I'M A Billionaire
BAB 1
“Aduh jam berapa ini? Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” Panik Ajeng, wanita berambut panjang serta struktur wajah nyaris sempurna seperti Dewi Venus itu langsung beranjak dari ranjang, dengan kecepatan kilat Ajeng menyambar handuk dan masuk kamar mandi.
“Maaf Ajeng, aku tadi masak di dapur. Aku bantu rapikan baju kerja kamu ya.” Suara lemah lembut Aksa, begitu menyayangi istri. Sebenarnya bukan karena masak membuat seorang Aksara lupa menjadi alarm berjalan istrinya, melainkan hal lain yang harus ia kerjakan.
“AKSA. AKSA KAMU DIMANA? AKSA CEPAT KE SINI!” seru seseorang, suara yang sangat Aksa hapal. Untung pendengarannya masih baik-baik saja. Bayangkan setiap pagi Aksa harus mendengar teriakan dari seluruh penghuni rumah termasuk istri yang dicintai.
Aksa pun menghampiri sumber suara itu, setelah dia sampai di meja makan betapa terkejutnya melihat tempe goreng, tahu goreng dan perkedel bertebaran di atas lantai.
Sebelum mulai bertanya, Aksa menarik napas dan menghembuskan perlahan. Dia tidak habis pikir, memang apa salah tahu, dan kawan-kawannya itu? Semua makanan harus disyukuri, tapi entah berapa kali masakannya harus berakhir di lantai.
“Heh, menantu. Katanya kamu sudah selesai masak, mana? Makanan kaya gini kamu simpan di meja makan.” Sinis Maya, wanita paruh baya yang selalu membuat hati dan telinga Aksara panas setiap pagi, siang, sore bahkan malam.
Belum Aksa bertanya dan baru membuka mulutnya, Maya kembali marah membuka penutup mangkuk besar berisi balado telur. Seketika itu juga Maya membawa mangkuk ke dapur, menumpahkan semua isinya ke dalam tempat sampah.
Aksa yang mengikuti ibu mertua, hanya mengelus dada, lagi-lagi menu sarapan tidak sesuai dengan keinginan Nyonya Besar di rumah ini.
“Apa-apaan, kamu ini masak telur lagi telur lagi, saya kan bilang kalau pagi untuk sarapan makanannya harus bergizi tinggi. Jangan-jangan kamu makan semua ya? Dasar menantu gembel tidak tahu balas budi.” Berang Maya, mendorong tubuh kekar Aksa yang berdiri di depan lemari pendingin.
Aksa tidak bergerak sama sekali dengan dorongan lemah Maya, tapi ia memilih menyingkir melihat tatapan sengit ibu mertuanya.
Wanita itu tercengang melihat isi kulkas kosong, bahkan buah-buahan yang biasanya terisi penuh tidak ada. Di rumah besar seluas 400 meter ini tidak ada asisten rumah tangga satu orang pun. Maya dan Danang memecat semua asisten dan melimpahkan semua tugas pada Aksa.
Apalagi urusan perut, menjadi nomor satu. Sebab Aksara bekerja sebagai pelayan restoran, pasti mengetahui seluk beluk makanan serta kebutuhan dapur.
Ingat kebutuhan dapur, iya semua Aska yang membeli, dia harus meluangkan waktu untuk belanja kebutuhan rumah. Semua tanpa terlewat satupun termasuk penyedap rasa, lidah Maya begitu sensitif, tidak menerima cita rasa yang kurang berbumbu.
“Bu, ibu. Di mana sarapannya?” teriak pria yang pagi ini membuat Aksa kelelahan. Bagaimana tidak lelah, pukul empat pagi ayah mertua menyeret Aksa ke garasi untuk mencuci mobil, tidak hanya satu melainkan dua.
“Aksa di mana sarapan aku? Cepat ke sini!” suara wanita yang tidak lain kakak ipar Aksara. Wanita ini hidup di desa tetapi pola makannya mengikuti orang-orang dari benua lain. Selalu minta menu di luar nalar dengan bahan terbatas.
“Sarapan kita dibuang sama ibu.” Jawab Aksa dengan nada sedikit tinggi, tapi sikap Aksa kembali melemah setelah melihat istrinya berdiri tepat di belakang ayah mertua.
Keributan pun terjadi di meja makan karena tidak ada sarapan, meja kotor dan Aksa terpaksa harus memberitahukan semua. Dia juga harus kembali masak, akhirnya mulut mereka semua bungkam setelah Aksa membawa nasi goreng.
“Ini untuk kamu Ajeng, sarapan yang banyak, hari ini ambil lembur lagi?” Aksa menyerahkan piring bersisi nasi goreng berhias hati untuk istrinya.
Tanpa ucapan terima kasih, Ajeng langsung makan. Ia tidak peduli suaminya mendapat jatah sarapan atau tidak. Bisa dilihat sendiri mangkuk berisi nasi goreng sudah ludes tak bersisa.
Aksa tersenyum kecut, pagi ini dia sarapan air mineral lagi selama tiga hari berturut-turut, tapi sudahlah cukup untuk mengganjal perut sampai ke restoran.
“Ajeng, kamu tahu rumah di ujung jalan sana? Kamu kenal kan sama Nina? Dia teman sekolah kamu.” Ibu mertua mulai berceloteh seperti biasa, dan Aksa harus bisa menahan diri mendengar semua kalimat pedas itu.
“Iya kenapa bu? Dia baru nikah satu bulan yang lalu.” Jawab Ajeng malas.
“Lihat itu Nina, baru satu bulan nikah sama suaminya dikasih rumah besar dan mewah, kamu tahu Ajeng sekarang dia pergi kemana-mana naik mobil mewah, bukan motor jelek yang selalu mogok.” Sindir Maya melirik kepada Aksa.
“Punya suami hanya modal tampang, mana kenyang Jeng. Hidup itu perlu uang, harta yang banyak. Makan dan membeli pulsa saja mengandalkan istri, benar-benar menantu tidak berguna kamu Aksa.” Ucap Danang melempar kuning telur ke hadapan menantunya.
“Kamu itu sial nasibnya, punya suami tapi hidupnya susah, gaji kamu habis terus. Kasihan sekali anak ibu menikahi gembel.” Maya meninggalkan meja makan lebih dulu, diikuti Rayana kaka ipar Aksa dan terakhir Danang.
Tersisa Aksa dan Ajeng di ruang makan, suasana pagi yang tidak menguntungkan bagi Aksa.
Tanpa pamit dan sepatah kata apapun, istrinya itu pergi ke tempat kerja. Sedangkan Aksa harus membersihkan piring kotor serta dapur sebelum keluar rumah.
Pria tampan dengan iris abu-abu ini menghela napas melihat pakaian kotor menumpuk di keranjang. Padahal mertuanya orang berada, bahkan sanggup membayar lima atau sepuluh orang asisten rumah tangga, tapi pekerjaan rumah di kerjakan oleh Aksa.
Selesai mencuci piring, Aksa bergegas mengeluarkan motornya. Hanya kendaraan ini yang menjadi saksi beratnya hidup seorang Aksara Kaisar selama lima tahun belakangan. Ia menatap penuh arti bangunan megah paling mewah di blok ini.
Tinggal di rumah mertua bukan keinginan Aksa, semula setelah menikah ia ingin membawa istrinya pergi dari rumah besar ini. Tapi Ajeng tidak mau, karena rumah yang disewa sangat kecil, panas dan susah air bersih. Aksa pun tidak tega membawa istrinya hidup susah, biarlah ia mengalah sembari mengumpulkan uang.
Tapi mengumpulkan uang hanya angan-angan sebab gajinya selalu habis tak tersisa satu rupiah pun.
Aksa tersadar dari lamunannya setelah mendapat cipratan genangan air dari pengendara mobil yang lewat.
“Argh sial jadi kotor.” Keluh Aksa melihat seragam kerjanya. Pria ini pun langsung menyalakan mesin motor, tapi beberapa kali dicoba tetap tidak bisa. Terpaksa Aksa mendorong kendaraannya sampai ujung jalan, tujuan utamanya sekarang bengkel.
Di tengah perjalanan, telinga Aksa kembali terbakar mendengar percakapan sekelompok ibu serta pemuda.
“Kasihan ya Ajeng, punya suami tidak modal. Masa motor jelek masih dipelihara. Kalau saya punya menantu seperti itu pasti sudah dipaksa cerai dari anak saya, hidupnya jadi beban istri.” Cibir penghuni komplek perumahan.
Aksa kembali mendorong motor, enggan meladeni orang-orang pengangguran seperti itu, hanya membuang waktu.
Belum juga roda kendaraan berputar ia kembali mendapat halangan, benar-benar naas hidupnya pagi ini.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Soraya
baru mampir ya 👍
2023-08-26
2
Jallu
🍰
2023-08-08
1
Tara
keren... 👍
2023-06-20
2