Ayah Untuk Aisyah
Namaku Abu Miftah. Umurku 26 tahun, mempunyai usaha apoteker, bekerja sama dengan dua teman dari kampung halaman. Yakni Rembulan, Komaruddin, dan aku sendiri.
Saat ini kami tinggal di kota Jakarta, di tempat inilah kami mengais rezeki.
Ingat kampung halaman kadang aku geli sendiri, masa sih... masyarakat sekitar selalu memanggilku Ustadz.
Heee... tapi aku bukan Ustadz sungguhan loh... hanya setiap shalat selalu ke masjid mengapa tetangga ku selalu memanggilku demikian. Ada-ada saja... tetangga itu.
Aamiin... bantu aminkan ya gais... siapa sih... yang tidak ingin menjadi remaja sholeh?
Masalah agama aku tidak pintar-pintar banget kok, tetapi alhamdulillah, aku tidak pernah meninggalkan shalat, puasa, dan Zakat, tetapi aku belum haji loh... sudah daftar sih, alhamdulillah... tapi masih harus menunggu.
Kriing... kriing... kriing..
Telepon aku bunyi gais... oh, ternyata Ayah dari kampung yang telepon. Bentar ya, aku angkat dulu.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam..."
"Ab... bagaimana kabar kamu?"
"Alhamdulillah... baik Yah. Ayah sendiri bagaimana?" Jika mendapat telepon dari kampung, aku selalu deg deg, khawatir ada apa-apa dengan keluarga.
"Ayah sehat Ab, tapi Ayah minta, besok kamu harus pulang" kata Ayah dengan nada memaksa.
"Ada apa Yah... apotek sedang ramai ini, hari minggu saja ya"
"Pokoknya... besok kamu harus berangkat pulang Ab, Ayah tunggu"
Tut.
Nah-nah, ada apa ini? Aku pandangi handphone, jika Ayah memaksa begini sudah pasti ada hal yang penting. Tapi apa ya? Ya sudahlah... mendingan aku pesan tiket pesawat sekarang, daripada menunggu besok. Ya... kalau ada. Kalau tidak ada, sudah pasti aku akan mengecewakan Ayah dan Ibu.
"Ada apa Kak Abu?" tanya Komaruddin, Dia ini tetanggaku di kampung yang sudah aku sebut di atas.
"Ayah telepon Din, katanya aku di suruh pulang besok"
"Loh memang ada apa Kak? Pak Ramli sama Bu Ifah sehat kan?" Udin tampak kaget.
Ya, Ramli Umar dan juga Ifah itu nama orang tua aku gais.
"Mudah-mudahan... beliau sehat Din. Menurutmu... kira-kira aku harus bagaimana Din... kalau aku tinggal, sekarang kan apotek kita sedang ramai," walaupun rezeki Allah yang atur, tetapi aku tentu tidak mau mengecewakan para pelanggan.
"Pulang saja Kak Abu, kan masih ada Novi yang membantu" ujar Udin. Anak itu memang selalu santai dan memang benar.
Oh iya, Novi itu tetangga aku juga, dan Dialah karyawan kami. Awalnya... Novi art nya Rembulan, tetapi Dia menggantikan Rembulan membantu kami melayani pembeli. Karena alhamdulillah... seiring berjalannya waktu, usaha kami semakin lancar.
"Kalau begitu aku pulang dulu ya Din"
"Iya Kak, besok kalau pulang hati-hati," pesan Udin.
Dengan mengendarai motor aku pulang ke rumah, aku tinggal di salah satu komplek tidak mewah sih... hanya rumah kecil yang aku cicil tiap bulan. Tetapi alhamdulillah... yang penting bisa untuk berteduh. Siapa tahu aku segera mempunyai jodoh dan mengajak istriku nanti tinggal di tempat ini. Hehehe... boleh ya aku berdoa, semoga mendapat jodoh wanita sholehah.
Aku segera bersiap-siap memasukkan baju beberapa setel. Malam ini aku akan istirahat biar besok pagi-pgi sekali badanku segar.
...**********...
Keesokan harinya sebelum adzan subuh aku sudah bersiap-siap ke masjid tentu mandi dulu. Aku kenakan baju koko, sarung, dan yang terakhir kopiah.
Ngaca dulu aahh... aku menatap penampilan aku sendiri di depan cermin, kata orang sih, aku diberi oleh Allah wajah tampan... Hehehe... kok aku jadi gr ya di puji orang.
Aku berangkat ke masjid dulu ya gais...
Pulang dari masjid aku membuat sarapan, beginilah kegiatan aku sebelum ke apotek. Bukan masakan mewah, hanya orek tempe dan telur ceplok tapi bagi aku makanan ini sudah enak.
Aku makan dulu ya...
Aku ambil setengah centong nasi hangat telur ceplok dan orek tempe. Allahhumma baarik lanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa adzan bannaar.
Aku makan hanya sedikit loh... masih ingat nasehat Ayah. "Berhentilah makan sebelum kenyang"
Selesai sarapan aku mencuci piring, setelah ini aku akan berangkat. Katanya sih, Udin mau mengantarkan aku ke bandara sebelum membuka apotek.
Tok tok tok.
Rupanya ada tamu... aku buka pintu dulu gais... mungkin Udin sudah datang menjemput, tapi kok tumben sih... anak itu tidak mengucap salam.
Ceklak.
"Assalamualaikum..."
Aku diam di tempat, tentu terkejut wanita tomboy pagi-pagi begini sudah tiba di rumah. Sudah sering sih Dia datang, tetapi bukan ke rumah, melainkan ke apotek sering mengantarkan aku makanan.
Wanita ini bekerja sebagai pengasuh anaknya Rembulan. Dia ini sepertinya suka padaku, tetapi bagi aku tidak ada istilah pacaran.
Tapi bukan munafik loh, aku ini pria normal, pernah mencintai seorang wanita yang tak lain adik kelasku sendiri, yang bernama Rembulan. Namun cintaku bertepuk sebelah tangan karena Rembulan menikah dengan anak tajir melintir dari kota ini yang bernama Tara.
"A'a kok bengong...nggak menjawab salam saya..."
"Waalaikumsalam..."
Nahlo, baru saja aku menggerutu kenapa tamu nya tidak mengucap salam, tetapi mengapa justru aku sendiri yang melongo karena kaget akan kehadiran wanita yang selalu memanggilku A'a ini jadi mengabaikan salam.
"Kamu kok pagi-pagi kesini? Lalu kamu tahu alamat aku darimana?" aku cecar dia dengan pertanyaan.
"Kemarin sore, aku kan ke apotek A, tetapi kata Bang Udin, A'a mau pulang kampung, terus aku minta alamat sama Dia," ujarnya. Tergambar kekecewaan di wajah wanita ini.
"Duduk Midah" aku menunjuk kursi di teras, kami ngobrol sebentar dengan gadis yang bernama Sumidah ini. Tentu aku memilih mengajak nya duduk di luar agar tidak menjadi fitnah.
"Saya memang mau pulang pagi ini Midah, ada apa..."
"Tapi A'a disana nggak mau menikah kan?" ujarnya menunduk, mungkin karena malu akan pertanyaan nya.
"Hehehe... kok kamu bertanya begitu... sejauh ini aku belum ada niatan untuk menikah," jawabku, memang benar adanya.
"Benarkah?" Wajahnya seketika berbinar-binar.
Dud dud dud.
Ada motor masuk halaman ternyata Udin sudah datang menjemput.
"Cieee... cieee... yang lagi berduaan..." Udin meledek.
Aku perhatikan wajah Midah tersipu malu, dengan begitu terjawab sudah jika gadis ini memang mencintai aku.
"Kak... sudah jam berapa ini? Kakak tidak takut ketinggalan pesawat? Mentang-mentang di apelin cewek sampai lupa waktu,"
Astagfirrullah... ternyata Udin benar, aku segera ke dalam ambil tas. Tidak banyak yang aku bawa, selain benda tersebut.
"Midah... saya pamit dulu" ucapku sambil mengunci pintu.
"Ya sudah A, aku pulang. A'a hati-hati di jalan,"
***********
Hayo, hayoo... Siapa yang ingat ketiga tokoh ini? Jika mengikuti Takdir Cinta Rembulan. Pasti ingat mereka.
Semoga ada yang mau mampir. ❤❤❤.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
lanjut
2023-10-20
1
Yuyun Yuningsih
kasih jejak dulu buat authornya,,
tak kasih kopi deuh biar ketauan melek nya.
sukses trus budhe
2023-08-24
2
Senajudifa
mampir di yg baru thor
2023-05-29
0