Tanpa terasa dua jam sudah berlalu. Film selesai. Dhira masih lanjut mentraktir sahabatnya makan malam di warung makan langganan mereka yang tidak terlalu jauh dari mall.
"Wahhh...kenyang perutku. Makasih teman. Semoga rejeki mu makin lancar dan sehat terus." Vanya menepuk pelan bahu Dhira saat diparkiran. "Sekarang naik ke motor biar ku antar pulang."
"Nggak usah. Kasihan kamu wara-wiri di jalan. Aku naik ojek aja."
"Nggak! Aku antar deh sekalian aku mau nginap di rumahmu. Aku sudah bawa persiapan untuk besok!" Vanya membuka jok motor dan memperlihatkan tas kecil tempat pakaiannya.
"Hahaha...mantap deh kalau begitu. Hayo!!! Kamu yang bawa motor atau aku?" Dhira begitu senang begitu tahu Vanya akan menginap.
"Kamu aja deh. Aku mau duduk anteng dibelakang."
Dhira mulai menghidupkan motor dan mereka pun pergi menuju rumahnya.
Kedua gadis itu tak henti henti berbicara sembari tertawa. Saat saat indah seperti ini begitu menambah semangat mereka. Kegiatan ini sudah sering mereka lalui bersama sejak kuliah. Hanya saja, setelah Vanya punya pacar, mereka menjadi jarang bermain dan melakukan hal konyol seperti sekarang.
"Van, sepertinya ada yang mengikuti kita. Coba lihat kebelakang!"
Tiba tiba tawa Vanya terhenti. "Masa sih? Perasaan kamu aja paling. Itu banyak kendaraan yang mengikuti kita." Vanya berusaha berpikiran positif.
"Pegangan yang erat!" Dhira menarik gas motor hingga habis. Dengan melaju cepat ia akan tahu niat mobil dibelakang mereka.
"Ternyata benar Dhi. Mobilnya juga bertambah cepat. Gimana kita ini?"
Dhira diam. Ia sedang berpikir akan melakukan apa. Lanjut terus dengan kecepatan tinggi tapi takut terjadi kecelakaan lagi. Apalagi ada Vanya bersamanya. Berhenti adalah pilihan terbaik. Bagaimanapun ia harus memikirkan keselamatan dirinya dan
Vanya jika terus berkendara.
Baru mengurangi kecepatan motornya, tiba tiba mereka terdorong dengan kuat. Mobil itu menabrak mereka dari belakang. Mereka terpental ke depan. Untung motor itu tidak menimpa mereka. Dhira bangun degan cepat dan membantu Vanya bangun.
Disaat yang bersamaan, mobil itu berhenti. Keempat pintu di sisi mobil terbuka dan keluar enam orang dari dalam. Mereka semua laki-laki berpostur besar dan tinggi.
"Van, ada yang tidak beres. Kamu bersembunyi." Ucap Dhira terburu buru.
"I-iya. Tapi mereka siapa?"
"Aku juga nggak tahu. Pokoknya apapun yang terjadi kamu harus bisa meloloskan diri." Setelah berbicara Dhira berdiri dan maju ke hadapan ke enam pria itu.
"Siapa kalian?" Tanyanya dengan suara tenang.
"Wanita kecil ini yang membuat Rendra babak belur? Sungguh tak bisa dipercaya." Ucap salah satunya.
"Hei gadis pemberani! Maju lebih dekat!" Salah satunya lagi mengisyaratkan jari telunjuknya agar Dhira mendekat.
Dhira tidak bergerak. Hanya matanya yang mengawasi mereka dengan tajam.
"Kenapa? Apa kau takut? Bukankah kau hebat?"
"Beraninya kau menganiaya teman kami."
Dhira baru mengerti. Teryata ke enam orang ini berhubungan dengan pria yang dihajarnya sore tadi.
"Kenapa? Apa dia seorang bencong sehingga beraninya menyewa preman? Kalian dengan bodohnya menurutinya." Ejek Dhira.
"Tutup mulutmu itu! Rupanya kau memang wanita kurang ajar. Setelah membuat teman kami bangkrut kau berfoya-foya menghabiskan uangnya." Dua orang maju menerjang Dhira dengan hantaman kaki dan tangan.
Dhira mengelak. Ia mundur lima langkah. Ia memasang kuda kuda bersiap mempertahankan diri.
Pertarungan pun terjadi. Sangat tidak seimbang, enam lawan satu. Ke enam laki laki itu begitu bertekad melumpuhkan Dhira.
Sementara Dhira secermat mungkin mengawasi setiap gerakan yang datang padanya. Setelah beberapa menit selalu mengelak, ia pun tahu mereka hanya pria biasa yang mengandalkan otot untuk berkelahi. Bukan ahli sepertinya menguasai bela diri. Tidak ragu ragu lagi, ia mengerahkan kekuatannya untuk melawan. Awalnya sempat berpikir untuk melarikan diri. Tapi tidak jadi, setelah mengetahui mereka hanya besar badan.
Seluruh tubuh Vanya bergetar ketakutan. Ia belum pernah melihat perkelahian nyata seperti sekarang ini. Ia takut Dhira tidak mampu melawan enam pria itu. Ia bersembunyi di balik pohon mangga sambil merapalkan doa.
"Oh Tuhan selamatkan kami. Tolong berikan kekuatan pada Dhira."
"Apa yang harus ku lakukan? Pergi? Tidak. Aku tidak tega meninggalkan Dhira. Lalu apa? Ikut bantu? Ahhhh tidak!!! Aku bisa mati sebelum memukul." Ia terus saja merunduk dan berbicara pelan.
"Oh iya. Sebaiknya aku minta bantuan aja." Dengan terburu buru ia mengeluarkan ponselnya dari tas. Membuka layarnya dan mencari kontak yang bisa membantu mereka.
"Arga, tidak mungkin. Dia sedang di luar kota." Terus saja ia mencari kontak yang mungkin bisa datang membantu. Namun dari sekian kontak tidak ada bisa. Mereka semua kebanyakan wanita. Ada beberapa laki laki tapi rumahnya jauh. Sedangkan yang dekat dengan posisi mereka tidak menjawab.
"Hah astaga. Apa yang harus ku lakukan? Haruskah aku memanggil polisi? Tapi apa mereka bisa datang secepatnya?"
Vanya memijit kepalanya dengan kuat. Pusing dengan ponselnya yang tidak bisa membantunya. Tiba tiba ia mengingat sesuatu. 'jika terjadi sesuatu hubungi aku. Simpan nomor ku di ponselmu.'
"Hahhh iya, nomor pak Leo. Iya. Hari itu dia berpesan demikian." Dengan jari bergetar ia menekan nama 'pak leo'.
"Ayo angkat cepat! Kami membutuhkan bantuan. Tolonglah!" Vanya tidak sabar menunggu nada sambung di
ponselnya yang belum berubah.
Menekannya lagi hingga empat kali menelepon namun tidak ada jawaban. "Untuk apa memberikan nomor kalau tidak dipakai!" Rutuk Vanya kesal. Dengan emosi ia menekan nama itu lagi.
Wajahnya langsung sumringah begitu ada suara diseberang.
"Halo, siapa ini?"
"Pak, pak Leo, ini saya Vanya. Tolong kami."
"Vanya siapa?" Tanya orang di seberang dengan kaku.
"Teman Andhira Pak. Andhira yang seminggu lalu dirawat di rumah sakit."
"Hm. Kenapa?"
"Sekarang kami dihadang enam orang pria tak dikenal. Tolong bantu kami Pak. Mereka terlalu banyak."
"Bertahan lah di sana aku akan datang."
Cepat cepat Vanya memberitahukan posisi mereka.
Ia bernafas lega. Dengan masih merunduk ia mengintip keadaan temannya. Ternyata di sana masih terjadi pertarungan.
Dhira memukul satu orang tapi satu orang lainnya segera membalasnya. Begitu terus hingga pertarungan tidak selesai selesai.
"Tangkap wanita itu dan masukkan ke mobil!" Rendra lelaki yang dihajar Dhira sore tadi turun dari mobil. Ternyata ia berada di dalam mobil.
"Tangkap dia. Yang lainnya tangkap temanya. Dia bersembunyi di balik pohon itu." Perintah salah satunya.
Mendengar Vanya akan ditangkap Dhira berlari dan melompat sembari menodongkan kakinya ke orang yang mendekati pohon tempat Vanya bersembunyi.
Bukkk...bukkk
Dua kali tendangan beruntun Dhira lepaskan. Pria itu terjatuh mencium tanah.
"Kurang ajar! Kau wanita gila!" Pria itu tidak terima ia bangkit kemudian mengambil dahan yang tergeletak di tanah sebagai alat.
Dhira membawa para pria itu menjauh dari persembunyian Vanya. Ia tidak mau Vanya terbawa-bawa dalam masalahnya. Dalam hati ia berharap Vanya sudah pergi meninggalkan tempat itu agar ia lebih leluasa melarikan diri. Bagaimana pun ia tidak akan menang melawan keroyokan tujuh orang pria dewasa.
"Auuuu...sakit! Lepaskan tanganku!"
Yang diharapakan Dhira ternyata tidak terjadi. Sahabatnya justru sudah berada di tangan salah satu pria dan menariknya ke arah mobil. Memaksanya masuk ke dalam mobil.
"Berhenti! Apa sebenarnya mau kalian?" Teriak Dhira.
"Kenapa? Apa kesombongan mu sudah luntur? Kenapa sekarang baru bertanya?"
"Lepaskan dia. Jika memang ada masalah mari kita bicarakan." Ujar Dhira.
"Khem!" Rendra berdehem keras. Permintaanku tidak banyak! Aku hanya minta kembalikan semua uangku!" Ucap Rendra.
"Uang apa? Aku tidak tahu apa yang kau katakan." Sahut Dhira.
"Uang yang kau peras dariku! Jika kau tidak mengembalikan uangku, temanmu akan ku tahan. Ku tunggu dalam waktu seminggu. Jika tidak ada, wanita ini akan ku jual." Rendra menarik rambut Vanya dengan kasar.
"Auuuu sakit!" Teriak Vanya merasa kulit kepalanya seakan mau copot sekaligus.
"Dengar! Uang yang kau bicarakan aku tidak paham. Tapi soal biaya rumah sakit dan perbaikan motor itu akan ku bayar. Jadi, tolong lepaskan dia."
"Aku tidak mau tahu. Kembalikan uangku. Semuanya ada lima ratus juta!" Hendra begitu marah sampai menampar pipi Vanya.
"Heii!!! Jangan sakiti dia!" Teriak Dhira.
"Kenapa? Apa kau takut? Kalau begitu, katakan, uang ku akan kau kembalikan!" Ancam Hendra. Ia mencekik Vanya. Pria ini rupanya tidak main main. Ia benar benar nekad soal uangnya kembali.
"Iya. Akan ku kembalikan!" Demi sahabatnya Dhira menyetujui permintaan Rendra. "Tapi tolong beri waktu. Unang sebanyak itu tidak mudah bagiku mencarinya."
"Itu kamu tahu, uang segitu tidak mudah. Lalu bagaimana denganku?" Teriak Hendra.
"Oke, lepaskan dia. Aku akan mengembalikan uangmu!"
"Kau pikir aku bodoh. Dia akan menjadi jaminan. Ku beri waktu seminggu." Dengan kasar Rendra mendorong Vanya ke pintu mobil. Dan memaksanya masuk.
"Bagus!!! Kau beraninya hanya sama wanita!"
Suara bariton Leo memecah perhatian mereka. Pria berbadan tinggi itu sudah tiba di tempat. Dengan tegap dan gagah ia berdiri didekat Vanya.
Bukkk
Leo meninju wajah Rendra.
Bukkk bukkk bukkk
Bukan hanya sekali tapi berkali-kali hingga Rendra terkapar di tanah. Luka dan darah memenuhi wajahnya.
"Gunakan otakmu! Uang yang kau bicarakan sudah diberikan kepada istrimu. Itu pantas kau dapatkan!" Tunjuk Leo ke wajah Rendra.
"Apa hak mu mengatur uangku! Kau hanya orang luar yang mengincar istriku! Kau sangat bersemangat membuatku dan istriku bercerai! Dasar pebinor! Cuhhh...! Begitu senangnya kau menghancurkan rumahtangga ku! Kau menyukai istri orang bung! Malu sedikit!!! Dan satu lagi, Nayla masih istri sah ku. Bukan mantan seperti yang kau harapkan."
"Jaga mulut mu itu! Nayla sudah seperti adik bagiku! Apa kau rela adikmu dipermainkan suaminya! Hah!" Teriak Leo. Pemuda itu sangat emosi hingga membuat seluruh urat di wajah dan lehernya menegang.
"Ini masalah cinta diantara kami. Kenapa kau ikut campur. Kembalikan uangku!" Hendra juga ikut berteriak. Wajahnya juga sama marahnya dengan Leo.
"Uang itu sudah tidak ada. Bila kau tidak memahami posisimu maka datang ke persidangan esok hari. Ku pastikan kau mendekam dipenjara! Uang lima ratus juta itu tidak akan cukup untuk mengganti rugi kebrutalan mu!"
"Aaaaa...! Kenapa kau harus ikut campur? Gara-gara kau rumah tanggaku hancur. Usahaku bangkrut! Aku salah apa? Aku hanya mencintai istriku lalu kenapa kau membuatku seperti seorang penjahat!"
"Cinta yang kau sebut hanya menyenangkan mu! Cintamu membuat Nayla menderita. Dan satu lagi mereka ini tidak ada hubungannya denganmu. Uang dua belas juta itu adalah biaya perobatan dan perbaikan motornya. Mereka berhak mendapatkan itu. Yang lima ratus juta ada bersama istrimu. Jika kau tidak punya hati nurani silahkan ambil uang itu, sebelum digunakan untuk biaya operasinya."
"Hah? Operasi apa yang kau katakan? Jangan mengada-ngada hanya untuk menipuku." Rendra menarik kerah baju Leo dengan mata memerah.
"Cuhhh!" Leo meludah dengan kasar. "Kau mengaku dirimu sebagai suaminya, tapi kau tidak tahu istrimu sedang berjuang melawan kanker hati yang dideritanya. Suami macam apa kau ini?? Nayla sedang bertaruh nyawa bangs*t!" Leo memberikan tinjunya lagi ke wajah Rendra.
Rendra terjatuh ke tanah. Ia bergeming dengan tatapan kosong ke sepatu Leo. Wajahnya yang babak-belur terlihat bingung.
Leo mendekat pada Vanya. Ia menarik tangan gadis itu dan membawanya ke hadapan Dhira. "kalian berdua pulanglah. Jangan takut, dia tidak akan menggangu kalian lagi." Ujar Leo.
Vanya memeluk Dhira. Ia masih syok dengan apa yang barusan terjadi. "kita aman Dhi." Ucapnya dengan tangisan. Tubuhnya masih bergetar ketakutan. Tangannya memegang bahu Dhira untuk memeluk sahabatnya.
"Kenapa ini kok basah?" Vanya menarik lagi tangannya dan melihat jemarinya. "Darah? Kamu berdarah Dhi. Kamu terluka."
Mendengar itu, Leo mendekat. Ia memeriksa bahu Dhira lewat matanya.
"Bahu mu robek kayaknya."
"Gimana ini? Mana aku masih gemetaran, nggak berani bawa motor." Wajah Vanya begitu pucat.
"Naiklah ke mobilku. Aku akan mengantar kalian."
"Sungguh? Terimakasih Pak." Vanya langsung menyahut.
"Nggak usah. Vanya kamu duduk dibelakang. Biar aku yang bawa motor." Tolak Dhira. Ia merasa tidak enak merepotkan orang lain. Dan sedikit bingung dengan kehadiran Leo.
"Naik ku bilang! Jangan membuatku marah!" Bentak Leo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments