tersenyum tipis.
Dia menghentikan mobilnya di depan sebuah pagar besi berukuran besar yang menjulang tinggi.
“Aku turun disini saja Van, terimakasih sudah mengantarku!” Kelvan hanya mengangguk lalu tersenyum.
Ana turun dari dalam mobilnya lalu memencet bel.
Pintu gerbang itu terbuka secara otomatis, Ana berbalik menatap mobil Kelvan yang masih berdiri disana, dia melambaikan tangannya pada laki-laki itu, membuat Kelvan tersenyum. Lalu menjalankan mobilnya saat Ana sudah berjalan masuk ke halaman rumahnya.
Seorang pria paruh baya yang memakai pakaian sopir berjalan tergesa-gesa mendekat pada Ana.
“Maaf Nona, kenapa tidak menghubungi saya, saya bisa menjemput Nona tadi, saya kira Nona akan pulang bersama dengan tuan.” laki-laki itu membungkuk pada Ana, membuat gadis itu cepat-cepat memegang tangannya dan menyuruh laki-laki itu untuk segera berdiri tegap.
“Santai saja paman Crish, Ana tadi juga pulangnya bersama teman.” Ana tersenyum pada laki-laki itu. Dia sangat menyayangi dan juga menghormati laki-laki itu.
“Tapi tetap saja saya khawatir, kalau tau begini saya tadi pasti akan menjemput nona.” laki-laki paruh baya yang bernama Crish itu masih merasa tidak enak pada Ana.
“Tidak apa-apa paman. Lagipula dia teman Ana, sudah Ana masuk dulu ya?” Ana menepuk pundak laki-laki itu. Dan memberikan senyuman termanisnya. Sedangkan Crish yang tersenyum karena nona mudanya itu tidak mempermasalahkannya.
“Iya Nona. Silahkan.” balas Crish.
Ana berjalan menuju pintu utama, dan membukanya.
Kepala pelayan, bibi Joan menyambut kedatangan Ana.
“Selamat datang Nona muda.” bibi Joan sedikit membungkuk sedikit pada Ana.
“Terimakasih bibi Joan.” Ana tersenyum. Karena wanita paruh baya yang menjadi kepala pelayan itu masih saja bersikap formal padanya.
“Apa Nona mau makan dulu?” tanya bibi Joan, mengikuti Ana berjalan ke tengah rumah.
“Tidak, Ana mau istirahat saja sebentar.”
“Baiklah, silahkan Nona.”
Ana berjalan cepat menuju tangga rumah besar itu. Dia menaiki tangga lalu berjalan menuju pintu kamarnya yang berwarna putih.
Ana membuka pintu, lalu masuk kedalam kamar, dan menutup kembali pintunya.
Kamar besar dengan dominasi warna pink itu langsung menyambut Ana saat dia berbalik.
Ana langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur Queen size miliknya.
Dengan baju dan juga sepatu yang belum dibuka, Ana menatap langit-langit kamar. Ingatannya langsung tertuju pada Matt.
“Huh, dia masih saja dingin padaku!” Ana mendesah kecil lalu tersenyum kecut.
Tanpa sadar, Ana memejamkan matanya dan tertidur dibawah belaian AC yang menyala, membuatnya sejuk dan nyaman dengan pakaian yang belum di ganti.
***
“Ana...?”
Tok ... Tok ... Tok....
“Ana?”
Cklek...
Aira berjalan masuk kedalam kamar anak gadisnya. Wanita paruh baya yang masih cantik itu hanya bisa menggeleng melihat Ana yang tertidur secara asal dengan pakaian yang belum di ganti.
“Ana....?” Aira menepuk pipi Ana dengan pelan untuk membangunkan anak gadisnya itu. Kelopak mata cantik itu mengerjap pelan dan mulai terbuka.
“Holla Mom?” sapa Ana dengan suara serak khas seperti seorang baru bangun tidur. Aira tersenyum pada Ana.
“Bangun Baby. Ganti pakaianmu!” Ana melirik pada pakaiannya yang belum diganti.
“Eh? Hehe, baik Mom.” Ana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu tersenyum kaku. Gadis itu lalu berjalan menuju ruang ganti yang terpisah dengan kamar tidurnya, di dalam walk in closed.
Aira menggeleng melihat kelakuan anak gadis satu-satunya itu.
“Cepat ke bawah An, ada Matt menunggumu dibawah!” Aira berteriak kecil saat Ana sudah masuk kedalam ruang ganti. Setelah itu dia keluar dari kamar Ana dengan tertawa kecil.
“What?”
***
“Hai calon suami?” Ana menyapa dan berjalan mendekat pada Matt yang duduk disofa. Setelah itu dia duduk di sofa samping Matt.
“Tumben sekali kak Matt kemari?” Ana menatap heran pada Matt yang memasang wajah dingin saat dia menghampiri laki-laki itu.
“Tidak, aku hanya ingin memastikan mu pulang dengan aman.” Matt bicara dengan ketus.
“Benarkah?” binar Ana dengan nada tidak percaya. Dia menatap Matt dengan tersenyum.
“Ya, aku sudah menelponmu, tapi tidak aktif, lalu aku pergi kemari!”
“Ah, maaf kak Matt. Mungkin ponselku lowbat. Aku belum sempat mengisi dayanya.” Ana menatap Matt dengan pandangan bersalah. Dia ingat, tadi baterai hp nya sudah lowbat, dan dia lupa untuk me-richarge ponselnya.
“Bagaimana tadi? Apa laki-laki itu melakukan sesuatu padamu?” Matt menatap Ana dengan pandangan menyelidik. Baju santai, dengan kaos kebesaran dan celana di atas lutut, sangat kontras untuk kulit Ana yang putih bersih membuat Matt langsung mengalihkan pandangannya.
“Melakukan sesuatu apa maksudnya kak?” Ana bertanya polos, dia tentu tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki yang ada di sampingnya ini.
“Ah tidak! Lupakan saja, aku pulang dulu!” Matt mengalihkan pembicaraan. Dia menatap jam tangannya sekilas, lalu langsung bangkit dari duduknya.
“Kenapa kak Matt buru-buru sekali? Kita makan dulu?” Ana juga ikut bangkit mengikuti Matt.
“Tidak, terimakasih. Aku masih ada urusan.” Matt berjalan menuju pintu utama, Ana mengikutinya dari belakang.
“Hemm, apa tadi kak Matt benar-benar berkencan?” Ana mencengkeram bajunya saat menanyakan hal itu.
“Maksudmu?” laki-laki itu berhenti saat mendengar pertanyaan Ana.
“Tadi kak Matt kemana? Kenapa tidak mengantarku pulang?” bibir cemberut itu terlihat sangat menggemaskan. Matt rasanya ingin sekali mengecup bibir sensual itu, tak apa walau hanya sekilas. Laki-laki itu langsung tersadar dan menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran kotornya barusan.
“Bukannya kau pulang bersama laki-laki itu!” Matt menatap Ana tajam, setelah bisa mengendalikan dirinya sendiri.
“Dia punya nama kak. Namanya Kelvan!”
“Aku tidak peduli!”
“Lagipula, aku pulang bersama dia, karena kak Matt tidak mau pulang bersama denganku kan?” Matt terdiam, dia membenarkan perkataan Ana. Bukannya dia tidak mau mengantar Ana pulang, tapi ada sesuatu yang harus dia selesaikan tadi.
“Sudah lupakan saja. Oh iya, mulai besok aku akan jarang berada di kampus. Karena aku sedang magang di kantor Daddy. Kau hati-hati, jangan dekat-dekat dengan laki-laki itu!”
“Kenapa?” tanya Ana.
“Apanya?”
“Kenapa Ana tidak boleh dekat dengan Kelvan?” Ana tersenyum menatap Matt yang tampak kesal.
“Karena dia bukan laki-laki baik!” jawab Matt ketus.
“Kak Matt, tau darimana dia bukan laki-laki baik?”
“Aku hanya menebak saja! Sudah aku pergi!”
“Buru-buru sekali sih?”
“Bilang pada Bibi Aira, aku pulang.”
“Iya. Hati-hati dijalan calon suami masa depan. Ingat Ana terus ya....” Ana mengedipkan matanya menggoda, membuat laki-laki itu memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Cih, bocah!” dengus Matt, tapi dia tetap saja tersenyum setelahnya.
Ana mengantarkan Matt sampai ke depan mobil laki-laki itu. Dia melambaikan tangannya saat mobil yang dibawa Matt sudah berjalan meninggalkannya dan keluar dari pintu gerbang besar rumah Ana.
“Sial! Kenapa aku malah datang kemari? Pasti gadis itu berpikir yang tidak-tidak padaku!” Matt memukul stir mobilnya dan melajukan mobilnya dengan cepat membelah jalanan sekitar Frankfurt.
.
.
***
Huahh, pusing aku😐😥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Siti Sa'diah
semangat kk novelnya keren sayang yg ngelike sedikit tp semangat semangattt
2023-03-25
0