Nenek

Seorang wanita tua terlihat baru saja keluar dari rumah sederhananya yang dicat berwarna hijau, di depan rumahnya terdapat beberapa pot yang berisi tanaman hias seperti aglaonema, dan sanseviera yang di letakan di bawah jendela depan, serta terdapat pula sebuah kursi kayu panjang di sebelahnya. Dan di kanan-kirinya juga terdapat rumah-rumah tetangga yang hanya di pisahkan dengan jalan setapak.

Pagi hari yang cerah menjadi awal dimulainya perjalanan seorang wanita tua yang kerap dipanggil bu Siti. Raut wajah wanita tua itu terlihat murung sembari melihat ke arah ponsel jadul miliknya. Tubuhnya tidak lagi tegap karena usia, dalam langkah kakinya bu Siti terus meratapi perkataan cucunya yang membuat hatinya tidak tenang. Ditambah dengan kondisi Sandra dalam seminggu terakhir membuat bu Siti semakin merasa gelisah, kini dia hanya bisa berharap kepada seseorang yang baru saja dia hubungi, seorang teman yang sudah sangat akrab dengan Sandra untuk membantu menghiburnya.

Bu Siti berjalan kaki ke tempat kerjanya karena jaraknya dengan rumah yang tidak terlalu jauh dan mampu di tempuh dengan hanya berjalan kaki. Saat bu Siti sampai di depan gang, dirinya di sambut dengan suasana jalan raya yang terlihat ramai dengan kendaraan. Di sisi jalan tepat dimana bu Siti berdiri terdapat deretan ruko-ruko yang saling berdempetan. Diantara ruko-ruko tersebut terdapat ruko tempat bu Siti bekerja. Bu Siti menghampiri salah satu dari lima ruko tersebut yang semuanya tampak dicat kuning dengan rolling door berwarna hijau. Bu Siti akhirnya berada di depan ruko tempatnya bekerja yang memiliki sepanduk bertuliskan Rumah Makan sederhana yang di bawahnya juga bertuliskan menu-menu makanan yang di dijual.

Bu Siti disambut oleh seorang wanita berusia 45 tahun yang tengah membuka gembok. Di bawahnya terdapat barang-barang bawaannya yang berupa sayur-sayuran, dan bahan-bahan makanan lainnya yang ada di dalam plastik besae. Wanita itu mengenakan kaus berlengan pendek berwarna hijau tua, celana denim berwarna biru muda, dan memiliki kulit putih serta rambut hitam lurus yang di kuncir bagaikan ekor kuda. Wanita itu seketika menoleh ke arah bu Siti dan menyapanya.

"Pagi bu Siti," sapa wanita itu dengan senyum hangat sembari masih berusaha membuka gemboknya.

"Pagi bu Sri, bisa saya bantu buat buka gemboknya?" balas bu Siti.

"Gak usah, Bu," jawab bu Sri bersamaan dengan terbukanya gembok ruko miliknya.

"Bu Siti tolong bantuin bawa bahan-bahan ini ke belakang ya," ucap bu Sri sembari mengangkat kantong kresek dikedua tangannya.

"Baik Bu," jawab bu Siti.

Terlihat isi dari ruko tersebut, terdapat tiga buah meja panjang dengan empat kursi yang diletakkan di atasnya secara terbalik, tidak lupa pula dengan sebuah etalase untuk menaruh makanan yang di letakkan tepat di depan ruko tersebut, dan juga sebuah meja kecil di sebelahnya untuk meletakkan penanak nasi serta alat-alat makan. Setelah menaruh beberapa perlengkapan untuk berjualan ke dapur, bu Siti lantas bergegas untuk merapikan meja dan kursi. Meskipun usianya yang tidak lagi muda, bu Siti mampu menurunkan kursi kayu tersebut dan merapihkan sendiri. Tidak lupa juga bu Siti membersihkan meja makan tersebut dengan kain lap bersih.

Setelah beberapa saat merapikan meja dan kursi, bu Siti melihat bu Sri tengah membawa sebuah nampan berisikan sayur-mayur yang sudah matang dan masih mengeluarkan asap.

"Bu Siti tolong bantuin ambil makanan yang lain," perintah bu Sri.

"Baik, Bu,"

Setah semuanya siap, bu Sri dan bu Siti yang sedikit merasa kelelahan akhirnya duduk di meja yang sama. Bu Sri yang sedang mengibas-ngibaskan tangannya ke arah wajah seketika melihat bu Siti yang merenung sedih seperti sedang memikirkan sesuatu. Ekspresi wajah bu Siti membuat bu Sri menjadi bertanya-tanya dan sedikit merasa khawatir.

"Bu Siti kenapa?" tanya bu Sri dan menghentikan kegiatannya.

Suara bu Sri membuat bu Siti yang sedang melamun seketika tersentak.

"Tidak ada apa-apa, bu," balas bu Siti dengan senyuman yang dipaksa.

"Kalau ada masalah boleh cerita sini. Siapa tahu saya bisa bantu," ucap bu Sri sambil menggeser kursinya mendekati bu Siti.

"Tidak, bu. Beneran tidak ada apa-apa," balas bu Siti.

"Ya sudah deh," kata bu Sri, "Oh iya, bagaimana kabarnya Sandra, bu?" sambungannya.

Bu Siti sedikit tertegun saat mendengar pertanyaan dari bu Sri. "Baik, bu," jawab bu Siti, "Tapi akhir-akhir ini Sandra jadi sering murung, sama sering melamun," sambung bu Siti dan kembali menjadi sedih saat mengingat cucunya.

"Ya ampun..." kata bu Sri sambil menutupi bibirnya dengan satu tangan, "Kasihan, pasti dia kepikiran terus," sambungannya.

"Saya khawatir, bu. Takut Sandra kenapa-napa," ucap bu Siti yang semakin bersedih.

Bu Sri terdiam sambil menghela napas untuk berfikir. Selang beberapa saat, muncul seseorang pria yang mengendarai sepeda motor butut. Pria itu lalu memarkirkan sepeda motornya tepat di depan ruko.

Pria yang tidak dikenal itu lantas turun dari motornya, tampang pria tersebut terlihat mengerikan dengan mata yang tajam di padukan dengan ekspresi wajah marah, berkulit coklat gelap, dan berambut panjang yang terurai,terlihat pula sebuah kalung rantai yang melingkar di lehernya, pakaiannya mengenakan setelan denim yang terlihat koyak di beberapa titik, celana denim hitam yang dikenakannya juga memiliki sobekan di bagian dengkul kanan dan kirinya, sungguh tampang seorang preman yang mengerikan. Pria itu lalu berjalan masuk kedalam ruko.

"Bungkusin nasi satu, sama ayam kasih sambal yang banyak, sama kasih sayur kangkung!" kata pria itu dengan nada tinggi.

Bu Sri dan bu Siti dengan sigap segera berdiri dari duduknya, bu Sri lantas bergegas menyiapkan pesanannya.

"M- Minumnya apa, pak?" tanya bu Siti yang ketakutan.

Pria mengerikan itu lalu menggeser kursi dan duduk menghadap tepat ke arah etalase. "Bungkusin juga es teh!" serunya.

Bu Siti langsung bergegas menyimpan apa yang pria itu pesan. Tidak lama kemudian datanglah seorang pria dan wanita. Mereka adalah sepasang kekasih yang akan pergi bekerja, nampak dari gaya berpakaian mereka yang sama-sama mengenakan setelan kemeja.

"Bu, nasinya dua ya. Yang satu pake telur dadar, yang satu lagi pake ikan," ucap si pria sambil menggandeng tangan kekasihnya itu lalu segera duduk bersebrangan dengan sang preman.

Tidak lama kemudian datanglah bu Siti yang membawakan sebungkus es teh dan memberikannya kepada si preman. "Silahkan, pak," kata bu Siti, "Mas sama mba nya mau minum apa?" sambungnya kepada sepasang kekasih yang sedang bersenda gurau.

"Teh hangat aja, bu," jawab sang wanita.

Bu Siti kembali ke dapur untuk menyiapkan pesanannya.

"Woi, lama banget sih pesanan gue?!" teriak si preman sambil menggebrak meja.

Kejadian itu membuat bu Sri dan sepasang kekasih yang duduk di sebelah preman itu menjadi terkejut.

"Iya pak, sebentar lagi," jawab bu Sri yang ketakutan.

Tidak berapa lama kemudian, pesanan si preman akhirnya jadi dan di antar oleh bu Sri ke mejanya.

"Berapa?!" tanyanya dengan bengis.

"Tiga belas ribu, pak,"

"Mahal amat!!" seru si preman sambil memelototi bu Sri.

Bu Siti yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa nampan berisi dua gelas teh hangat hanya bisa terdiam dan menundukkan kepala. Dia berjalan di belakang kursi si preman dengan hati-hati. Tanpa diduga, sang preman berdiri dengan cepat hingga mendorong kursinya ke belakang, kursi tersebut tanpa sengaja menyenggol nampan yang dibawa oleh bu Siti dan menumpahkan teh hangat yang masih panah ke atas punggung si preman, serta mengakibatkan kedua gelas tersebut jatuh ke lantai dan memecahkannya.

"Argghhh!!" erangan kesakitan si preman, "Panas!!"

"Aduh maaf pak maaf!" teriak bu Siti yang menjadi panik.

Bu Sri yang dengan jelas menyaksikan kejadian itu bergegas ikut menolong si preman yang kepanasan. Kedua pembeli lainnya hanya terdiam dan kebingungan saat melihat kejadian tadi.

"Pak, bapak gak apa-apa, kan?" tanya bu Sri yang panik.

"Udah minggir!!" teriak sang preman lalu menoleh ke arah bu Siti, "Goblok banget sih, orang tua bukannya diem di rumah malah nyusahin orang!!" sambungnya.

Bu Siti hanya tertunduk diam saat mendengar perkataan yang menyakitkan itu.

"Sebagai gantinya gue gak mau bayar!!" ucap preman itu lalu berjalan pergi sambil membawa makanannya.

Sang preman lalu pergi dengan motor bututnya dan meninggalkan ruko tersebut. Bu Sri hanya bisa pasrah saat melihat sang preman membawa makannya tanpa membayarnya.

"Bu, maafin saya ya bu," ucap bu Siti sambil meraih tangan bu Sri dengan nada menyesal.

"Gak apa-apa, bu. Ini bukan salah bu Siti, memang belum rezeki kita ini, bu," balas bu Sri dengan tersenyum.

Bu Sri lalu kembali ke etalase untuk menyiapkan pesanan yang lain, sementara bu Siti dengan cepat segera membersihkan pecahan gelas yang berserakan di atas lantai. Saat dirinya tengah membersihkan pecah gelas tersebut, tiba-tiba terbesit wajah cucunya dan seketika juga jari telunjuknya tersayat oleh beling yang tengah dia pegang. Bu Siti mengerang pelan agar tidak ada yang mendengarnya, darah pun mengalir keluar dari lukanya. Dirinya merasa gelisah dan hanya bisa berdoa untuk cucunya tercinta.

***

Langit sore berwarna jingga menghiasi langit. Bu Siti yang ketahuan terluka saat bekerja dan terlihat seperti kurang sehat akhirnya terpaksa dipulangkan lebih awal oleh bu Sri. Bu Siti yang sudah dekat dengan rumahnya merasa sangat tidak enak karena harus meninggalkan bu Sri sendirian, dan juga karena kejadian tadi pagi saat dirinya memecahkan dua buah gelas kaca yang membuat dirinya merasa bersalah. Memang hari ini adalah hari yang melelahkan untuk wanita paruh baya itu, belum lagi saat mendapatkan ucapan tidak mengenakan dari si preman tadi, di tambah dengan pikiran yang selalu mengkhawatirkan Sandra.

Bu Siti yang telah sampai di depan pintu rumahnya segera merogoh tas yang dia tenteng untuk mengambil kunci. Saat ingin memasukkan kuncinya ke lubang kunci, bu Siti tiba-tiba mendengar suara yang tidak asing memanggil dirinya. Saat bu Siti menoleh ke arah suara tersebut, wajahnya seketika terkejut, serta perasaannya menjadi bahagia. Dia melihat Sandra yang berlari ke arahnya sambil tersenyum lebar.

Episodes
1 YANG TERPILIH
2 Pagi
3 Perkara
4 Tekanan
5 PARA TEMAN
6 Suasana Hati
7 Liburan
8 Nenek
9 Kembali
10 Mayapada
11 Jawaban
12 Bangun
13 Rencana
14 Tujuan
15 Perubahan
16 Isi Hati
17 Efek
18 Kemunculan
19 Tiga kesempatan
20 Pertarungan
21 Belajar
22 Bertemu Kembali
23 Mencari Tahu
24 Mimpinya
25 Ajakan
26 Ketemuan
27 Andai
28 Ilusi
29 Kegagalan
30 Pulang
31 Berita
32 Duka
33 Istimewa
34 Mulai Kembali
35 Sembuh
36 Widyanita dan Gantari
37 Siasat
38 Saingan
39 Bimbang
40 Nasehat
41 Interlude 1
42 Sabar
43 Kenalan Baru
44 Perselisihan
45 Ancaman Baru
46 Mulai Tersorot
47 Anak Baru
48 Lingkaran Merah
49 Penglihatan
50 Datang
51 Trauma
52 Kenyataan Pahit
53 Dugaan
54 Kunjungan
55 Tamu
56 Bunga Tidur
57 Tafsir
58 Pembawa Pesan
59 Yang Terkasih
60 Cucuku
61 Teror
62 Bola Mimpi
63 Jebakan
64 Interlude 2
65 Rencana yang Berubah
66 Perjalanan
67 Kakak Adik
68 Tak Terduga
69 Menahan
70 Biru Laut
71 Celah
72 Berdua
73 Terpaksa
74 Kacau
75 Pertanda
76 Hilang Kabar
77 Erat
78 Pesan
79 Bencana
80 Membawa Harapan
81 Penyesalan
82 Masuk
83 Hidup dan Mati
84 Bangkit
85 Terjebak
86 Keberuntungan dan Kebenaran
87 Kembali
88 Hari Normal
89 Interlude
90 Bercerita
91 Bola Pelindung
92 Semakin Dekat
93 Percikan Pertama
94 Pelanggan
95 Strategi Baru
96 Penguntit
97 Puspa
98 Narada
99 Perpisahan
100 Yang Telah Tiada
101 Pertemuan
102 Catatan
103 Keberanian
104 Memori
105 Berkesan
106 Peperangan
107 Bunga
108 Tekanan
109 Berkecil Hati
110 Ungkapan
111 Terjebak
112 Resah
113 Pengakuan
114 Mimpi yang Diharapkan
115 Terbayang-bayang
116 Ketuk
117 Kembalilah
118 Sial
119 Taruhan
120 Hasil
121 Pulang
122 Perasaan
Episodes

Updated 122 Episodes

1
YANG TERPILIH
2
Pagi
3
Perkara
4
Tekanan
5
PARA TEMAN
6
Suasana Hati
7
Liburan
8
Nenek
9
Kembali
10
Mayapada
11
Jawaban
12
Bangun
13
Rencana
14
Tujuan
15
Perubahan
16
Isi Hati
17
Efek
18
Kemunculan
19
Tiga kesempatan
20
Pertarungan
21
Belajar
22
Bertemu Kembali
23
Mencari Tahu
24
Mimpinya
25
Ajakan
26
Ketemuan
27
Andai
28
Ilusi
29
Kegagalan
30
Pulang
31
Berita
32
Duka
33
Istimewa
34
Mulai Kembali
35
Sembuh
36
Widyanita dan Gantari
37
Siasat
38
Saingan
39
Bimbang
40
Nasehat
41
Interlude 1
42
Sabar
43
Kenalan Baru
44
Perselisihan
45
Ancaman Baru
46
Mulai Tersorot
47
Anak Baru
48
Lingkaran Merah
49
Penglihatan
50
Datang
51
Trauma
52
Kenyataan Pahit
53
Dugaan
54
Kunjungan
55
Tamu
56
Bunga Tidur
57
Tafsir
58
Pembawa Pesan
59
Yang Terkasih
60
Cucuku
61
Teror
62
Bola Mimpi
63
Jebakan
64
Interlude 2
65
Rencana yang Berubah
66
Perjalanan
67
Kakak Adik
68
Tak Terduga
69
Menahan
70
Biru Laut
71
Celah
72
Berdua
73
Terpaksa
74
Kacau
75
Pertanda
76
Hilang Kabar
77
Erat
78
Pesan
79
Bencana
80
Membawa Harapan
81
Penyesalan
82
Masuk
83
Hidup dan Mati
84
Bangkit
85
Terjebak
86
Keberuntungan dan Kebenaran
87
Kembali
88
Hari Normal
89
Interlude
90
Bercerita
91
Bola Pelindung
92
Semakin Dekat
93
Percikan Pertama
94
Pelanggan
95
Strategi Baru
96
Penguntit
97
Puspa
98
Narada
99
Perpisahan
100
Yang Telah Tiada
101
Pertemuan
102
Catatan
103
Keberanian
104
Memori
105
Berkesan
106
Peperangan
107
Bunga
108
Tekanan
109
Berkecil Hati
110
Ungkapan
111
Terjebak
112
Resah
113
Pengakuan
114
Mimpi yang Diharapkan
115
Terbayang-bayang
116
Ketuk
117
Kembalilah
118
Sial
119
Taruhan
120
Hasil
121
Pulang
122
Perasaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!