Sandra segera membuka kedua matanya dan reflek menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan perlahan melalui mulutnya. Ia segera bangkit dari tidurnya dan memperlihatkan rambut pendeknya yang mengembang, serta raut wajah yang masih terlihat lesu. Sayup-sayup ia mendengar jam weker yang tengah berbunyi, Sandra lalu meregangkan tubuhnya dan menguap.
Sandra kemudian segera mematikan jam wekernya, ia lalu mengangkat tangan kanannya dan melihat Cincin Dunia Mimpi yang terpasang pada jari manisnya.
Sandra tertawa kecil. "Pengalaman yang menakjubkan."
Sandra yang tengah duduk di atas ranjang tiba-tiba teringat dengan neneknya. Dirinya segera beranjak dari kasur dan segera mencarinya. Saat Sandra baru membuka pintu kamarnya, ia dikejutkan dengan kemunculan neneknya yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Penampilannya tampak sedikit lusuh dengan mengenakan daster biru tua, serta raut wajahnya terlihat lelah.
"Nenek?"
"Sandra?"
"Nenek udah bangun?" tanya Sandra.
Sang nenek kemudian tersenyum kecil. "Memang nenek biasanya bangun jam segini, San."
Sontak Sandra menjadi malu sembari tersenyum, ia kemudian teringat tentang mimpi yang di alami oleh neneknya, tatapan matanya lalu tertuju ke arah lantai dan perlahan memudarkan senyumannya.
"Kamu hari ini masuk kerja kan, San?" tanya neneknya.
Sandra tertegun dan dengan cepat mengembalikan senyumannya.
"Iya, Nek," jawab Sandra.
"Ya udah ayo siap-siap!" ucap sang nenek, "Nanti terlambat, Nenek juga mau berangkat kerja," sambungnya sambil mendorong tubuh Sandra.
Sandra hanya bisa pasrah saat tubuhnya digiring oleh neneknya. Ia ingin sekali menanyakan tentang hari yang dialami oleh neneknya kemarin.
***
"Kamu hari ini kerja sampai full-time, San?" tanya neneknya yang berdiri di belakang cucunya itu.
Bu Siti pagi itu terlihat mengenakan kemeja batik coklat berlengan panjang, dengan bawahan rok panjang berwarna biru tua, tidak lupa pula tas tenteng di pundaknya yang selalu dia bawa saat bekerja.
Nampak Sandra tengah membungkuk untuk memakai sepatu kanvas berwarna hitam dan putih, terlihat pula Sandra sudah mengenakan kemeja flanel andalannya yang berwarna merah tua dengan motif kotak-kotak, lengan kemejanya yang panjang nampak dilipat hingga siku, dipadukan dengan celana denim berwarna hitam, rambut pendeknya dibiarkan terurai, tidak lupa pula jam tangan berwarna silver miliknya melekat pada lengan kirinya, dan sebuah cincin perunggu di jari manisnya.
Sandra yang telah selesai memakai sepatunya lantas segera menegakkan tubuhnya dan berbalik ke arah neneknya.
"Gak, Nek," ucap Sandra, "Hari ini Sandra cuman kerja setengah hari, soalnya banyak juga mahasiswa yang kerja di sana. Jadinya jam kerjanya harus di shift."
Sang nenek kemudian mengangguk pelan. "Ya sudah," ucap nenek sambil berjalan melewati Sandra, "Nenek berangkat duluan ya. Jangan lupa kunci pintunya," sambungnya yang sudah menggenggam gagang pintu.
Sandra yang melihat neneknya ingin menarik pintu tiba-tiba memanggilnya.
"Nenek!" seru Sandra.
Neneknya sedikit terkejut dengan panggilan tersebut, dirinya lalu melepaskan gagang pintu yang ia genggam, kemudian berbalik menoleh ke arah Sandra. Sandra lalu mengangkat tangan kanan dan mengepalkan jarinya dengan percaya diri.
"Nenek yang semangat ya kerjanya," ucapnya Sandra dengan tatapan semangat, "Kalau ada yang mengganggu nenek, bilang aja sama Sandra, nanti biar Sandra yang urus."
Bu Siti yang melihat perbuatan cucunya itu nampak terkejut dan kebingungan. Tiba-tiba, bu Siti tertawa bahagia hingga membungkukkan tubuhnya. Sandra yang melihat neneknya tertawa menjadi merasa bingung.
"Nenek kenapa," tanya Sandra sembari menurunkan tangannya.
Sang nenek yang masih terlihat tertawa kemudian menegakkan tubuhnya lalu mengusap air matanya yang keluar.
"Gak kenapa-kenapa kok, San," ucap neneknya sambil tersenyum lebar, "Memangnya kamu berani sama orang yang mengganggu nenek? Kamu ngobrol sama orang baru aja malu-malu, San."
"Aahh... Nenek!" gumam Sandra yang menjadi malu.
Sang nenek kembali tertawa saat melihat cucunya itu.
"Tapi makasih ya, Sandra. Kamu satu-satunya orang yang menyemangati nenek, bahkan kamu satu-satunya semangat yang nenek miliki," ucap sang nenek dengan tersenyum hangat.
Sandra dibuat tertegun dengan perkataan neneknya, dia menatap dalam ke arahnya.
Sandra kemudian dengan cepat memeluk neneknya. "Nenek...!!"
Neneknya yang terkejut lantas membalas pelukan Sandra. Beberapa saat kemudian mereka berdua melepaskan pelukan masing-masing dan saling menatap tulus.
"Nenek berangkat dulu ya," kata bu Siti kepada cucunya yang terlihat menawan di matanya.
Sandra tersenyum lembut ke pada neneknya yang telah pergi, ia kemudian juga segera bergegas untuk berangkat bekerja. Sandra menutup pintu lalu menguncinya, wanita 20 tahun itu menghela napas dan tersenyum ke arah langit biru sebelum melangkahkan kakinya.
***
Sandra akhirnya tiba di halaman tempatnya bekerja, terlihat di halaman kafe tersebut terdapat empat buah meja dengan masing-masing empat kursi, tidak lupa pula sebuah payung besar mencap di tengah meja hingga ke dalam tanah. Kafe tersebut bernama Nongki Santai. Sandra yang tengah berjalan santai di halaman kafe dibuat terkejut oleh kehadiran Amanda yang tiba-tiba merangkul tubuhnya dari arah belakang.
"Pagi, Nona!!" teriak Amanda.
Sandra segera menoleh ke arah Amanda dengan raut wajah masam dan melihatnya dari atas ke bawah. Terlihat Amanda pagi itu mengenakan kemeja hitam polos yang tidak dikancing, memperlihatkan kaus polos berwarna biru dongker dikenakannya sebagai baju dalam, celana denim berwarna hitam yang dia kenakan memiliki koyakan pada bagian lututnya, serta sepatu kanvas berwarna hitam dan putih.
"Aaiihhh," gumam Amanda, "Cemberut mulu nih cewek," sambungnya menggoda Sandra.
Sandra lalu melepaskan rangkulan Amanda. "Udahlah, Nda. Kok lu pagi ini masuk?" tanya Sandra keheranan.
"Lah, emangnya lu gak buka grup chat?" tanya Amanda balik.
Mereka berdua nampak berjalan bersama menuju ke dalam kafe.
"Lihat kok," kata Sandra, "Gua lihatnya nama lu gak masuk list."
"Gue minta tukeran jam sama orang lain," balas Amanda.
"Kenapa?"
"Ya... Biar lu gak kesepian lah," ucap Amanda sambil menggaruk kepalanya serta tatapan matanya mengarah ke atas.
"Biar gue gak kesepian, apa biar lu yang gak kesepian karena gak ada gue?" tanya Sandra dengan tersenyum lancip.
"Sory...!!" kata Amanda sembari mengernyitkan dahi, "Gue gak bakalan kesepian, karena semua orang bakalan ngedeketin gue," sambungnya dengan percaya diri.
"Iya-ya deh..." ucap Sandra, "Emang tuan putri tuh pasti jadi primadona."
"Berhenti manggil gue tuan putri!" seru Amanda kesal.
Sandra lalu tertawa kecil sembari menggelengkan kepala. Mereka berdua akhirnya tiba di depan pintu kafe yang terbuat dari kaca dengan sebuah sing board bertuliskan tutup menempel di pintu tersebut. Amanda kemudian membuka pintu tersebut, mereka berdua di sambut oleh karyawan tetap di kafe itu.
Seorang pria dengan mengenakan kaus abu-abu polos dan celana denim berwarna biru muda, terlihat pula ia mengenakan sepatu senekers berwarna putih, serta sebuah celemek hitam bertuliskan Nongki Santai menempel di tubuhnya.
"Pagi kak Doni," sapa Sandra.
"Pagi juga, Sandra," balas Doni, "Pagi-pagi kok udah ada preman sih?" sambungnya sambil menahan tawa.
"Apa lu bilang?!" celetuk Amanda menatap tajam ke arah Doni.
"Lho... Ehh? Amanda??" ucap Doni sembari tertawa kecil.
Sandra tampak tertawa dan berjalan meninggalkan Amanda yang tengah kesal. Kemudian Amanda yang masih menatap tajam ke arah Doni segera menyusul Sandra.
Sandra terlihat tengah duduk melamun di meja yang menghadap ke kaca, raut wajahnya tampak murung dan seperti memikirkan sesuatu. Amanda yang sedang membersihkan meja kasir melihat Sandra dengan kebingungan, dirinya mempercepat untuk membersihkan meja lalu segera menghampiri Sandra.
"Kenapa, San?" tanya Amanda sambil menggeser kuris lalu mendudukinya.
Sandra yang terkejut segera merapikan posisi duduknya.
"Manda," kata Sandra, "Gak kenapa-kenapa kok," sambungnya sambil menggelengkan kepala.
"Udah deh gak usah disembunyiin, kelihatan, San," ucap Amanda sambil mendekatkan wajahnya ke tubuh Sandra.
Sandra terlihat menjauhkan tubuhnya. "Gak kenapa-kenapa, Nda."
Amanda kemudian menarik kepalanya kembali dan menghela napas.
"Kita ini kan udah temenan lama," kata Amanda, "Dan yang namanya teman pasti saling bantu dong, jadi ceritain aja masalah lu, San. Gue pasti bantu kok," sambungnya.
Sandra menghela napas. "Gue ada masalah sama preman, Nda."
Amanda sontak terkejut dengan perkataan Sandra.
"Preman?!" tanya Amanda.
Sandra mengangguk pelan sambil menatap meja.
"Lu ada masalah apa sama preman, San?" tanya Amanda, "Lu dipalak, atau diganggu sama mereka?!" Sambungnya dengan panik.
Sandra hanya menggelengkan sambil menatap melas ke arah Amanda. Amanda semakin dibuat cemas dengan respon temannya itu.
"Terus kenapa, San?!" tanya Amanda kembali sambil mendekatkan tubuhnya.
.
"Soal masalahnya gue gak bisa ceritain, Nda," kata Sandra, "Tapi yang pasti lu bisa bantuin gue kan, Nda?"
"Jelas bisa lah, San," jawab Amanda, "Masalah sama mereka mah gua udah bisa, San."
Sandra kembali menghela napas. "Ya udah, nanti siang pas jam kita habis, gua minta tolong ya, Nda?"
Amanda mengangguk sambil menatap serius ke arah Sandra. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan membunyikan loncengnya, menandakan jika ada pelanggan yang datang. Mereka berdua lantas segera berdiri dan bersiap untuk melayani dua orang pelanggan pertama pada pagi itu.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments