1.1

Pagi ini, Ana mengikuti sang Daddy yang mau ke mansion keluarga Alexander. Karena ada urusan yang ingin di selesaikan oleh Daddy-nya itu.

“Kenapa tidak pergi sendiri Ana? Daddy tidak bisa mengantar ke kampus, pergi sama supir saja, ya?” Ana menggeleng menjawab perkataan laki-laki yang menjadi ayahnya itu. David menghembuskan nafas kasar dengan jawaban Ana.

“Bukannya kau tidak mau dekat dengan Matt akhir-akhir ini? Lalu kenapa kesana lagi?” saat keduanya sudah duduk didalam mobil, David bertanya lagi pada Ana.

“Daddy, jangan bahas itu lagi. Aku menyesal untuk itu. Sudah sebaiknya kita jalan sekarang!” Ana melipat tangannya di depan dada dengan bibir mengerucut kesal. David tak dapat berbuat banyak.

Gadis kecil di sampingnya ini adalah putri satu-satunya. Gadis kecil yang sangat dia cintai dan sayangi.

David takut jika nanti Ana merasakan patah hati, dan gadis itu terluka karena cintanya tidak terbalas. Tapi dia juga tidak bisa memaksakan hati gadis kecilnya itu.

Mobil yang dikendarai David, keluar dari pelataran rumahnya yang megah. Ana bernyanyi riang mengikuti lagu yang di putar oleh Daddy-nya.

“Bagaimana kuliahmu An?” David menatap putrinya sekilas, setelah itu dia kembali menatap pada jalanan.

“Kuliahku baik Dad.” David mengangguk mendengar jawaban singkat dari putrinya itu.

“Oh iya, apa Daddy boleh tau, kenapa kau menghindari Matt beberapa waktu belakangan ini?” Ana terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Daddy-nya. Dia menatap pada jalanan dengan mata menerawang.

“Itu karena aku salah paham Dad. Semuanya baik-baik saja.” David mengangguk-angguk tanda mengerti. Dia tidak akan memaksa Ana untuk bercerita. Karena nanti, pasti anak gadisnya itu akan menceritakan sendiri padanya.

Mobil mewah milik David perlahan mulai memasuki komplek mansion Max. Dia membunyikan klakson saat mobil yang dia bawa berada di depan pintu gerbang besar mansion itu.

Gerbang besar yang menjulang tinggi itu, terbuka secara otomatis. David kembali melajukan mobilnya melewati pancuran air yang menghiasi halaman luas mansion itu.

Ana keluar begitu saja saat mobil sang Daddy sudah berhenti. Pria paruh baya yang masih sangat tampan itu hanya bisa menggeleng melihat tingkah anak gadisnya yang terlalu semangat.

“Come on Dad!” Ana berjalan di samping David, dan masuk kedalam mansion saat pintu utama mansion terbuka dengan Marko yang sudah menyambutnya disana.

“Dimana Max, Mark?” David bertanya pada Marko yang berdiri dengan menunduk hormat padanya.

“Ada di ruang makan Tuan.” mendengar jawaban Marko, David dan juga Ana berjalan menuju ruang makan untuk menghampiri keluarga tersebut.

Disana ada Max, Stef, Thomas , Mattea, dan juga Matteo tentunya.

Matteo mengabaikan Ana yang menatap padanya. Gadis itu tersenyum kecut, tapi itu tidak lama karena dia segera berlari dan duduk di samping Matt sebelum Daddy-nya duduk disana, membuat laki-laki itu menggeleng melihat tingkah sang putri.

“Hai kak Matt?” Ana menyapa dengan riang. Senyuman lebar ia keluarkan membuat Matteo menoleh sejenak.

“Eh?” tentu saja Matt kaget mendengar sapaan riang dari gadis itu. Dia menatap Ana cukup lama, setelah itu berdehem dan menampilkan wajah cuek lagi.

“Hemm?” walau hanya deheman, tapi Ana cukup senang dengan reaksi laki-laki itu.

“Kalian sudah baikan?” Mattea yang sedang bersandar di bahu Thomas dengan sangat manja itu, menatap pada saudara kembarnya dan juga gadis yang sudah dia anggap sebagai adiknya itu dengan penasaran.

“Baikan untuk apa?” Matteo menyahut dingin. Ana menggigit bibir bawahnya lalu tersenyum kaku.

“Ya baikan untuk apa saja. Karena aku lihat, belakangan ini kalian seperti bertengkar?” Matt mengangkat bahunya acuh, sedangkan Ana menundukkan kepalanya.

“Sudah-sudah! Ayo cepat selesaikan sarapannya. David, apa kau mau ikut sarapan lagi?” Max menghentikan acara tanya jawab itu. Sedangkan David menggeleng menjawab pertanyaan Max. Dia sudah sarapan bersama dengan Aira tadi. Dan dia masih kenyang saat ini.

Semua anggota keluarga itu melanjutkan sarapan mereka. Kecuali Ana dan David tentunya.

***

“Kak Matt, aku mau ikut kakak ke kampus!” Matteo menatap dingin gadis yang ada di sampingnya ini. Gadis itu menatapnya dengan tatapan tak berdosa, dan juga polos seperti biasanya.

“Apa yang membuatmu bicara seperti ini lagi padaku?” Ana menelan ludah gugup. Otaknya yang berkapasitas seribu Watt itu mulai mencari alasan.

“Memangnya aku kenapa kak Matt?” Matteo mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bisa-bisanya gadis kecil di hadapannya ini bicara dengan begitu polosnya setelah dia merubah sikapnya beberapa waktu belakangan ini.

“Pergilah sendiri. Aku tidak bisa bersamamu ke kampus!” Matteo hendak membuka pintu mobilnya. Tapi Ana menahan.

“Kenapa?”

“Tak ada alasan untuk itu!” saat Matteo membuka pintu mobilnya, Ana berlari pada pintu yang ada di sebelahnya. Gadis itu membuka pintu mobil Matt dan duduk dengan seenaknya disamping kursi kemudi.

“Ana ... Kauuu....” Matt menggeram marah pada Ana yang duduk dengan seenaknya di sebelahnya.

“Ayo jalan kak Matt!” Ana mengabaikan Matt yang menatapnya tajam. Gadis itu sudah kebal dengan tatapan pria itu.

“Keluar Ana! Aku tidak mau pergi bersamamu!”

“Oh ayolah kak Matt. Kalau aku tidak ikut denganmu, lalu aku mau pergi ke kampus dengan siapa?” Ana menatap Matteo dengan memelas. Laki-laki itu menghela napas.

“Kenapa kau melakukan ini Ana? Kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun pada kita. Kemarin kau bersikap dingin padaku, dan sekarang kau bersikap seperti gadis bar-bar lagi. Apa besok kau akan mendiami aku lagi?”

Ana terdiam mendengar perkataan Matt. Dia menatap laki-laki yang ada disampingnya ini dengan gusar. Matt terlihat memicingkan mata padanya. Ana sadar, sikapnya yang mendiami Matt beberapa waktu belakangan ini agak sedikit keterlaluan.

“Kak Matt ini bicara apa sih? Kan sudah Ana bilang, kalau Ana tidak akan membiarkan siapapun merebut hati kak Matt. Apalagi kalau Ana mendiamkan kak Matt, itu artinya Ana memberikan celah pada gadis-gadis diluar sana untuk mendekati kak Matt, dan Ana tidak mau itu terjadi. Karena Ana adalah istri masa depannya kak Matt!”

“Percaya diri sekali kau bocah!” Matteo menjitak kepala Ana saat mendengar jawaban yang di katakan oleh gadis itu, membuat Ana memegangi kepalanya.

“Kak Matt, kadang percaya diri itu sangat diperlukan. Apalagi soal Ana. Karena kalau kak Matt nikah sama Ana, Ana yakin, kak Matt tidak akan menyesal!”

Ana melipat tangannya didepan dada, dia menatap Matt dengan sombong.

“Cih, dasar gadis bar-bar!”

Tanpa menjawab perkataan nyeleneh Ana, Matteo akhirnya menjalankan mobilnya keluar dari area mansion.

“Kak Matt, apa selama Ana cuekin kak Matt, kakak udah sadar kalau sebenarnya kakak cinta sama Ana?”

---

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!