Rencana

Waktu telah menunjukkan pukul 12.30, waktu tersebut menandakan bahwa jam Sandra dan Amanda bekerja telah usai, dan harus bergantian dengan orang lain yang juga bekerja paruh waktu di sana. Mereka berdua lantas berpamitan kepada Doni yang tengah menghitung uang dari mesin kasir.

Kafe pada siang itu terlihat ramai, itu bisa dilihat dari para pelanggan sudah memenuhi meja yang berada di halaman. Sandra dan Amanda berjalan melewati anak-anak muda yang tengah asik berbincang-bincang, ada pula beberapa karyawan kantor yang beristirahat di kafe Nongki Santai itu.

"Jadi gimana, San?" tanya Amanda.

Mereka berdua kini berhenti di tepi jalan untuk menunggu angkutan umum.

"Pertama-tama kita cari dulu premannya, Nda," jawab Sandra.

Amanda memandang Sandra. "Emang preman yang bikin masalah sama lu ada di daerah mana?"

"Daerah dekat rumah gue," jawab Sandra sembari melihat kanan-kiri.

"Setahu gue di sana udah lama gak ada preman," kata Amanda, "Perlu gue panggil orang-orang gak?" tanya Amanda sambil mengangkat handphone miliknya.

Sandra tampak terkejut sambil melirik Amanda. "Buat apa?"

"Pake nanya sih, San," balas Amanda.

"Gak usah, Nda," jawab Sandra.

"Serius?"

"Iya."

Amanda menghela napas dan memasukkan kembali handphone miliknya ke dalam saku.

"Sebenarnya ada masalah apa sih, San?" tanya Amanda penasaran.

Sandra nampak tertegun dan raut wajahnya menjadi kebingungan saat mendengar pertanyaan Amanda. Amanda menjadi curiga dengan respon Sandra, saat dirinya ingin kembali bertanya tiba-tiba Sandra berteriak memanggil angkot.

"Angkot!!"

Terlihat angkot berwarna biru bernomor 28 berhenti di depan mereka. Amanda tampak kesal dengan kejadian itu.

"Ayo, Nda?"

Sandra dan Amanda duduk di belakang pak sopir, tidak ada penumpang lain di dalam angkot tersebut sehingga Sandra dan Amanda dapat duduk dengan leluasa.

"Ya udah kalau lu gak mau ngasih tau masalahnya apa," kata Amanda yang masih kesal, "Senggaknya lu ngasih tau gue apa rencana, lu."

Sandra lalu menoleh ke arah Amanda sambil tersenyum. "Kita cari tahu identitas si preman, Nda."

"Terus...?" ucap Amanda memandang Sandra.

Sandra terlihat mengernyitkan dahi untuk menjawab, Amanda kembali dibuat keheranan dengan respon Sandra. Sandra tidak kunjungan menjawab dan malah nampak kebingungan. Hal itu semakin membuat Amanda merasa curiga. Saat Amanda ingin kembali bertanya tiba-tiba angkot yang mereka tunggangi berhenti. Tidak lama kemudian naiklah penumpang baru, seorang wanita dan anak laki-lakinya yang tengah menangis lalu duduk di depan Sandra dan Amanda

"Mama... aku mau mainan!!" teriak bocah laki-laki itu yang tengah dipangku oleh ibunya.

Ibunya nampak berusaha untuk menenangkan anaknya, tapi tangis si anak malah bertambah kencang. Amanda harus kembali menahan mulut dan kekesalannya, dia menatap dalam ke arah Sandra yang tampak merasa lega dengan menghela napasnya.

Dalam perjalanan itu, Sandra dan Amanda hanya diam tanpa berbincang karena tangisan anak kecil yang tak kunjungan reda. Akhirnya setelah lamanya perjalanan mereka, tujuan mereka mulai terlihat.

"Kiri, Pak!" teriak Sandra.

Pak sopir segera menghentikan angkotnya di depan sebuah gang, Sandra dan Amanda segera turun dari angkot itu, saat Sandra ingin mengeluarkan uang untuk membayar, dengan cepat Amanda menyodorkan uang senilai 10000 kepada sopir angkot.

"Nih, Pak. Berdua ya," ucap Amanda.

Sandra tampak terkejut dengan tindakan Amanda.

"Terimakasih ya, Neng," ucap si sopir angkot.

"Gak usah, Nda!" kata Sandra.

"Lu mau gak?' tanya Amanda.

Sandra kemudian tertawa kecil. " Ya mau sih."

"Pake basa-basi segala," balas Amanda.

Tidak lama kemudian angkot tersebut berjalan meninggalkan mereka. Sandra dan Amanda Kemudian melihat ke arah deretan ruko yang ada di sebelah gang. Nampak Sandra memandang dalam ke salah satu ruko tersebut.

"Mau mampir dulu, San?" tanya Amanda.

Sandra menggeleng sambil tersenyum. "Gak usah, Nda," ucap Sandra, "Takut mengganggu nanti. Ayo, Nda."

Sandra lalu berjalan masuk ke dalam gang dan Amanda segera mengikutinya.

"Sekarang kita mulai cari orangnya," ucap Sandra.

"Itu bakalan susah," kata Amanda, "Biar sedikit lebih mudah, lu tahu ciri-ciri premannya gak?" tanya Amanda.

Sandra lantas menghentikan langkah kakinya. "Ciri-ciri ya?" kata Sandra sambil menatap langit untuk berfikir, "Orangnya punya kulit coklat gelap, rambutnya panjang berantakan, tubuhnya tinggi sama sedikit gemuk."

"Eemm??" gumam Amanda mencoba untuk mengingat-ingat, "Kalau preman yang penampilannya begitu banyak. Ada sesuatu yang lain gak? Contohnya dia pakai apa gitu?"

Sandra memejamkan matanya untuk mengingat kembali. Beberapa saat kemudian, Sandra dengan cepat membuka kedua matanya.

"Gue ingat!" seru Sandra, "Dia pakai kalung rantai di lehernya," sambungnya sambil tersenyum.

"Kalau kalung rantai juga banyak yang pakai," ucap Amanda yang seketika memudarkan senyum Sandra.

"Keliatan bakal susah banget ya?" gumam Sandra yang mulai pesimis.

"Ini lah alasan kenapa gue ada di sini, San!" ucap Amanda dengan percaya diri.

Sandra yang tengah lesu lantas menatap Amanda dengan keheranan.

"Kebetulan gue punya kenalan bocah pengamen di daerah sini," ujar Amanda, "Mungkin dia bisa bantu."

Sandra lalu tersenyum lebar saat mendengar ucapan Amanda, ia terlihat bahagia setelah kembali mendapatkan secercah harapan.

"Manda!" seru Sandra lalu meraih salah satu tangan Amanda, "Beruntung banget gue punya teman kayak lu, Nda!" sambungnya sambil mengusap-usapkan tangan Amanda yang ia tarik ke pipinya.

Amanda lantas segera menarik tangannya kembali. "Geli gue, San," seru Amanda dengan ekspresi wajah jijik, "Biasa aja kenapa sih?!"

Sandra tertawa kecil. "Maaf-maaf."

"Tapi gue gak tau dia ada tempatnya apa nggak," ucap Amanda, "Kita coba cek dulu."

Sandra menatap Amanda sambil memasang wajah serius dan mengangguk beberapa kali. Amanda kemudian melangkahkan kakinya yang diikuti oleh Sandra di belakangnya.

Mereka berdua akhirnya tiba di sebuah rumah kost kecil yang hanya memiliki tiga buah pintu berwarna coklat. Amanda lalu mendekati salah satu pintu tersebut dan mengetuknya.

"Permisi!" seru Amanda, "Rido!"

Tidak kunjung ada jawaban dari dalam, Amanda kemudian merasa kesal hingga bertolak pinggang.

Amanda memutar tubuhnya ke arah Sandra. "Kayaknya dia lagi pergi, San."

Sandra menghela napas sambil memandang ke bawah. Amanda tertegun saat melihat ekspresi wajah Sandra yang merasa kecewa.

"Selagi masih mau berusaha mungkin masih bisa ketemu," ucap Amanda, "Gue akan selalu bantuin lu, San. Tenang aja."

Sandra melirik ke arah Amanda sambil tersenyum kecil. "Makasih ya, Nda,"

"Ayo, mumpung belum sore," ajak Amanda.

Saat Amanda dan Sandra baru selangkah melangkahkan kaki, tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang memanggil Amanda dari belakang.

"Mbak Manda?!"

Sandra dan Amanda sontak tertegun dan segera menoleh, mereka mendapati seorang bocah berkulit sawo matang yang tampak berusia 15 tahun, mengenakan kaus hitam bergambar tengkorak yang terlihat sudah lusuh, serta celana denim selutut berwarna biru muda, dan beralas kaki sandal jepit.

Amanda lalu tersenyum lebar. "Rido?!"

Amanda segera menghampiri Rido dan mengangkat kepalan tangannya, Mereka berdua lalu melakukan salam tinju dan saling tertawa.

"Ada apa nih, kok tumben ke sini?" tanya Rido.

"Gue mau minta tolong sama lu, bisa gak," jawab Amanda.

"Asalkan ada ongkosnya bisa-bisa aja," ujar Rido.

"Gampang itu mah," balas Amanda.

Rido lalu melihat Sandra yang berada di belakang Amanda. "Omong-omong, mbaknya siapa?" tanya Rido ke pada Sandra.

Sandra tertegun malu lalu berjalan ke sisi Amanda. "Gue Sandra," ucapnya sambil menjulurkan tangannya.

Rido kemudian tersenyum lebar dan dengan cepat meraih tangan Sandra untuk bersalaman. Rido tak kunjung melepaskan tangannya dan terlihat memandang Sandra dengan mata genit. Tampak Sandra menjadi canggung dan risih. Amanda yang melihat tingkah Rido segera menjewer telinga bocah itu.

"Kesempatan lu ya!!" seru Amanda, "Bisa salaman sama cewek cakep!!"

Rido mengerang kesakitan dan segera melepaskan tangannya.

Sambil mengusap-usap telinga kirinya yang memerah dia berkata, "Sekali-kali juga."

"Mau di jewer sekali lagi?!" seru Amanda sambil mengangkat salah satu tangannya.

Rido dengan refleks segera menutup kedua telinganya sambil menggelengkan kepala.

Sandra kemudian tersenyum kecil sambil menurunkan tangan Amanda. "Udah, Nda."

"Rido," ucap Sandra, "Mbak boleh minta tolong kan?" sambungnya sambil memasang senyum hangat.

Rido menjadi tercengang dengan paras Sandra dan perlahan menurunkan kedua tangan sembari mengangguk.

"Boleh asalkan ada ongkosnya," jawab Rido dengan tatapan matanya terpaku ke arah Sandra.

"Gampang itu mah," balas Sandra.

"Woi!" seru Amanda sambil menggamit pipi Rido dengan keras.

Rido seketika sadar dan tertawa malu sambil menggelengkan kepala. "Maaf-maaf. Minta tolong apa?"

Sandra tertawa kecil karena tingkah Rido.

"Lu tau gak sama preman di daerah sini?" tanya Amanda.

"Preman ya?" ucap Rido sambil memegang dagunya, "Di daerah sini udah lama gak ada preman, tapi ada preman baru yang masuk ke sini," sambungnya.

"Lu tau orangnya?" tanya Amanda.

"Tau, dia orang rese," jawab Rido.

"Ciri-cirinya gimana?" celetuk Sandra.

Rido kembali memegang dagunya. "Ciri-ciri ya?" ucap Rido, "Orangnya item, agak gendut, terus rambutnya acak-acak."

Amanda dan Sandra lantas merasa bahagia dengan jawaban tersebut.

"Lu tahu dia dimana sekarang?" tanya Amanda dengan menggebu-gebu.

"Biasanya dia nongkrong di basecamp," jawab Rido.

"Basecamp?" ucap Amanda sambil mengernyitkan dahi, "Rumah kosong?" tanya Amanda.

"Iya," jawab Rido, "Anak-anak lain banyak yang keganggu sama dia."

Amanda dan Sandra kemudian saling bertatap-tatapan.

"Mbak Amanda ada masalah sama dia?" tanya Rido, "Hajar aja mbak, mbak Amanda kan bisa Karate," sambungnya sambil berlagak seperti petarung.

"Udah lu gak usah berisik," kata Amanda, "Lu bisa anterin kita ke sana gak?"

"Bisa," kata Rido, "Kebetulan juga gue mau ke sana."

"Bagus," ucap Amanda, "Ayo buruan."

Mereka bertiga kemudian beranjak pergi. Akhirnya setelah lama berjalan, akhirnya mereka bertiga melihat tempat yang mereka tuju dari kejauhan, sebuah rumah terbengkalai yang sudah tidak berpenghuni, lokasinya ada di ujung komplek. Sandra merasa asing dengan tempat itu. Tampak di depan rumah terdapat beberapa anak-anak pengamen tengah menghitung uang receh hasil mengamen mereka di atas meja. Sandra segera menghentikan langkah kaki Amanda dan Rido, kemudian menyeret tangan mereka berdua dan membawanya ke balik sebuah pohon besar.

"Kenapa, San?" tanya Amanda keheranan.

"Kita lihat dari sini aja," jawab Sandra.

"Kenapa, lu takut?" tanya Amanda, "Tenang ada gue."

"Bukan gitu," jawab Sandra, "Rido, orangnya yang mana?"

Rido kemudian menjulurkan kepalanya untuk mengintip dari balik pohon. Setelah beberapa saat memperhatikan, Rido lalu berteriak sambil menunjuk.

"Itu orangnya mbak!"

Sandra segera menarik tangan Rido dan membungkam mulutnya dengan tangannya.

"Sssttt!!"

"Kenapa si, San?" ucap Amanda, "Kok harus sembunyi-sembunyi gini?"

"E-- Itu... " Sandra terlihat kebingungan, "Gue harus memastikan dulu, dia benar orang yang kita cari atau bukan," sambungnya sambil tersenyum paksa.

Amanda hanya mengangguk sambil menatap curiga Sandra. Sandra kemudian mengeluarkan kepalanya dan melihat ke arah orang yang di tunjuk Rido. Sandra sontak tertegun saat melihat pria dengan ciri-ciri yang sama seperti preman yang ia lihat di dalam mimpi neneknya, tengah tertidur di atas sofa lusuh di depan basecamp.

Sandra kemudian bersandar ke pohon. "Iya, itu orangnya."

"Kalau begitu ayo kita samperin," ucap Amanda dan beranjak pergi.

Sandra dengan cepat menghentikan langkah Amanda, Amanda tampak terkejut dan kebingungan dengan sikap Sandra.

"Kenapa, San?" tanya Amanda.

"Jangan, Nda," jawab Sandra, "Biar gue sendiri yang menyelesaikan ini," sambungnya.

Amanda menjadi tercengang dengan perkataan Sandra. "Gak bisa, San! Kalau lu kenapa-kenapa gimana?"

"Gak akan, Nda," jawab Sandra, "Gue udah siapin rencana."

Amanda tampak meragukan Sandra dan menatap tajam ke arahnya. Sandra lalu tersenyum ke arah Amanda.

"Percaya sama gue, Nda," ucap Sandra, "Lihat dua hari lagi, preman itu bakalan berubah."

Amanda kemudian menatap lesu ke arah Sandra. "Lu yakin, San?"

"Seratus persen yakin!" jawab Sandra dengan raut wajah seriusnya, "Terimakasih ya, Nda. udah mau bantuin gue."

Amanda kemudian menghela napas dan mengangguk lemas.

"Oh iya, Rido," ucap Sandra, "Nama premannya siapa? Nama lengkap kalau kamu tahu."

Rido yang dari tadi bingung dengan perdebatan Sandra dan Amanda, segera memegang dagunya kembali untuk berfikir.

"Hhmm... Menurut yang gue dengar sih, Namanya Udin Soleh."

Amanda tampak menahan tawa setelah mendengar nama si preman. Dan Sandra tertawa kecil karena melihat respon Amanda.

"Ya udah, Terimakasih, Rido," ucap Sandra, "Ayo, Nda. Kita pulang," sambungnya dan berjalan pergi.

Amanda kemudian mengikuti Sandra dan berjalan melewati Rido yang kebingungan.

"Lho... Ehh...? Ongkosnya mana?!" tanya Rido.

Sandra kemudian memutar tubuhnya hingga mengibaskan rambutnya, ia lalu mengedipkan sebelah mata sambil memasang senyum hangat ke arah Rido. Rido seketika diam membatu karena terpesona saat melihat Sandra.

~~

Episodes
1 YANG TERPILIH
2 Pagi
3 Perkara
4 Tekanan
5 PARA TEMAN
6 Suasana Hati
7 Liburan
8 Nenek
9 Kembali
10 Mayapada
11 Jawaban
12 Bangun
13 Rencana
14 Tujuan
15 Perubahan
16 Isi Hati
17 Efek
18 Kemunculan
19 Tiga kesempatan
20 Pertarungan
21 Belajar
22 Bertemu Kembali
23 Mencari Tahu
24 Mimpinya
25 Ajakan
26 Ketemuan
27 Andai
28 Ilusi
29 Kegagalan
30 Pulang
31 Berita
32 Duka
33 Istimewa
34 Mulai Kembali
35 Sembuh
36 Widyanita dan Gantari
37 Siasat
38 Saingan
39 Bimbang
40 Nasehat
41 Interlude 1
42 Sabar
43 Kenalan Baru
44 Perselisihan
45 Ancaman Baru
46 Mulai Tersorot
47 Anak Baru
48 Lingkaran Merah
49 Penglihatan
50 Datang
51 Trauma
52 Kenyataan Pahit
53 Dugaan
54 Kunjungan
55 Tamu
56 Bunga Tidur
57 Tafsir
58 Pembawa Pesan
59 Yang Terkasih
60 Cucuku
61 Teror
62 Bola Mimpi
63 Jebakan
64 Interlude 2
65 Rencana yang Berubah
66 Perjalanan
67 Kakak Adik
68 Tak Terduga
69 Menahan
70 Biru Laut
71 Celah
72 Berdua
73 Terpaksa
74 Kacau
75 Pertanda
76 Hilang Kabar
77 Erat
78 Pesan
79 Bencana
80 Membawa Harapan
81 Penyesalan
82 Masuk
83 Hidup dan Mati
84 Bangkit
85 Terjebak
86 Keberuntungan dan Kebenaran
87 Kembali
88 Hari Normal
89 Interlude
90 Bercerita
91 Bola Pelindung
92 Semakin Dekat
93 Percikan Pertama
94 Pelanggan
95 Strategi Baru
96 Penguntit
97 Puspa
98 Narada
99 Perpisahan
100 Yang Telah Tiada
101 Pertemuan
102 Catatan
103 Keberanian
104 Memori
105 Berkesan
106 Peperangan
107 Bunga
108 Tekanan
109 Berkecil Hati
110 Ungkapan
111 Terjebak
112 Resah
113 Pengakuan
114 Mimpi yang Diharapkan
115 Terbayang-bayang
116 Ketuk
117 Kembalilah
118 Sial
119 Taruhan
120 Hasil
121 Pulang
122 Perasaan
Episodes

Updated 122 Episodes

1
YANG TERPILIH
2
Pagi
3
Perkara
4
Tekanan
5
PARA TEMAN
6
Suasana Hati
7
Liburan
8
Nenek
9
Kembali
10
Mayapada
11
Jawaban
12
Bangun
13
Rencana
14
Tujuan
15
Perubahan
16
Isi Hati
17
Efek
18
Kemunculan
19
Tiga kesempatan
20
Pertarungan
21
Belajar
22
Bertemu Kembali
23
Mencari Tahu
24
Mimpinya
25
Ajakan
26
Ketemuan
27
Andai
28
Ilusi
29
Kegagalan
30
Pulang
31
Berita
32
Duka
33
Istimewa
34
Mulai Kembali
35
Sembuh
36
Widyanita dan Gantari
37
Siasat
38
Saingan
39
Bimbang
40
Nasehat
41
Interlude 1
42
Sabar
43
Kenalan Baru
44
Perselisihan
45
Ancaman Baru
46
Mulai Tersorot
47
Anak Baru
48
Lingkaran Merah
49
Penglihatan
50
Datang
51
Trauma
52
Kenyataan Pahit
53
Dugaan
54
Kunjungan
55
Tamu
56
Bunga Tidur
57
Tafsir
58
Pembawa Pesan
59
Yang Terkasih
60
Cucuku
61
Teror
62
Bola Mimpi
63
Jebakan
64
Interlude 2
65
Rencana yang Berubah
66
Perjalanan
67
Kakak Adik
68
Tak Terduga
69
Menahan
70
Biru Laut
71
Celah
72
Berdua
73
Terpaksa
74
Kacau
75
Pertanda
76
Hilang Kabar
77
Erat
78
Pesan
79
Bencana
80
Membawa Harapan
81
Penyesalan
82
Masuk
83
Hidup dan Mati
84
Bangkit
85
Terjebak
86
Keberuntungan dan Kebenaran
87
Kembali
88
Hari Normal
89
Interlude
90
Bercerita
91
Bola Pelindung
92
Semakin Dekat
93
Percikan Pertama
94
Pelanggan
95
Strategi Baru
96
Penguntit
97
Puspa
98
Narada
99
Perpisahan
100
Yang Telah Tiada
101
Pertemuan
102
Catatan
103
Keberanian
104
Memori
105
Berkesan
106
Peperangan
107
Bunga
108
Tekanan
109
Berkecil Hati
110
Ungkapan
111
Terjebak
112
Resah
113
Pengakuan
114
Mimpi yang Diharapkan
115
Terbayang-bayang
116
Ketuk
117
Kembalilah
118
Sial
119
Taruhan
120
Hasil
121
Pulang
122
Perasaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!