Sandra membuka matanya dan mendengar jam weker yang berbunyi keras. Sandra terlihat nyaman dengan posisi tidurnya yang menyerupai seperti janin. Sandra kemudian meregangkan tangan dan kakinya sembari menguap. Tidak lama kemudian ia mendengar suara ketukan pintu yang diiringi dengan teriakan neneknya.
"Sandra bangun!"
Sandra lalu mematikan jam wekernya. "Iya, Nek!"
Sandra tidak kunjungan beranjak dari tempat tidurnya. Ia kemudian duduk di tepi ranjang sambil mengangkat tangan kanannya dengan tersenyum.
"Pengalaman yang luar biasa," ucapnya lalu meninggalkan tempat tidurnya.
*
"Ayo San, keburu kesiangan," ucap bu Siti kepada cucunya.
Penampilan bu Siti pagi itu terlihat sederhana seperti biasa, hanya mengenakan gamis berwarna hijau muda, tidak lupa pula dengan tas tenteng di bahunya. Wanita tua itu tengah berdiri sambil memegangi gagang pintu, memandangi cucunya yang sedang memakai sepatu kanvas yang kemarin ia pakai.
Sandra terlihat memakai kemeja berwarna hitam, sesuai dengan perintah atasnya yang menyuruh seluruh pegawainya untuk mengenakan kemeja hitam, kemejanya tersebut di padukan dengan celana denim biru muda. Setelah selesai memakai sepatunya, Sandra kemudian melakukan kebiasaannya, yaitu melinting kedua lengan kemejanya hingga siku, memperlihatkan jam tangan berwarna perak yang melekat pada tangan kirinya.
"Ayo, Nek."
Sandra dan neneknya telah berada di luar dan bu Siti lalu segera mengunci pintu rumahnya.
"Kamu udah bawa kunci cadangan kan?" tanya bu Siti yang baru saja selesai mengunci pintu.
"Udah, Nek," jawab Sandra dengan tersenyum.
Bu Siti memandang Sandra sejenak. "Kamu ini dari kemarin nenek perhatiin gak pernah bawa tas ke tempat kerja."
Sandra tertawa kecil sembari menggaruk kepala. "Soalnya dari kemarin kerja cuman setengah hari. Sandra juga kalau habis kerja langsung pulang."
"Kamu ini..." balas bu Siti, "Ya udah nenek berangkat dulu, kamu hati-hati di jalan."
Sandra lalu segera meraih tangan neneknya dan menciumnya. "Nenek juga hati-hati."
Mereka berdua kemudian berpisah dan berjalan menuju tempat kerja dengan ditemani langit biru yang cerah.
*
Amanda yang sedang membersihkan mesin kopi menatap heran ke arah Sandra yang tengah membersihkan meja. Sandra terlihat memasang wajah datar, dan sesekali menggerakkan bola matanya ke atas seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Kenapa tu anak?" gumam Amanda.
"Siapa, Nda?" sahut Doni yang tiba-tiba datang di belakang Amanda.
Amanda sontak terkejut dan segera membalikan tubuhnya.
Dengan meringis dia menjawab, "E- itu..." Amanda menoleh ke arah Sandra.
Doni sontak mengikuti pandang Amanda. "Oohh... Sandra?" ucap Doni, "Emang kenapa dia?"
Amanda lalu menggelengkan kepala. "Gak kenapa-kenapa."
"Gimana sih, Nda?" ucap Doni, "Tadi kamu nanya kenapa dia?"
"Kak Doni gak usah kepo!" balas Amanda sembari menunjuk dada Doni hingga menyentuhnya.
"Iya-iya... Gitu doang marah," ucap Doni lalu beranjak pergi, "Dasar cewek!"
Amanda sontak menatap tajam ke arah Doni yang berjalan menuju mesin kasir. Amanda kemudian kembali melihat Sandra yang masih tampak memikirkan sesuatu. Suasana kafe saat itu masih sepi dengan diiringi lagu-lagu klasik yang selalu diputar di kafe tersebut. Terlihat pula hanya terdapat sepasang kekasih yang memilih duduk di luar. Amanda lalu menghampiri Sandra yang terlihat tampa ekspresi tersebut.
"Kenapa, San?" tanya Amanda, "Dari tadi pagi sampai sekarang kok diam terus?"
"Manda?" balas Sandra yang hanya menatap datar Amanda.
Amanda kemudian menarik kursi lalu duduk dengan menyilangkan kaki serta melipat tangan dan menyandarkan tubuhnya. Sandra hanya diam dan terus mengelap meja, sembari melihat Amanda yang memandang lurus ke depan dengan alis yang di angkat sebelah. Wanita tomboi itu terlihat cocok dengan setelan kemeja hitam yang dikenakannya, ditambah dengan sepatu sneakers berwarna abu-abu di kakinya.
"Gimana?" ucap Amanda, "Lu bingung caranya ngadepin preman kemarin?" tanya Amanda.
Sandra seketika menghentikan aktifitasnya, ia tampak berfikir sejenak, dan sedikit membuang mukanya dari Amanda.
"Gak," balas Sandra, "Bukan itu."
Sandra kemudian melanjutkan mengelap meja. Amanda beralih menatap Sandra sambil mengernyitkan dahi.
"Terus apaan?" ucap Amanda, "Kok lu keliatan bingung begitu."
"Gue..." Sandra memalingkan wajahnya kembali, "Gue bingung sama tugas kuliah kemarin," sambungnya yang seketika menoleh ke arah Amanda dengan tersenyum lebar.
Amanda terlihat kebingungan saat melihat Sandra yang memasang senyum lebar hingga menampakkan giginya. Amanda juga merasa sedikit curiga karena senyuman Sandra terlihat seperti dipaksa.
Amanda lalu menatap langit-langit. "Tugas...?"
"Tugas!!??" Seru Amanda menjadi panik.
Amanda seketika menurunkan kakinya serta meraih keningnya dengan tangan kanan.
"Aalaamaakk... gue lupa!! tugas kemarin kan harus dikumpulin besok!!?" seru Amanda, "Gue belum ngerjain sama sekali, San!" Amanda sontak berdiri dan meraih kedua bahu Sandra lalu mengguncang-guncangnya.
"Aduh... santai dong, Nda!" seru Sandra, "Gue juga belum selesai ngerjainnya."
"Lu cuma belum selesai, lah gue!? Gue belum nyentuh tugasnya sama sekali, San. Mana banyak banget lagi..." Amanda semakin kencang mengguncang bahu Sandra.
"Amanda!!" Sandra menepis kedua tangan Amanda yang mencengkram bahunya.
Amanda seketika terkejut dan hanya diam menatap Sandra.
"Gak usah panik," ucap Sandra, "Gini aja, kan kita hari ini masuk cuma setengah hari. Jadi gimana kalau kita ngerjain tugasnya bareng?"
Amanda perlahan tersenyum. "Beneran?"
Sandra mengangguk. "Di rumah gue aja ya?"
"Oke!" Amanda mengacungkan kepalan tangannya dan tersenyum lebar.
Sandra tampak menghela napas kecil lalu mengadu kepalan tangan dengan Amanda.
*
Sandra dan Amanda baru saja turun dari angkot, mereka berdua kini berada di depan gang. Saat mereka berdua melangkah masuk ke dalam gang, Sandra sempat menoleh ke arah ruko tempat neneknya bekerja. Sandra melihat sekilas seorang pria berambut panjang yang mengenakan peci, serta setelan kemeja berwarna hijau masuk ke dalam ruko tersebut, Sandra merasa tidak asing dengan pria tersebut.
"Ayo, San!" seru Amanda sambil menarik tangan Sandra.
"Aduh... pelan-pelan dong, Nda," ucap Sandra, "Santai-santai..."
*
Saat Sandra ingin memasukkan kunci rumahnya, tiba-tiba mereka berdua dikejutkan dengan teriakan seorang anak laki-laki yang memanggil nama Sandra.
"Kak Sandra...!!"
Sandra dan Amanda seketika menoleh ke arah suara tersebut, mereka terkejut saat mendapati Rido yang berlari sambil melambangkan tangan.
"Rido?" tanya Amanda yang keheranan.
Rido akhirnya sampai di hadapan Sandra dan Amanda, dengan tergopoh-gopoh dan membungkuk dia berubah untuk mengatakan sesuatu.
"Rido?" ucap Sandra, "Ada apa, Do?"
"Kak-" Rido kehabisan napas saat ingin melanjutkan perkataannya. "Udin-!"
Sandra tertegun saat mendengar nama Udin. "Udin?"
"Udin siapa!?" tanya Amanda.
Rido menegakkan tubuhnya. "Udin preman kemarin."
"Kenapa dia!?" tanya Amanda, "Rese!?"
"Bu- bukan," ucap Rido yang mulia bisa mengatur napas, "Si Udin tingkahnya aneh banget hari ini!"
"Aneh?" ucap Amanda kebingungan, "Aneh gimana?"
"Tadi dia dateng ke basecamp pakai kemeja, celana panjang, sepatu, pokoknya rapih banget. Terus rambutnya udah gak berantakan, pakai peci lagi..." ucap Rido yang juga terlihat kebingungan, "Sama tadi dia pamitan ke anak-anak sambil minta maaf."
"Gak- ini lu...?" ucap Amanda yang semakin bingung, "San, lu percaya sama omongan Rido."
Amanda dan Rido sontak terkejut saat melihat Sandra yang diam terbengang dengan tatapan kosong.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments