Nusakarta, Juni 2018
KRING!!!
Sandra sontak bangun dari tidur saat mendengar alarmnya berbunyi. Jantungnya berpacu begitu kencang, sampai-sampai dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
Sandra yang saat itu masih memakai kemeja berwarna abu-abu dan celana denim hitam lantas segera bangkit dari tidurnya dan melihat ke arah jam dinding.
"Sudah jam lima pagi," ucap Sandra dengan suara sayup-sayup.
Sandra lalu mematikan jam wekernya yang masih berbunyi keras. Sandra duduk sesaat di atas kasurnya sembari menghela napas dan berfikir sejenak untuk mencerna apa yang baru saja dia alami. Lalu Sandra mengangkat tangan kanannya dan melihat cincin perunggu yang masih terpasang di jari manisnya.
"Cincin ini ya?" kata Sandra lalu mencabut cincin perunggu itu dari jarinya.
Sandra sedikit terkejut karena cincin tersebut dapat lepas dari jarinya, lalu dia meletakkannya ke atas laci yang berada di samping tempat tidurnya. Tidak lupa juga Sandra melepaskan jam tangan yang masih dia pakai di lengan kirinya, dan ditaruh tepat di samping cincin perunggu tadi. Jam tangan yang di pakai Sandra adalah jam analog klasik berwarna silver dengan strap yang terbuat dari stainless steel.
"Semoga saja semua itu hanya mimpi yang tidak berarti," ucap Sandra yang lalu beranjak dari tempat tidurnya.
***
"Nek, Sandra berangkat dulu ya!"teriak Sandra kepada seseorang di rumahnya.
Sandra pagi itu terlihat rapih dengan mengenakan setelan kemeja flanel berwarna merah yang seluruh kancingnya dibiarkan terbuka, lengan kemejanya yang panjang dilipat ke atas siku, Sandra juga memakai kaos sebagai daleman berwarna hitam dengan sablon berwarna emas bertuliskan My Queen pada bagian dadanya, bawahannya mengenakan celana denim berwarna biru kelasi, menggendong tas ransel berwarna hitam di punggungnya, rambutnya yang pendek diikat dengan mengumpulkan sedikit bagian tengah rambutnya.
"Gak sarapan dulu, San?!" sahut suara wanita tua dari arah dapur.
"Gak nek, nanti beli nasi uduk pak Tarmin aja!" jawab Sandra yang tengah memakai sepatu sneakers berwarna putih di dekat pintu.
Saat selesai memakai sepatunya, Sandra yang hendak menarik gagang pintu tiba-tiba teringat akan barang penting yang tertinggal di kamarnya. Sandra lantas berlari kembali ke kamarnya, suara langkah kakinya terdengar keras hingga ke seluruh ruangan.
Sandra yang telah berada di depan pintu kamarnya, cepat-cepat segera membuka pintu tersebut, terlihat sebuah lemari baju yang ditaruh berhadapan dengan pintu kamar. Tidak jauh dari lemari tersebut, terdapat tempat tidur milik Sandra yang di sebelahnya terdapat sebuah laci kecil berwarna putih, tembok seluruh ruangan kamar itu berwarna biru tua, dan hanya ada satu jendela kecil dengan gorden putih berada di hadapan meja belajar yang terletak di sudut ruangan. Sandra lalu berjalan mendekati lemari bajunya yang sudah dilengkapi dengan cermin.
"Agak aneh sih, tapi gak papa lah. Emang dasarnya gak jago dandan," ucap Sandra yang tengah bercermin kepada dirinya sendiri.
Nampak Sandra memutar-mutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk melihat fashionnya. Setelah beberapa kali melihat-lihat, Sandra lalu tersenyum dan tertawa kecil, menertawakan gaya berpakaiannya.
"Dah lah ngapain juga dipikirin, yang penting nyaman dipakai," ucap Sandra yang tersenyum, lalu berjalan menuju lacinya.
Sandra lalu mengambil jam tangannya yang tertinggal di atas laci lalu segera memakainya. Di atas laci tersebut juga terdapat barang-barang miliknya, seperti lampu tidur, bingkai foto dengan foto Sandra saat masih kecil, dan jam weker berwarna hitam dengan model berbentuk kepala kucing.
Saat Sandra tengah memakai jam tangannya di lengan kiri, tiba-tiba pandangannya tertuju ke arah cincin perunggu yang tergelak di atas lacinya, cincin yang membawa dirinya kepada mimpi aneh semalam. Sandra yang telah selesai memakai jam tangannya lalu mengambil cincin tersebut. Perasaannya campur aduk saat memegang cincin tersebut, Sandra masih merasa tidak percaya akan kekuatan cincin perunggu itu.
Sandra lalu mengangkat cincin perunggu itu dengan ibu jari dan jari telunjuknya, lalu menutup sebelah matanya dan mengintip ke dalam lubang cincin tersebut sambil berkata,
"Baiklah, mungkin ada sesuatu di dalam sini. Atau mungkin aku sudah tidak waras karena masalah hidup ku."
"Sandra?" suara wanita tua yang tiba-tiba muncul di belakang Sandra.
Sandra yang tengah fokus melihat ke dalam lubang cincin itu seketika menjadi terkejut hingga melemparkan cincin yang dia pegang ke udara. Beruntungnya cincin tersebut dapat ditangkap Sandra kembali.
"Kamu belum berangkat?" tanya wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.
Terlihat wanita tua berusia 65 tahun yang memakai daster berwarna biru dengan gambar bunga berwarna hitam dan putih dibeberapa titik dari daster tersebut, rambutnya yang sudah beruban disanggul, dan kulit wajahnya yang sudah mulai keriput.
"Ehh.. Nenek. Belum nek," jawab Sandra yang tengah menggaruk-garuk kepalanya.
"Kamu ngapain kok masih di kamar, pakai sepatu pula?" tanya neneknya kembali.
"Jam tangan Sandra tadi ketinggalan, nek," jawab Sandra yang sedang berpura-pura membenahi posisi jam tangannya.
Terlihat tangan kiri Sandra yang dipakaikan jam tangan sedang mengepal.
Sang nenek tiba-tiba menjadi terkejut saat melihat jam tangan yang dipakai oleh Sandra.
Dengan terharu, si nenek segera mendekati cucunya itu sambil berkata, "Sandra, kamu memperbaiki jam tangan itu?"
Sandra yang terkejut tidak bisa menghindar saat neneknya meraih tangan kirinya. Sang nenek lalu melihat jam tangan tersebut dengan mata yang berkaca-kaca dan senyum kecil di bibirnya. Sandra yang bingung saat melihat neneknya mengeluarkan air mata hanya bisa terdiam sambil terus mempertahankan genggaman tangan kirinya.
Sang nenek lalu mengusap air matanya dan mengatakan, "Nenek tidak pernah menyangka kamu bakalan memperbaiki jam tangan ini."
Sang nenek lalu melepaskan genggamannya dan lalu kedua tangannya meraih kerah kemeja Sandra dan merapihkannya.
"Lebih baik sekarang kamu segera berangkat kuliah," ucap sang nenek sambil merapikan kerah kemeja Sandra, "Kamu beneran gak mau sarapan dulu?" sambungnya.
"Iya nek," jawab Sandra.
"Uang saku mu masih kan, San?" tanya sang nenek yang masih merapikan kerah kemeja cucunya itu.
"Masih nek. Nenek gak usah khawatir sama uang jajan Sandra. Sandra kan udah kerja sekarang, walaupun cuma part time" jawab Sandra yang tersenyum kepada neneknya.
Sandra lalu memeluk neneknya, dan sang nenek membalas pelukan tersebut. Terlihat tangan kiri Sandra yang masih mengepal untuk menyembunyikan cincin perunggu nya. Setelah beberapa saat, Sandra melepaskan pelukannya, begitu juga dengan sang nenek.
"Sandra berangkat dulu ya, nek," ucap Sandra sambil memegang kedua bahu neneknya, dengan satu tangannya yang masih mengepal.
Sang nenek lalu tersenyum lembut ke arah Sandra.
"Iya, belajar yang sungguh-sungguh. Jangan lupa sarapannya."
"Iya nek," balas Sandra, lalu mencium kening neneknya dan berjalan pergi dengan bahagia.
Sang nenek hanya tersenyum saat melihat cucunya keluar kamar, meninggalkan dirinya sendirian di dalam ruangan tersebut. Sebelum dirinya ikut meninggalkan ruangan itu, pandangan sang nenek tiba-tiba tertuju kepada foto masa kecil Sandra yang berada di atas laci. Terlihat Sandra yang masih berusia lima tahun tengah mengenakan seragam TK. Senyum sang nenek semakin lebar, dirinya merasa bangga memiliki cucu yang gigih seperti Sandra. Setelah beberapa saat memandangi foto tersebut, sang nenek lalu beranjak pergi untuk kembali merapikan rumah.
***
"Pakde, nasi uduknya masih?" tanya Sandra yang tengah menggeser kursi plastik.
Sandra saat itu sudah berada di sebuah kedai nasi uduk langganannya. Tempat itu terlihat sederhana, hanya terdapat sebuah gerobak jualan bertuliskan "Uduk Tarmin" yang di dalamnya terdapat rice bucket, beberapa nampan lauk yang terlihat sudah kosong,dan sebuah kaleng kerupuk yang isinya hanya tersisa setengah. Kedai itu juga memiliki dua buah meja yang di atasnya terdapat sebuah wadah berisikan sambal, masing-masing meja memiliki enam buah kursi. Sandra terlihat sedang duduk sendirian di kedai itu.
"Eehh... Nduk Sandra, sehat?" sapa pak Tarmin dengan suara medoknya.
Terlihat pria yang berusia sekitar 45 tahun yang mengenakan kaus oblong polos berwarna coklat, dan celana pendek berwarna hitam, terdapat juga sebuah serbet kotak-kotak yang dikalungkan di lehernya.
"Sehat pak," jawab Sandra sembari tersenyum, "Nasi uduk nya masih, pak?" sambungnya mengulangi pertanyaan.
Pak Tarmin mengangkat telunjuknya lalu berkata dengan suara medok khasnya,
"Nah... Kebetulan nasinya tinggal satu porsi,"
"Nah... Kalau begitu buat saya," balas Sandra sambil menirukan gerakan pak Tarmin dan suara yang dibuat medok.
"Haha. Nduk Sandra bisa aja," balas pak Tarmin tertawa kecil, "Minumnya apa?" sambungnya.
"Teh Hangat aja deh, pakde. Jangan manis-manis," jawab Sandra.
"Oke ditunggu ya."
Sandra hanya mengangguk sembari tersenyum ke arah pak Tarmin yang bergegas membuatkan pesanan Sandra.
***
"Gawat nihh, telat gue!" ucap Sandra yang baru saja keluar dari dalam lift.
Jam tangannya saat itu menunjukkan pukul 8.30, Sandra berlari pelan melewati orang-orang yang tengah berlalu-lalang di dalam lorong kampusnya.
"Permisi, numpang lewat!" seru Sandra kepada orang yang dilaluinya.
Setelah beberapa saat berlari, Sandra akhirnya melihat kelasnya hingga membuatnya tersenyum lega. Sandra yang akhirnya berdiri tepat di depan pintu terlihat cemas saat ingin membukanya, saat Sandra ingin mendorong pintu tersebut, tiba-tiba keluarlah seorang pria yang terlebih dahulu membuka pintu kelas itu dari dalam. Sandra menjadi terdiam saat melihat pria yang berdiri tepat dihadapannya itu sambil menatapnya.
Pria itu tampak mengenakan jaket varsity berwarna biru dongker dengan daleman kaos hitam polos, mengenakan celana denim hitam, dan juga mengenakan sepatu loafers berwarna coklat. Rambutnya yang hitam klimis dengan model undercut yang cocok dengan wajahnya yang blasteran arab.
"B- Bakti?" ucap Sandra yang menjadi gagap saat menyebut nama pria yang berdiri di hadapannya itu.
Terlihat wajah Sandra yang sedikit memerah saat berhadapan dengan Bakti.
"Sandra?" balas Bakti lalu menatap Sandra dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"B- Ba- Bakti?" ucap Sandra yang semakin gugup.
Bakti lalu tertawa kecil dan berkata,
"Iya Sandra?"
"M- Mau kemana?" tanya Sandra.
"Mau keluar," jawab Bakti yang sedikit tersenyum.
"Lhoo, Gak kuliah?" tanya Sandra kembali, tampak rasa malu tergambar pada wajah Sandra.
"Kuliah, kan dosennya telat," jawab Bakti "Lu gak buka grup ya?" sambungnya bertanya.
Sandra sedikit terkejut saat mendengar berita tersebut, tatapan matanya beralih ke arah lantai sambil memasang senyum yang dipaksa.
Sandra kembali menatap Bakti dengan masih memasang senyumnya lalu berkata,
"Gue dari semalam gak buka HP sama sekali, jadi gak tau info apa-apa."
"Oohhh, ya infonya cuman itu sih. Jam kelasnya diundur jadi jam sembilan," ucap Bakti lalu menatap keluar kelas, "Dari pada gabut di dalam kelas, mending keluar jalan-jalan," sambungnya dan kembali menatap Sandra.
Sandra hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong.
"Sandra?" ucap Bakti memanggil Sandra yang melamun.
Sandra seketika tersentak kecil saat mendengar suara Bakti.
"Kelihatannya lu capek banget?" tanya Bakti, "Ya udah kalau begitu, gue keluar dulu," sambung Bakti sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar.
Sandra hanya terdiam saat melihat Bakti pergi meninggalkannya, lalu Sandra diam-diam melambai kecil ke arah Bakti yang sudah tak terlihat. Sandra seketika menghela napas lega, lalu dia melihat sekeliling. Hanya terdapat lima orang yang sudah duduk di dalam ruangan. Sandra lalu bergegas menuju meja paling belakang, menghampiri seorang wanita yang dari tadi fokus kepada laptopnya, raut wajah wanita itu terlihat masam.
"Pagi Amanda," sapa Sandra kepada wanita tersebut.
"Hhmm," gumam Amanda sambil mengangkat kedua alisnya.
"Dosennya telat kenapa, Nda?" tanya Sandra lalu duduk di bangku yang berada tepat di samping Amanda.
"Emangnya lu gak buka grup, apa?" balas Amanda dengan nada sedikit yang kesal.
"Gue dari semalam gak buka HP. Gila, capek banget gue, Nda," ujar Sandra lalu menopang keningnya di atas meja menggunakan tangan kanannya.
"Lu kemarin kerja ya?" tanya Amanda masih dengan nada kesal seraya menutup laptopnya.
Sandra yang sedang menopang keningnya hanya mengangguk.
"Gitu ya lu, gak ajak-ajak gue!" seru Amanda.
"Katanya lu kemarin banyak tugas, makanya gak gue ajak," balas Sandra yang tengah memejamkan kedua matanya.
Sandra seketika merasakan pusing, kepalanya terasa berputar hebat. Sandra samar-samar masih bisa mendengar suara Amanda yang mengoceh karena kesal kepada dirinya. Lalu tiba-tiba, muncul suara yang berdenging kencang hingga membuatnya tidak bisa mendengar apa-apa. Suara tersebut lama kelamaan mendekatinya, hingga akhirnya suara itu masuk ke telinga Sandra.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments