Ketika membuka mata, pasangan paruh baya itu bertatapan sambil saling melemparkan senyum. Mereka masih kasmaran mengingat yang baru saja dilewati dimalam panjang tadi. Walaupun sudah kepala empat Adi masih terlihat segar bugar begitupun Marinka masih tetap cantik. Mereka memang pasang yang tak lekang oleh waktu.
Melihat jam telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Mereka segera bergegas mandi. Sementara Bi Ayu telah menyiapkan sarapan dimeja makan. Silvi segera bergegas turun ke lantai bawah untuk sarapan.
"Bi, mama papa kok belum turun sich?" " Mungkin lagi siap-siap non Silvi," sahut bi Ayu sekenanya.
Tidak berapa lama mama dan papanya pun turun dan ikut sarapan. Silvi melontarkan senyuman pada kedua orang tuanya. Disambut dengan pelukan hangat keduanya dan usapan lembut dirambut ikalnya. Bi Ayu sangat senang melihat kebahagiaan keluarga ini. Lima belas tahun melayani dan mengabdi di keluarga Leonardo bi Ayu selalu mendapatkan perlakuan baik dan sangat hangat dari keluarga ini. Makanya bi Ayu menganggap Silvi seperti anaknya sendiri
Selesai sarapan mereka segera beraktifitas seperti biasa.
Silvi teringat pada Riana.
Silvi: Ri, aku jemput ke rumah ya, kita barengan lagi,chat Silvi.
Riana: Ga usah Sil, hari ini kayaknya papi mau anterin aku dech, balas Riana.
Silvi: Ok. Silvi menyuruh pak Budi melajukan mobilnya ke sekolah.
Dirumahnya, Vico sedang membantu ibunya menyiapkan dagangan. Seperti biasa hari-harinya selalu disibukkan untuk membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi untuk dagangan ibunya. Semenjak ayahnya meninggal ibunya yang menjadi kepala keluarga. Sedangkan Vico menjadi montir di bengkel sehabis pulang sekolah untuk membantu ibunya membiayai adiknya yang masih sekolah SD. Setiap pagi Vico mengantarkan Zahwa ke sekolah. Vico sangat menyayanginya dan menggantikan figur ayah bagi adiknya itu.
Seperti biasa, disekolah Silvi dan yang lainnya belajar pagi hari. Saat jam istirahat ada pengumuman di mading sekolah akan diadakan perlombaan piano. Silvi sangat ingin mengikutinya.
"Hai," sapa Vico padanya.
" Vico," sahutnya.
"Mau ikut lomba juga?"
Silvi menganggukkan kepala sambil tersenyum malu-malu.
"Emang kamu bisa main piano?"
"Bisa," jawab Silvi sekenanya.
Vico menarik tangan Silvi dan mengajaknya ke suatu ruang sekolah.
"Eh kamu mau bawa aku kemana?"
"Ikut aja, nanti kamu juga bakal tau." sambil membawa Silvi ke ruangan ekskul, Vico mengetuk pintu ruangan itu.
"Masuk," sahut suara seorang guru dikelas itu.
"Bu saya mau daftarin teman saya" Vico menarik tangan Silvi masuk ke ruang kelas.
"Anak baru ya?" tanya bu Siska memperhatikan wajah Silvi yang belum familar.
"Iya bu. Dia pindahan dari Bandung, namanya Silvi".
"Oh iya, Silvi kamu mau ikut belajar piano juga?" sapa Siska padanya.
"Iya bu" Silvi menganggukkan kepala.
"Eh ngapain sich lo ikut-ikutan ke sini. Pasti lo ngintilin gue ya?" teriak seorang anak perempuan duduk dibarisan depan. Ternyata suara itu adalah Lyora. Mata Silvi terkejut menatapnya.
"Emangnya kenapa? Silvi mau belajar piano," jawab Vico.
"Hahaha... kayak yang bisa aja dia" pandangan Lyora meremehkan Silvi.
"Bisa kok," jawab Silvi dengan pasti.
"Silvi kamu benaran mau belajar pianokan?" ajak Siska.
"Iya bu." Angguk Silvi .
"Kalau begitu ibu mau ngetes cara kamu main piano dulu ya," ujar siska padanya. "Palingan juga cuma doremifasolasido," jawab Lyora meremehkannya lagi. Sontak seluruh siswa dikelas itu menertawakan Silvi.
"Lyora!!!" Nada suara Siska meninggi. Lyora dan seluruh siswa terdiam. Siska mengajak Silvi ke arah piano dan menyuruhnya mencoba nots piano. Tidak terduga Silvi mengalunkan nada-nada indah dari jari jemarinya yang lentik di nots-nots piano itu. Membuat Vico kagum melihatnya begitu juga Siska dan para siswa. Silvi mendapatkan applause yang meriah dari seluruh orang yang berada dikelas itu. Siska yang melihat kepiawaian Silvi merasa bangga, Lyora n the genk menatap sinis pada Silvi. Awas aja lo sampe ambil posisi gue sebagai pianis terbaik di sekolah" gumam Lyora dalam hati.
***
Vico mengagumi permainan piano yang dilakukan Silvi saat diruang ekskul tadi. "Sil, bagaimana caranya kamu bisa bermain sebagus itu?" "Aku hanya memainkan lagu yang aku suka kok" "tapi itu bagus banget. Kamu lihat sendiri bu Siska sampai kagum liat permainan kamu, kalau begini kayaknya kamu bakal bisa jadi pianis ternama" Silvi hanya tersipu malu mendengarkan pujian Vico.
Vico mengajak Silvi ke suatu tempat pendaftaran, "Sil, kayaknya pendaftaran buat lomba piano tahun ini udah dibuka, kamu mau ikutan daftarkan?" Silvi menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. "Sebentar. Kamu tunggu disini" Vico segera meninggalkan Silvi dan menuju ke tempat pendaftaran untuk mengambil formulir. Dia sengaja menyuruh Silvi menunggu supaya tidak ikut berdesak-desakan, dalam waktu 15 menit Vico langsung membawa formulir kepada Silvi dan menyuruhnya mengisi data pada formulir itu. Setelah selesai mengisi formulir, Vico langsung mengantarkan kepada panitia yang duduk ditempat pendaftaran. Vico langsung mendapatkan nomor urut untuk Silvi dan memberikannya pada Silvi. Terlihat binar-binar kebahagiaan dimata Silvi melihat Vico memberinya nomor urut sebagai peserta.
***
Seminggu menjelang hari perlombaan. Tiba-tiba saja Lyora n the geng melihat Silvi yang sedang asyik latihan piano private dengan bu Siska. Terlihat bu Siska sangat menyukai permainan Silvi. Lyora merasa kesal dan punya rencana licik terhadap Silvi.
"Silvi, tadi kata bu Siska lo disuruh ke ruang latihan piano" seorang teman kelas Silvi menyampaikan pesan padanya.
"Okay" tanpa pikir panjang Silvi langsung berdiri dari tempat duduknya. "Aku antar ya"ucap Vico yang berada didekatnya. "Ga usah Vic, aku pergi sendiri aja" "ya udah kalo gitu. Hati-hati" Silvi menganggukkan kepala dan segera pergi ke ruang latihan piano.
Setibanya diruangan itu, terlihat gelap dan Silvi menyalakan stop kontak yang ada di dinding ruangan, seketika matanya melihat Lyora n the genk berada dihadapannya dengan tatapan tajam. "Kalian?" Silvi memandangi mereka dengan wajah bingung.
"Kenapa? Lo kaget karena bukan bu Siska yang lo temui?" Lyora bersuara sambil berjalan ke arah Silvi.
"Ada apa ini?" tanya Silvi masih bingung.
Dengan sigap Lyora mencengkram rahang Silvi dengan tangannya. Silvi meringis kesakitan. "Sakit?!" bentak Lyora padanya.
"Kalian mau apa?"
"Lo masih nanya, dengerin baik-baik ya. Lo tu anak baru mestinya ga usah caper disekolahan ini," bentak Lyora pada Silvi.
"Aku ga caper kok."
"Gue ingetin sama lo buat lomba piano minggu depan lo ga usah ikutan," Lyora memperingatkan.
Silvi menatap dengan mata sedih.
"Muka lo ga usah melow gitu. Lo ga pantes ikut diperlombaan itu," Lyora meremehkan Silvi.
"Tapi kenapa aku ga boleh ikutan, aku udah dapat izin dari panitia," ucap Silvi. "Karena mulai hari ini tangan lo ga perlu megang piano lagi!!!" bentak Lyora ditelinga Silvi sambil mencengkram jemari Silvi.
"Sakiiitt!!!" teriak Silvi menahan jarinya yang dipilin Lyora. Lyora hanya meringis melihat Silvi kesakitan lalu mengode teman-temannya untuk memegangi tubuh Silvi dan meletakkan kedua tangannya di meja.
"Kalian mau apa?" tanya Silvi dengan nada panik. Seketika Lyora menghujamkan penggaris panjang ke jari jemari Silvi dan memukulkan penggaris panjang itu ke jari Silvi. Silvi berteriak kesakitan tapi Jesy langsung membekap mulut Silvi supaya terikannya tidak didengar siapapun. Lyora dengan kasarnya memukuli tangan Silvi tanpa ampun. Seluruh teman-temannya menertawai kesakitan Silvi. Lyora memukuli jari-jari itu hingga terluka parah.
Setelah puas Lyora dan teman-temannya meninggalkan Silvi di ruangan itu sendirian dan menguncinya sambil mengancam "lo jangan pernah berani bilang kejadian ini sama siapapun. Awas aja kalo lo berani buka mulut!!!".
Vico dan Riana yang daritadi menunggu Silvi keluar dari ruangan latihan, merasa khawatir langsung mendatangi Silvi. Tanpa sengaja mereka berpapasan dengan Lyora n the genk tanpa rasa curiga Vico dan Riana menuju ruang latihan piano. Lyora n the genk yang awalnya kelihatan panik tiba-tiba pura-pura tidak terjadi apa-apa.
"Silvi.. Silvi," panggil Vico
"Silvi kamu dimana?" sambung Riana.
Tidak mendengarkan suara Silvi dan melihat suasana ruang latihan yang sepi mereka sangat yakin tidak ada siapapun disana. Mereka seger membalikkan badan, tapi "tolong... tolong" suara rintihan itu terdengar dari balik pintu ruang latihan piano. Vico yang mendengar suara itu tak asing langsung mengarah ke pintu "Silvi, itu kamu?" tanya Vico memastikan suara dibalik pintu. Suara itu menghilang, Riana mengetuk pintu itu "Silvi, kamu di dalam?"
"Tolong buka pintunya," suara itu terdengar merintih kesakitan. Vico dan Riana panik karena tahu itu suara Silvi. Mereka mencoba membuka pintu tapi pintunya terkunci.
Tiba-tiba security lewat melintas, "pak... pak... sini bentar," teriak Vico memanggil satpam.
"Ada apa?" tanya Satpam itu. "Ini teman saya terkunci didalam. Bisa bantuin buka pintu ini ga pak?"
Pak satpam menatap bingung "sebentar saya cari kunci dulu," sambil berlari menuju ruangannya mencari kunci serap. Lalu memberikannya pada Vico, dengan sigap Vico membuka pintu dan terlihat Silvi yang menangis merintih kesakitan dengan menyatukan kedua telapak tangannya.
Vico langsung memeluk Silvi "siapa yang melakukan ini padamu?" sambil memperhatikan wajah Silvi. Silvi hanya menangis sesengukan.
"Tangan kamu sampai terluka begini," ucap Riana sedih.
"Mas kita bawa ke UKS aja dulu biar diobatin," ajak satpam. Vico langsung mengangkat Silvi dan bergegas membawanya ke UKS.
Di UKS Riana langsung mengambil kotak obat dan perban lalu membersihkan luka Silvi, dan membalut lukanya dengan perban. Riana merasa sedih melihat sahabatnya disakiti. Vico meradang dan langsung menebak "pasti ini perbuatan Lyora. Awas aja kalau ketemu aku buat perhitungan."
"Jangan," rintih Silvi.
Vico menatap Silvi bingung. "Kenapa Sil?" "Aku ga mau ada masalah,ga usah diperpanjang," jawab Silvi sambil menyeka air matanya.
"Tapi ini udah keterlaluan!!!" teriak Vico sambil mengepalkan tangannya dan bergegas keluar menemui Lyora n the genk.
"Tolong Vico jangan diperpanjang. Aku mohon," pinta Silvi dengan mata sendu. Amarah Vico agak menurun melihat tatapan sayu Silvi dan Vico mengurungkan niatnya. Riana hanya bisa merangkul Silvi dan mengusap lengannya. Merasakan kesedihan sahabatnya.
Silvi tidak bisa mengikuti pelajaran berikutnya karena tangannya sakit sekali dan kondisinya tidak memungkinkan mengikuti pelajaran. Silvi pulang dijemput pak Budi. Vico dan Riana mengantarkan Silvi sampai ke mobil.
"Ya ampun non Silvi, tangannya kenapa sampai diperban begini?" tanya pak Budi memperhatikan tangan Silvi yang diperban.
"Tadi jatuh pak," jawab Vico sekenanya. Silvi telah berpesan pada Vico sewaktu di UKS kalau tidak ada satupun yang boleh mengetahui kejadian ini cukup dia, Vico dan Riana saja.
Pak Budi hanya menatap wajah Silvi dengan tatapan sendu. Vico dan Riana memperhatikan Silvi masuk ke dalam mobil, "pak tolong diantar sampai rumah ya," pinta Riana. Pak Budi mengangguk. "Kalau kamu sampai dirumah atau eru bantuan telepon aku," ucap Vico sambil menunduk memperhatikan Silvi didalam mobil. Silvi hanya mengangguk sedih. Pak Budi melajukan mobil diringi dengan Riana dan Vico yang memperhatikan kepergian mereka.
Didalam kelas Vico menatap tajam pada Lyora n the genk. Merasakan sorot mata itu penuh kebencian Lyora n the genk mengerti pasti Vico sudah mengetahui apa yang terjadi pada Silvi. Riana hanya memperhatikan mereka tapi Lyora mempelototkan matanya seakan mengancam dan Riana hanya tertunduk takut.
***
Saat pulang sekolah Vico menjemput Zahwa adik tersayangnya pulang sekolah. Sambil menunggu Zahwa keluar kelas Vico menghubungi Silvi.
"Halo Silvi, bagaimana kabarmu?"
"Aah aku baik-baik saja" jawab Silvi sambil mengucek matanya, karena sepulang sekolah tadi, Silvi hanya tidur dikamarnya. "Tangan kamu gimana? " Vico menanyakan kondisi Silvi.
"Udah mendingan kok. Makasih ya udah bantuin aku, kalo kalian ga datang aku ga tau gimana aku sekarang," ucap Silvi sambil mengingat pertolongan Vico dan Riana.
"Santai aja. Udah seharusnya sebagai teman harus saling tolong menolong," ujar Vico. Dari kejauhan Vico melihat Zahwa yang tersenyum sambil berlari mengejarnya "abang Vico" teriak gadis kecil itu sambil merentangkan tangannya ke arah Vico.
"Sil, udah dulu ya nanti disambung lagi," Vico mengakhiri percakapan mereka dan memeluk adik kesayangannya, lalu menciumi pipi gadis kecil itu.
"Adik abang udah pulang ni. Mau ikut ke bengkel atau mau pulang ke rumah?" tanya Vico memperhatikan mata indah anak berumir delapan tahun itu.
"Zahwa mau ikut abang. Dirumah ga ada yang nemenin Zahwa," pinta gadis kecil itu dengan bola membulat. Melihat Zahwa memasang wajah seperti itu Vico tidak kuasa menolak permintaan adiknya dan langsung membawanya ke motor memboncengnya di depan sambil memeluk pinggang gadis kecil itu supaya tidak terjatuh. Zahwa sangat suka kalau naik motor sama kakaknya Vico. Zahwa suka sekali dengan tiupan angin saat motor melaju. Terlihat keceriaan diwajah gadis kecil itu membuat amarah Vico yang masih terpendam daritadi karena Lyora sedikit mereda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments