Saat kesadarannya pulih, Zefanya menyadari kalau ternyata dirinya sedang berada di sebuah ruangan dengan dinding dengan wallpaper warna soft. Ada sofa dan meja untuk menerima tamu di dekat pintu masuk. Lalu sebuah pantry dengan design minimalis di sudut ruangan. Tempat ini hangat dan terasa jauh lebih nyaman dari ruangan gelap yang ada di dalam mimpinya.
Perlahan - lahan napas Zefanya mulai teratur, degup jantungnya pun jauh lebih tenang. Dia menghembuskan napas lega. Ternyata dirinya sekarang berada di sebuah ruang rawat salah satu rumah sakit.
"Selamat pagi, Nyonya Halley. Bagaimana kabar pasienku yang paling cantik ini?"
"Selamat pagi, Dokter Sandra. Aku baik - baik saja." Zefanya tak menoleh, dia menatap jendela kamar yang menampakkan taman diluar sana. Bunga warna warni dan hijaunya daun - daunan membuat hatinya terasa sejuk dan tenang.
"Aku senang kamu sekarang memanggil dengan nama depanku. Apa ada yang ingin kamu ceritakan padaku?" tanya Sandra, tangannya menyentuh tangan Zefanya yang terasa dingin.
"Aku ingin berjalan - jalan diluar sana." gumamnya pelan.
"Sabar, semua ada waktunya." gumam Dokter Sandra sambil membaca catatan terakhir di jurnal Zefanya.
"Tapi aku merasa baik - baik saja untuk pergi ke taman." Matanya masih lekat pada pemandangan diluar kamar.
"Syukurlah. Aku merasa senang dengan kemajuanmu. Orang yang selalu kamu sebut dalam igauan-mu, datang menemuimu." ujar Dokter berteka teki.
"Siapa?" Zefanya mengalihkan perhatiannya dari jendela kearah Dokter Sandra.
"Ma moitie.... "
Tubuh Zefanya menegang saat melihat siapa yang melihat siapa yang berdiri di belakang Dokter Sandra. Tangannya refleks menggenggam erat selimut yang menutupi kakinya.
"Ma moitie, I miss you." Ezra menyapa lagi dengan penuh perasaan.
Suara dan wajah itu yang sangat dikenalnya itu, membuat Zefanya terguncang.Dia ingin memeluk suaminya tapi tak bisa. Tidak boleh. Sekali saja, dia memeluk Ezra maka dia tak akan sanggup melepaskannya. Sebesar apa pun cintanya pada pria itu, mereka tak boleh lagi bersama.
Ralat, bukan tidak boleh tapi tidak bisa. Mereka tak bisa lagi bersama. Saat ini, nanti dan seterusnya. Dengan bertemu seperti ini saja sudah membuat masing - masing sulit untuk mengendalikan perasaan.
"Ma Moitie?"
Tangan Zefanya mulai berkeringat. Lidahnya kelu, ingin bicara tapi tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Otaknya blank. Tak bisa memproses informasi apa pun selain hubungannya dengan Ezra adalah hubungan terlarang dan tak bermoral.
Degup jantung Zefanya bergema di gendang telinganya sendiri, dia mer-em-as tangannya cemas. Menundukkan kepala sedalam mungkin supaya matanya tak bertemu pandang dengan Ezra. Telinganya mendengar suara langkah kaki mendekat.
'Please, menjauhlah dariku. Kita tak bisa lagi saling mencintai.'
Tapi suara langkah itu sudah berhenti di samping tempat tidurnya. "Apa kabar Ma Moitie?"
Ugh! Jantung Zefanya terasa seperti direm.as - rem.as saat mendengar suara yang dari orang yang begitu dirindukannya.
"Jangan sentuh aku."
"Jangan sentuh aku."
"Menjauhlah dariku, Ez."
Zefanya menutup mulutnya dengan dua tangan, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. Susah payah menahan emosi yang memaksa keluar dalam bentuk tetesan air mata yang kini sudah berkumpul di pelupuk matanya. Seandainya saja dia bisa berubah menjadi kasat mata saat ini.
'Jangan menangis. Jangan menangis. Ini demi kebaikan semuanya, terutama Ezra. Jangan biarkan Ezra dan dirimu terus berkubang dalam dosa.' batin Zefanya terus berbicara.
Sementara itu, Ezra menatapnya dengan emosi yang membuncah. Sorot matanya penuh harap. Berbulan - bulan istrinya tak sadarkan diri, sementara dia hanya bisa menunggu dan berdoa menanti keajaiban. Menunggu saat dimana belahan jiwanya bangun dan kembali menyebut namanya. Penantian lama itu semakin membuat hatinya hancur saat Zefanya tak mengenal dirinya di hari pertama dia terbangun dari koma.
Dan hari ini, Dokter Sandra memberitahunya kalau Zefanya sudah bisa menyebut nama - nama orang yang ada di foto, termasuk dirinya.
Sayangnya, reaksi yang didapat tak sesuai harapannya. Ezra memandang dalam - dalam wanita yang selalu berhasil membuat hatinya jatuh cinta setiap kali mereka bertemu. Kedatangannya pagi ini ingin melihat sendiri bahwa istrinya, dalam kondisi yang jauh lebih baik. Terlebih lagi, dia ingin memastikan bahwa Zefanya benar - benar sudah mengingat dirinya, Ezra Halley.
Menyadari wanitanya gemetaran, Ezra semakin mendekat. "Kamu tidak apa - apa?" tangannya mengelus lembut kepala Zefanya.
Nada khawatir dan sentuhan lembut Ezra membuat Zefanya serba salah. Dia mengepalkan tangannya. "Bo-bolehkah sa-ya minta obat?" tanyanya panik.
"Obat?" Ezra mengerutkan kening, matanya melihat botol kecil di atas meja kayu sebelah tempat tidur Zefanya. "Ini?" Ezra mengangkat botol dan menunjukkannya pada Zefanya.
Zefanya menyambarnya dengan cepat, membuka tutupnya dengan terburu - buru. Bersiap untuk menuang butiran obat yang di dalamnya. Namun tangan Dokter Sandra menahan Zefanya meminum obat itu.
"Obat tidak selalu bisa mengatasi masalahmu. Cobalah meredam emosimu. Kamu harus berani melawan rasa takutmu." nasehat Dokter Sandra lembut.
Kemudian dokter paruh baya itu langsung memberi instruksi pada Zefanya untuk mengatur napasnya saat serangan panik menyerang. Zefanya berusaha mengikuti instruksi dan berhasil, perlahan tremornya hilang. Merasa lebih relax, wanita cantik itu menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur dan memejamkan mata. Berpura - pura kelelahan. Berharap Ezra kasihan dan meninggalkannya untuk beristirahat.
"Apa yang terjadi pada istri saya, Dok?" Tanya Ezra bingung.
"Tidak apa. Itu reaksi normal. Dia sedang beradaptasi. Ingatan lama dan baru saling tumpang tindih. Jangan khawatir, Tuan. Kami akan membantunya untuk memulihkan kembali kondisi fisik dan mentalnya." ujar Dokter Sandra, berusaha menenangkan Ezra.
Dokter itu terharu setiap mengingat betapa besar cinta Ezra pada Zefanya. Tidak hanya dirinya tapi seisi rumah sakit tahu bagaimana seorang CEO tampan dan super sibuk itu lebih banyak menghabiskan harinya di rumah sakit. Demi wanita yang dicintainya, pria tampan itu rela tidak tidur berhari - hari menemani istri tercintanya yang sedang koma.
Dokter Sandra bertanya beberapa hal pada Zefanya dan menambahkan catatan di jurnal kesehatan milik pasien istimewanya itu. Zefanya menjawab pertanyaan - pertanyaan itu dengan lebih tenang dan jelas. Dokter mengangguk puas. "Kalau kondisimu terus begini, kamu bisa segera berjalan - jalan di taman dan pulang ke rumah, Nyonya."
Sesaat Zefanya tertegun, lalu dia menggeleng. "Aku tidak mau pulang." lirihnya.
Kata - kata Zefanya membuat Ezra sesak napas. Moment Zefanya kembali ke rumah adalah moment yang sangat ditunggu - tunggu olehnya. Tapi kenyataannya, sang istri justru tidak ingin kembali ke rumah mereka. Menepis segala sakit di hatinya, Ezra memaksakan diri untuk berbicara tanpa emosi.
"Kenapa, Ma moitie? Apa masih ada yang sakit dan tidak nyaman?" Kali ini laki - laki itu duduk di atas tempat tidur di sebelah Zefanya. Dokter Sandra meninggalkan suami istri itu untuk memberikan privacy.
Tanpa sadar, Zefanya berjingkat dan menggeser posisinya. Wangi parfum Ezra menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Zefanya, membuatnya harus menahan diri untuk tidak memeluk suami tercintanya.
"Ma moitie, aku menunggumu.... " Ezra mengamati wajah Zefanya dengan seksama, matanya mulai berkaca - kaca saat Zefanya kembali memejamkan mata. Sama sekali tidak ingin melihat ke arahnya.
"Ma moitie, katakan yang sebenarnya. Apa yang membebani pikiranmu?" Sebelah tanga Ezra terulur, mengusap pipi Zefanya yang tampak sedikit cekung. Setelah koma berat badannya turun banyak.
"Ezra, maafkan aku. Kita tak bisa bersama lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Tini Laesabtini
Tetap semangat thor.... Aku tunggu up selanjutnya💪💪💪
2023-03-21
1